Pemerintah Siapkan Insentif di Sektor Migas untuk Pikat Investor

Jika dianggap perlu, pemerintah siap memberikan insentif di sektor migas sesuai skala prioritas.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 26 Mei 2016, 10:35 WIB
Diterbitkan 26 Mei 2016, 10:35 WIB
20160525- Pameran Migas Terbesar di Asia Tenggara-Jakarta- Angga Yuniar
Salah satu maket yang dipamerkan saat pameran Indonesian Petroleum Association (IPA) di JCC, Jakarta, Rabu (25/5). Melalui pameran ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk kebijakan pemerintah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menyiapkan insentif bagi sektor minyak dan gas bumi (migas). Pemberian insentif bertujuan agar dapat memikat investor sehingga sektor migas kian berkembang dan produksi nasional bisa bertambah.

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, saat ini pemerintah sedang memikirkan insentif fiskal yang tepat bagi sektor migas tersebut.

Jika dianggap perlu, pemerintah siap memberikan insentif sesuai skala prioritas. Misalnya penerapan tax holiday kepada sejumlah Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS).

“Saat ini kami sedang memikirkan insentif pajak lain. Tapi sebelumnya, kami perlu mengidentifikasi terlebih dahulu harga minyak ke depan,” kata Bambang, di Jakarta, Kamis (26/5/2016).

Deputi I Bidang Monitoring dan Evaluasi di Kantor Staf Presiden Darmawan Prasodjo,‎ melanjutkan, kebijakan fiskal yang fleksibel perlu segera diterapkan untuk sektor migas di Indonesia.

Fleksibilitas tersebut penting untuk memperbaiki iklim investasi di sektor ini yang tengah tertekan akibat turunnya harga minyak mentah dunia sejak pertengahan 2014.

Dalam situasi saat ini risiko investasi migas seharusnya ditanggung bersama antara pemerintah dan kontraktor. Pemerintah tidak hanya memikirkan kepentingan jangka pendek, melainkan bagaimana menjaga agar investasi dapat berkelanjutan.

Untuk itu perlu ada perubahan kebijakan fiskal dengan semangat keadilan (fairness) untuk mengundang investasi. Misalnya, penetapan skema kontrak bagi hasil (PSC) tidak dapat diterapkan sama untuk semua wilayah kerja migas, karena masing-masing memiliki kesulitan sendiri.

Menurut Darmawan, sekarang merupakan momentum yang tepat bagi Indonesia untuk berpindah paradigma dari regressive system ke progressive system.
 
“Presiden Joko Widodo telah merancang suatu dokumen yang bernama Nawacita. Dokumen ini sekarang diadopsi menjadi RPJMN. Di situ tertulis, ladang minyak memiliki karakter tersendiri karena itu dibutuhkan sistem fiskal yang fleksibel,” ujar dia.
 
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja  mengungkapkan, pemerintah sudah menyiapkan sejumlah insentif untuk menggairahkan industri migas. Di antaranya perpanjangan waktu eksplorasi pada masa-masa sulit dan fleksibilitas transfer eksplorasi.

“Misalnya komitmen mengebor diberikan fleksibilitas jadi analisis data dan sebagainya,” tutur Wiratmaja.
 
Selain itu, ada pula insentif untuk proyek deepwater danremote area, simplifikasi akses data, dan memberikan kesempatan cost recovery dalam skema production sharing contract (PSC) untuk eksplorasi.

Adapun terkait tax holiday, first trance petroleum (FTP), domestic market obligation (DMO) holiday, dan porsi pemerintah daerah masih dalam pembahasan. Sementara pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk eksplorasi sudah tidak dikenakan dan skema dynamic split sudah diterapkan di Blok Mahakam.
 
“Lelang supaya atraktif, kalau dulu split fix (tetap) dari pemerintah sekarang peserta lelang bisa nge-bid (menawar),” jelas dia. (Pew/Nrm)
 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya