Stop Operasi, YLKI: Tigerair Mandala Harus Penuhi Hak Penumpang

"Jangan sampai konsumen menjadi korban yang pertama," kata Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi.

oleh Septian Deny diperbarui 20 Jun 2014, 09:03 WIB
Diterbitkan 20 Jun 2014, 09:03 WIB
Mandala Airlines
Ilustrasi (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - PT Mandala Airlines, yang beroperasi dengan brand Tigerair Mandala mengumumkan Tigerair Mandala akan menghentikan kegiatan operasional terhitung 1 Juli 2014. Hal itu dilakukan seiring dengan tingginya biaya operasi yang mengakibatkan maskapai terus merugi.

Menanggapi hal ini, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan setelah pengumuman penghentian operasi tersebut, pihak Mandala harus segera memastikan hak-hak dari calon penumpang yang telah membeli tiket terpenuhi seluruhnya.

"Jangan sampai konsumen menjadi korban yang pertama. Justru seharusnya diselesaikan dulu hak-hak konsumen seperti pengembalian uang pembelian (refund) tiket atau pengalihan ke maskapai lain. Itu dari sisi teknis," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Jumat (20/6/2014).

Mengenai promo-promo tiket murah yang digelar Mandala selama ini, menurut Tulus seharusnya pihak maskapai telah memperhitungkan segala hal terkait biaya operasi dan keuntungan yang bisa diterima untuk kembali membangun bisnisnya. Sehingga jangan hanya memberikan promo tetapi ternyata tidak mampu memenuhi biaya operasionalnya. (Baca juga: Sudah Tahu Rugi, Tigerair Mandala Masih Kasih Tiket Promo)

"Saat dia mengelar promo-promo dengan harga yang lebih murah, semestinya secara manajemen sudah menghitung pemasukan dengan biaya operasional yang ada sehingga tidak menambah sulit kondisi finansialnya sendiri," jelas dia.

Sementara itu, dia menegaskan, kejadian seperti ini seharusnya menjadi pelajaran serius bagi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dengan melihat  sebenarnya saat ini situasi persaingan antar maskapai sudah tidak sehat.

Hal ini karena terlalu banyak maskapai sementara permintaan akan moda transportasi udara tidak sebanyak yang diprediksi sehingga maskapai-maskapai tertentu sulit bersaing dan kolaps. Juga ditambah lagi dengan kurs rupiah yang masih lemah sehingga memukul industri penerbangan.

"Kemenhub harus mengaudit eksistensi dari regulasi yang ada sehingga tidak terjadi persaingan yang saling mematikan di dunia penerbangan," katanya. (Dny/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya