Dinilai Minim Ketrampilan, Pekerja RI Sulit Bersaing di MEA

Rieke menyayangkan, pemerintah dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja hanya mampu menyelesaikan masalah ketenagakerjaan dengan cara loncat pagar

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 10 Jan 2016, 15:31 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2016, 15:31 WIB
MEA Telah Resmi Dibuka, Ini Bentuk Dukungan dan Kritik Netizen
MEA resmi dibuka, netizen ramai memperbincangkannya di media sosial.

Liputan6.com, Jakarta Anggota DPR RI Komisi IX, Rieke Dyah Pitaloka ‎menyatakan, tenaga kerja Indonesia belum siap menghadapi, bahkan bersaing dengan negara-negara ASEAN, termasuk 6 negara lain di luar kawasan Asia Tenggara, yakni Australia, Selandia Baru, Jepang, Korea Selatan, China dan India di pasar bebas ASEAN. Alasannya, karena pekerja Indonesia "miskin" keterampilan.

"Pekerja Indonesia belum siap menghadapi MEA‎, karena bersaing dengan negara ASEAN masih jauh tertinggal dari segi ekonomi dan hal lainnya, seperti India dan China saja jumlah penduduknya di atas kita," ujar Rieke dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (10/1/2016).

Politikus dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini menegaskan, dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tak ada lagi sekat atau jarak dalam hal apapun termasuk ketenagakerjaan. Namun Rieke menyayangkan, pemerintah dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja hanya mampu menyelesaikan masalah ketenagakerjaan dengan cara "loncat pagar".

"Di pasar bebas ASEAN kan bukan cuma modal, barang dan jasa yang bebas keluar masuk, tapi juga tenaga kerjanya bisa pindah-pindah negara dengan mudah," ucapnya.

Rieke menyoroti prioritas tenaga kerja di era MEA adalah keterampilan. Sayangnya, ‎mayoritas tenaga kerja Indonesia, sambungnya, merupakan pekerja yang tidak termasuk tenaga kerja yang terampil.

Kondisi ini dibuktikan dengan datanya, sebanyak 70 persen buruh migran yang bekerja di luar negeri adalah pekerja rumah tangga. Paling dominan 80 persen adalah perempuan yang masuk dalam wilayah kerja 3D (dirty, danger, and difficult) sehingga hampir setiap bulan, jasad pekerja wanita asal Indonesia pulang dalam keadaan tidak bernapas lagi.

"Ketika saya tanya kenapa jadi TKI di luar negeri dengan gaji cuma Rp 3 juta-Rp 4 juta? Mayoritas menjawab karena faktor kemiskinan dan terpaksa. Ternyata sudah banyak terjadi kemiskinan secara struktural yang disadar atau tidak berlangsung sistematis," terangnya.

Pemerintah, diminta Rieke, untuk membuka peluang sebesar-besarnya kepada masyarakat Indonesia mencari nafkah di kawasan-kawasan industri ‎supaya mereka tidak terbang ke negara lain hanya untuk bekerja. "Kalau seperti ini terus, Indonesia hanya akan menjadi pusat buruh upah murah bagi negara-negara lain," tegas Rieke. (Fik/Zul)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya