Menteri Pertanian: Sulit Hentikan Alih Fungsi Lahan Pertanian

Kementerian Pertanian telah berkomunikasi dengan para kepala daerah guna mengurangi alih fungsi lahan.

oleh Septian Deny diperbarui 29 Jul 2015, 10:14 WIB
Diterbitkan 29 Jul 2015, 10:14 WIB
kering
Sawah yang mengering akibat kekeringan (Antara)

Liputan6.com, Klaten - Alih fungsi lahan pertanian di Indonesia hingga saat ini masih cukup mengkhawatirkan. Berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi ini berpotensi menghambat peningkatan produksi tanaman pangan yang tengah digenjot pemerintah.

Menteri Pertanian, Amran Sulaiman mengakui, Kementerian Pertanian cukup sulit untuk menghentikan proses alih fungsi lahan yang dimiliki oleh petani atau pemilik lahan. Bahkan dia menyebut mustahil untuk menghentikan hal ini.

"Mustahil menghentikan alih fungsi lahan. Karena (sama) mustahil menyetop orang untuk melahirkan, jangan melahirkan. Tidak bisa dihentikan, yang ada dikurangi atau dikendalikan," ujarnya di Klaten, Jawa Tengah, seperti ditulis Rabu (29/7/2015).

Meski demikian, Amran menyatakan bahwa dirinya telah berkomunikasi dengan para kepala daerah guna mengurangi alih fungsi lahan ini. Pasalnya, kepala daerah yang tahu secara detail proses dan luas lahan yang mengalami alih fungsi. "Kami sudah bicara pada bupati dan gubernur," lanjut dia.

Selain itu, dia berjanji akan segera membuat regulasi untuk mengatasi hal ini. Dengan demikian diharapkan bisa mengurangi tingkat alih lahan pertanian. "Pengurangan lahan memang alih fungsi lahan jadi perhatian. Ke depan kita akan buat regulasi tebaik untuk menanggulangi hal ini," tandasnya.

Sebelumnya, Asisten Deputi Bidang Infrastruktur Sumberdaya Air dan Pengembangan Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Purba Robert M Sianipar menyebutkan, pertumbuhan penduduk di Indonesia ternyata tidak diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan air. Alhasil, negara ini pun terancam krisis air.

"Perkembangan itu (penduduk) tidak sebanding penyediaan bahkan melebihi potensi sumber daya air yang ada ini menyebabkan defisit air," katanya.

Purmba mengungkapkan, melimpahnya sumber air yang dimiliki Indonesia semakin tergerus konversi lahan yang beralih fungsi menjadi pemukiman, sehingga melemahkan ketahanan air dan berpotensi krisis. "Dari hutan berubah menjadi lahan pertanian, dan dari lahan pertanian berubah menjadi pemukiman, industri dan perkotaan," tuturnya.

Menurut Purba, untuk menghindari  krisis air, perlu dilakukan perbaikan pengelolaan sumber daya air yang lebih efektif. "Melihat fakta ini dikhawatirkan pemenuhan air dengan baik semakin jauh jangkaun, karena itu perlu pengelolaan sumber daya air yang lebih efektif," ungkap Pruba.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, tahun depan diproyeksikan empat pulau akan mengalami defisit air. Pulau Jawa akan mengalami defisit air sebesar 134.103 juta meter kubik, Sulawesi 42.518 juta meter kubik, Bali 27.652 juta meter kubik, dan NTT sebesar 4.546 juta meter kubik.

Sementara lima pulau akan mengalami surplus air yakni Papua 349.279 juta meter kubik, Kalimantan 116.912 juta meter kubik, Sumatera 61.494 juta meter kubik, Maluku 14.882 juta meter kubik, NTB sebesar 989 juta meter kubik. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya