Liputan6.com, Jakarta Ombudsman Republik Indonesia (RI) memberikan perhatian khusus terhadap percepatan penanganan kasus PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang saat ini berstatus pailit.
Status tersebut telah berdampak langsung pada pemblokiran aktivitas ekspor-impor oleh Bea Cukai, yang menyebabkan terhentinya transaksi barang masuk dan keluar.
Advertisement
Baca Juga
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengungkapkan dampak status pailit ini sudah dirasakan oleh 2.500 karyawan Sritex yang dirumahkan sementara. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah jika izin usaha tidak segera diterbitkan sebagai hasil dari proses kasasi yang sedang berlangsung di Mahkamah Agung.
Advertisement
Selain itu, Yeka menyoroti krisis bahan baku yang dialami Sritex. Persediaan bahan baku perusahaan hanya cukup untuk tiga minggu ke depan, dan jika tidak ada langkah cepat, potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran akan sulit dihindari.
“Jadi, diperkirakan, PHK besar besaran akan terjadi 3 Minggu ke depan. Kami mendorong Pemerintah untuk melakukan upaya-upaya percepatan dalam penyelesaian permasalahan ini untuk mencegah terjadinya gelombang PHK besarbesaran di PT Sritex,” kata Yeka dalam keterangannya, Rabu (13/11).
Yeka juga menilai kasus Sritex pailit menunjukkan adanya potensi maladministrasi dalam pelayanan publik. Ia menyebut bahwa prosedur dalam putusan pailit tidak mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk asas kepentingan umum.
“Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan efek domino yang besar pada penyelenggaraan pelayanan publik sektor industri, perdagangan dan ketenagakerjaan yang secara lebih lanjut akan membawa keterpurukan sektor tersebut,” jelas Yeka.
Revisi Kebijakan
Lebih lanjut, pihaknya mendesak adanya revisi kebijakan dan Undang-Undang Kepailitan. Menurut Yeka, regulasi tersebut berpotensi menciptakan maladministrasi di masa mendatang.
Ombudsman juga meminta Kementerian Perdagangan untuk mengambil langkah kebijakan yang lebih tegas dalam meningkatkan daya saing produk dalam negeri serta menangani maraknya impor ilegal.
“fenomena ini tidak hanya mengancam pelaku industri lokal, tetapi juga dapat mengganggu ekosistem perdagangan secara keseluruhan di tingkat global. Terutama pada sektor tekstil dalam negeri yang sangat rentan terhadap serbuan produk impor murah dari luar negeri,” tambah Yeka.
Sebagai langkah lanjutan, Ombudsman RI berencana menyampaikan rekomendasi dan masukan langsung kepada Presiden RI. Mereka berharap pemerintah segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan permasalahan ini dan melindungi tenaga kerja serta industri nasional.
Advertisement
Gawat, Sritex Bisa jadi PHK Massal Karyawan Gara-Gara Masalah Ini
Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Kurniawan Lukminto mengungkap adanya keterbatasan bahan baku untuk menunjang operasional pabriknya. Maka, dikhawatirkan ada ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) jika bahan baku tak bisa menjamin operasional.
Dia mengatakan keterbatasan bahan baku juga jadi alasan 2.500 karyawannya diliburkan sementara. Menurutnya, butuh keputusan dari kurator dan hakim pengawas kepailitan agar Sritex bisa tetap beroperasi.
"Ini memang kemarin ini kan ada tersendat di dalam proses administrasi disitu Dan jumlah karyawan yang diliburkan akan terus bertambah apabila tidak ada keputusan dari kurator dan hakim pengawas untuk izin keberlanjutan usaha," ujar Iwan di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Dia menjelaskan, saat ini bahan baku yang dimiliki Sritex hanya cukup untuk produksi untuk 3 minggu kedepan. Jika bahan baku itu bisa dipenuhi, maka produksi Sritex masih bisa tetap berjalan.
"Jadi ini ada proses going concern yang harus cepat diputuskan oleh hakim pengawas, karena ini akan membantu kami dalam keberlangsungan, bila itu ada kita kembali lagi, jadi ketersediaan bahan baku ini sekarang kekuatannya sampai 3 minggu kedepan," terangnya.
Sementara itu, Iwan menyebut ada ancaman PHK karyawan jika bahan baku itu tidak kunjung terpenuhi. Belum lagi Sritex dihadapkan dengan masalah akun bank perusahaan yang diblokir.
"Jadi ini kalau tidak ada going concern atau daripada keberlangsungan itu Itu malah jadi ancaman, ancaman ada Pak wamen, ancaman PHK ada. Jadi jangan sampai ini jadi menjadi masalah, menambah masalah disitu," kata dia.
"Dan tentang rekening bank yang di blokir juga itu kan menambah masalah lagi, jadi ini hal-hal yang demikian yang harus cepat ditangani," sambung Iwan.
Beda Pandangan
Lebih lanjut, dalam proses kepailitan saat ini, Iwan menuding kalau kurator dan manajemen perusahaan berbeda pandangan. Menurutnya, kurator kepailitas berfokus untuk membereskan masalah yang ada, sementara manajemen masih berupaya menjaga operasional Sritex.
"Mungkin kedepan itu yang perlu, hari ini pun yang perlu adalah visi dan misi daripada kurator dan manajemen ini berbeda. Jadi visi kurator ini selalu mengedepankan pemberesan atau tidak peduli dengan keberlangsungan usaha," ucapnya.
"Tapi kalau manajemen itu selalu melihatnya adalah keberlangsungan usaha dan melanjutkan usaha ini," tegas Iwan.
Advertisement