Negara Tak Penuhi Kebutuhan Dasar, Warga RI Sulit Kelola Keuangan

Seharusnya, khusus pendidikan 9 tahun sekolah negeri digratiskan ke masyarakat.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 15 Apr 2015, 12:55 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2015, 12:55 WIB
Mendikbud Anies Baswedan Kunjungi SDN 1 Pajagan Lebak
Mendikbud Anies Baswedan meninjau kelas di SDN 1 Pajagan, Lebak, Banten, Senin (16/3/2015). Anies Baswedan mengatakan sekolah di daerah wajib melaporkan kondisi infrastruktur serta akses menuju sekolah kepada Kemendikbud. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat di Indonesia belum banyak yang bisa melakukan perencanaan keuangan dengan baik pada saat ini. Salah satu alasan yang menjadi penyebabnya karena sebagian besar masyarakat Indonesia masih terbebani untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Pimpinan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Bidang Pencegahan, Kartini Istiqomah menjelaskan, pendapatan masyarakat Indonesia saat ini sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti biaya sekolah dan juga pengeluaran untuk kesehatan. Selain itu, harga-harga kebutuhan pokok juga terus melonjak.

Padahal seharusnya, kebutuhan dasar tersebut  tidak menjadi beban karena merupakan program pemerintah yang harus diberikan gratis ke masyarakat. Pemerintah juga seharusnya bisa mengelola harga-harga sehingga tidak mengalami kenaikan setiap saat.

"Banyak program pemerintah ke masyarakat yang merupakan pelayanan dasar. Contoh kecilnya pembuatan akta catatan sipil atau akta kelahiran itu seharusnya gratis," kata dia, Jakarta, Rabu (15/4/2015).

Sayangnya, Kartini mengungkapkan banyak program pemerintah ke daerah seolah dimanipulasi sehingga membengkakkan pengeluarkan rumah tangga. Dia mengambil contoh, di beberapa daerah sekolah meminta pungutan dengan modus sedekah.

Sebenarnya, khusus pendidikan 9 tahun sekolah negeri digratiskan ke masyarakat. "Di Madura, Depok yang kena amal jariyah dan itu sudah dikembalikan,"ujarnya.

Tak berhenti di situ, modus lain yang digunakan ialah pemberian pelajaran tambahan. Misalnya, jika siswa pulang sekolah pukul 14.00 kemudian dipulangkan 16.00 yang dipungut sejumlah biaya. "Ada juga sekolah buat les Sukabumi, pulang pukul 14.00- 16.00 Rp 3.000 sebulan Rp 60 ribu, program pemerintah gratis dan ibu dipungut," ujarnya.

Di bidang kesehatan, ada juga rumah sakit yang tidak melayani pasien meskipun sudah terdaftar di BPJS. Melihat kondisi sedemikian rupa, Kartini meminta masyarakat untuk melapor ke Ombudsman  supaya bisa ditindaklanjuti. "Kalau ada pungutan tolong disampaikan Ombudsman," ujarnya.

Pihaknya menegaskan, fungsi Ombudsman untuk melakukan pengawasan fasilitas pelayanan publik. Namun, jika pelayanan tersebut diluar kewenangan, Ombudsman akan menyerahkan ke pihak berwenang.

"Contoh OJK, kecewa dengan bank, ini deposito ibu saya tak cair, kalau bukan wilayah Ombudsman lapor ke wilayah terkait," tandas dia. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya