Rupiah Bergerak Mendatar di Kisaran 13.545 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah hari ini diperkirakan cederung sideway, karena para pelaku pasar menunggu data - data terbaru dari Amerika Serikat.

oleh Ifsan Lukmannul Hakim diperbarui 19 Okt 2015, 12:47 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2015, 12:47 WIB
Tiga Perbedaan Fisik Uang Kertas Rupiah dan Dolar AS
Tahukah Anda kalau ada beberapa perbedaan fisik antara uang kertas Rupiah dan Dolar AS?

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan cederung bergerak mendatar pada perdagangan Senin (19/20/2015). Para pelaku pasar memilih untuk menunggu data-data ekonomi terbaru dari AS yang akan menjadi landasan transaksi.

Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah berada pada kisaran 13.545 per dolar AS pada pukul 10.55 WIB. Rupiah dibuka menguat di level 13.516 per dolar AS dibandingkan penutupan pada Jumat pekan lalu yang ada di level 13.540 per dolar AS.

Sejak pagi hingga menjelang siang ini, nilai tukar rupiah bergerak pada kisaran 13.488 hingga 13.580 per dolar AS.

Sementara itu, kurs tengah atau kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar rupiah melemah 29 poin menjadi 13.563 per dolar AS pada Senin, dari perdagangan Jumat di level 13.534 per dolar AS.

"Penguatan rupiah mulai menghilang, rupiah saat ini cenderung sideway, menunggu market mover baru" Kata Ariston Tjendra Kepala Divisi Riset dan Analisis PT Monex Investindo.

Ariston memperkirakan rupiah hari ini bergerak sideway pada kisaran 13.400 hingga 13.600 per dolar AS.

Ia juga mengatakan bahwa ada beberapa market mover pekan ini di antaranya pidato Ketua The Fed Janet Yellen pada 20 Oktober 2015 waktu setempat, dan juga data klaim pengangguran yang rencananya akan dirilis Kamis 22 Oktober 2015.

Data klaim pengagguran AS diperkirakan bertambah menjadi 266 ribu klaim dari rilis sebelumnya sebesar 255 ribu. Bertambahnya klaim penganguran AS berpotensi membuat mata Dolar AS menjadi lemah. 

Sementara pada pekan kemarin, penguatan rupiah juga tidak begitu besar jika dibandingkan dengan pekan sebelumnya. "Kami tidak melihat penguatan rupiah baru baru ini akan terus berlanjut, karena ada banyak ketidakpastian global yang tersisa," kata Gundy Cahyadi, ekonom DBS Group Holdings Ltd di Singapura.

Memang, ketidakpastian ekonomi global bertambah besar setelah China mengeluarkan data pertumbuhan ekonomi. Di kuartal III kemarin, pertumbuhan ekonomi China turun menjadi 6,9 persen dari kuartal sebelumnya yang ada di angka 7 persen. 

Namun meskipun turun, angka tersebut masih di atas konsensus dari para ekonomi yang memperkirakan bakal berada di angka 6,8 persen. 

Sentimen negatif dari luar tersebut mampu ditahan dengan adanya sentimen positif dari dalam negeri. Adanya paket kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah mampu menahan pelemahan nilai tukar rupiah. (Ilh/Gdn)*

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya