Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli memiliki ide untuk membangun sebuah satuan tugas (satgas) untuk mencegah terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia. Satgas ini menjadi langkah proaktif untuk menjaga stabilitas tenaga kerja dan melindungi para pekerja dari ancaman kehilangan pekerjaan.
Yassierli mengatakan, Satgas Cegah PHK ini sudah didiskusikan dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Ia menegaskan bahwa satgas ini nantinya akan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga (K/L) terkait untuk bekerja secara bersama-sama.
Advertisement
Baca Juga
"Itu multi kementerian nanti yang akan bekerja. Kita sudah angkat isu PHK itu ke Kemenko untuk sama-sama nanti dibentuk Satgas," kata Yassierli kepada media, Jakarta, Selasa (26/11/2024).
Advertisement
Ia menambahkan saat ini pembentukan satgas tersebut masih berupa usulan dan akan ditindaklanjuti dalam rapat-rapat lanjutan.
"Ini baru usulan ya, baru uuslan ya dan itu akan di fu (follow up) dalam rapat kita," terang dia.
Sebagai informasi, jumlah pegawai yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia terus mengalami peningkatan signifikan sepanjang tahun 2024. Berdasarkan data dari Satudata Kementerian Ketenagakerjaan, sebanyak 63.947 pekerja tercatat terkena PHK dari Januari hingga Oktober 2024.
Dari total tersebut, wilayah Jakarta menjadi provinsi tertinggi terhadap jumlah PHK dengan 14.501 pekerja atau setara 22,68 persen dari keseluruhan angka PHK. Jakarta menjadi daerah dengan jumlah PHK terbanyak dibandingkan wilayah lainnya.
Posisi kedua ditempati oleh Jawa Tengah dengan jumlah pekerja terkena PHK mencapai 12.489 orang. Diikuti oleh Banten yang mencatat 10.702 pekerja terkena PHK selama periode yang sama.
Jawa Barat berada di posisi keempat dengan total 8.508 pekerja yang terkena PHK. Sementara itu, Jawa Timur mencatat angka PHK sebanyak 3.694 pekerja, menempatkannya di urutan kelima.
Reporter: Ayu
Sumber: Merdeka.com
Waspada PPN 12% mulai 2025 Picu PHK Massal
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, secara tegas menolak rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai PPN 12% pada 2025.
Kebijakan ini dinilai dapat memperburuk kondisi ekonomi masyarakat kecil dan buruh, khususnya di tengah minimnya kenaikan upah.
Menurut Said Iqbal, kenaikan PPN akan berdampak signifikan pada daya beli masyarakat yang sudah tertekan.
“Kebijakan ini diprediksi akan menurunkan daya beli secara signifikan, memperlebar kesenjangan sosial, dan menjauhkan target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mencapai 8 persen,” ujar Said Iqbal di Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Ia juga menyoroti potensi kenaikan harga barang dan jasa akibat PPN yang lebih tinggi. Hal ini, katanya, akan memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di berbagai sektor. Di sisi lain, kenaikan upah minimum yang diproyeksikan hanya 1-3 persen dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
“Lesunya daya beli akan memperburuk pasar, mengancam keberlangsungan bisnis, dan meningkatkan potensi PHK di berbagai sektor,” tambahnya.
Advertisement
Empat Tuntutan KSPI kepada Pemerintah
KSPI menyampaikan empat tuntutan utama kepada pemerintah untuk menjaga kesejahteraan buruh dan masyarakat kecil:
- Kenaikan upah minimum 2025 sebesar 8-10 persen, agar daya beli masyarakat tetap terjaga.
- Penetapan upah minimum sektoral sesuai kebutuhan masing-masing sektor.
- Pembatalan rencana kenaikan PPN menjadi 12%.
- Peningkatan rasio pajak tanpa membebani rakyat kecil, melalui perluasan wajib pajak dan penagihan pajak yang lebih efektif terhadap korporasi besar dan individu kaya.