Liputan6.com, Jakarta - International Moneter Fund (IMF) berencana akan mengakui Renminbi, yang merupakan mata uang negara China, sebagai mata uang dunia kelima pada Senin (30/11/2015). Ekonom melihat langkah IMF ini justru bisa menjadi pisau bermata dua yang siap melukai China.
Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Tony Prasetyantono menjelaskan, penggunaan Renminbi sebagai mata uang internasional tidak selalu menguntungkan China. "Kalau Renminbi diinternasionalisasikan, yang rugi malah China," ungkapnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Minggu (29/11/2015).
Baca Juga
Tony mengaku, masuknya Renminbi dalam jejeran mata uang dunia, selain Dolar Amerika Serikat, Yen Jepang, Euro dan Poundsterling, dapat memicu peningkatan permintaan terhadap Renminbi ke depan.
"Risikonya, nilai mata uang Renminbi akan menguat karena banyak yang membutuhkan, apakah untuk transaksi, cadangan devisa (cadev) maupun perorangan. Itu dampak negatifnya buat China," jelasnya.
Hal tersebut, sambung Tony, kontradiktif dengan kebijakan China belakangan ini yang sengaja melemahkan atau mendevaluasi mata uangnya untuk meningkatkan daya saing dan memacu ekspor akibat perlambatan ekonomi.
Alasan mendevaluasi Renminbi, diakuinya, dipilih China karena daya saing produk turun akibat upah buruh yang meningkat karena negara China semakin kaya serta harga tanah yang meroket.
"Katanya malah mau mendevaluasi Yuan lagi di tahun depan. Karena kalau jadi mata uang dunia, Renminbi menguat, dan itu yang tidak diinginkan China, kesulitan mendorong daya saing. Makanya saya masih ragu-ragu apakah China benar-benar mau mata uangnya jadi mata uang internasional," terangnya.
Dampak ke Indonesia
Dampak ke Indonesia
Sementara untuk Indonesia, kata Tony, penetapan Renminbi sebagai mata uang dunia kelima tidak akan berdampak signifikan. Ia mengungkapkan, Indonesia justru mempunyai alternatif sumber likuiditas dan mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menilai langkah China untuk memasukkan renminbi dalam keranjang Special Drawing Rights (SDR) adalah hal wajar. Lantaran, posisi ekonomi China menjadi salah satu terkuat di dunia.
Namun, Renminbi mesti memenuhi beberapa tahap untuk menjadi mata uang dunia. Mirza mengatakan, Renminbi mesti tersedia di berbagai negara. Kemudian, menerapkan kurs yang fleksibel. Hal tersebut sebagaimana terjadi pada dolar Amerika serikat (AS) dan yen Jepang.
"Kita lihat sebagai suatu fase, kalau renmimbi itu kalau mau dipergunakan dunia sebagai alat investasi perdagangan, untuk utang, masih memerlukan tahap-tahap karena harus yang available di dunia, harus kurs yang floating tidak boleh fix rate seperti dolar, yen," jelas Mirza.
Karena itu, menjadi wajar pula jika China menjadi lebih aktif berinteraksi dengan negara lain, tak terkecuali Indonesia."Makanya China mulai buka kontrol modalnya, membuka pelan sesuai fundamental kesiapan. Tawarkan fasilitas swapnya agar supaya perdagangan Indonesia-China bisa pakai Renminbi," tandas dia. (Fik/Gdn)
Advertisement