Ini Alasan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Bisa Melaju 150 Km/Jam

Pemerintah telah menyepakati tak menggunakan jalur baru dan tetap menggunakan jalur lama atau eksisting untuk kereta cepat Jakarta-Surabaya.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 06 Sep 2017, 20:15 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2017, 20:15 WIB
Kereta Cepat China
Kereta Cepat China di Stasiun Tianjin China (Foto: Iwan T)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah menyepakati tak menggunakan jalur baru dan tetap menggunakan jalur lama atau eksisting untuk kereta cepat Jakarta-Surabaya. Hal ini disepakati dari pertemuan Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono.

"Ada flyover dan ada yang underpass, tergantung dengan kondisi lapangan. Kalau bisa dibikin flyover ya flyover, kalau lebih gampang, kalau enggak, ya underpass," kata Basuki di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (6/9/2017).

Dia pun membenarkan, flyover yang dibangun teknologi Corrugated Mortarbusa Pusjatan (CMP) seperti di Antapani, Bandung. "Iya seperti itu," tutur Basuki.

Karenanya, masih kata dia, dengan pembangunan tersebut, maka kereta cepat yang diprediksi hanya bisa menempuh kecepatan 90 km/jam, sekarang bisa sekitar 150 sampai 160 km/jam.

"Dengan eksisting rel itu, itu membuat bisa 150 km/jam. Kenapa sekarang hanya 90 km/jam? Karena banyaknya perlintasan sebidang. Ada sekitar 800, 500-800 perlintasan sebidang," tutur Basuki.

Sementara itu, Menteri Budi menuturkan, nantinya kereta ini tetap menggunakan tenaga diesel. Bukan dengan listrik seperti yang diwacanakan.

Diketahui, Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan sempat mengatakan keinginannya agar kereta kencang Jakarta-Surabaya menggunakan teknologi elektrik, dan bukan diesel. Hal ini disampaikannya saat bertemu dengan Penasihat Khusus Perdana Menteri Jepang, Hiroto Izumi, 5 September kemarin. Luhut menyatakan, jika menggunakan diesel, maka nilai investasinya akan lebih mahal ketimbang menggunakan kereta dengan teknologi berbasis elektrik.

"Enggak (mengikuti keinginan Luhut). Teknologinya tetap diesel," ungkap Budi.

Dia menuturkan, dengan menggunakan jalur lama, maka bisa menekan nilai investasinya yang senilai Rp 80 triliun. Bahkan, menurutnya lebih murah lagi.

"Kalau dulu kan bisa Rp 80 triliun, kalau dengan ini mungkin lebih murah lagi. Karena Pak Basuki punya cara yang lebih murah lagi dengan menggunakan flyover yang murah (teknologi CMP). Mungkin sekitar Rp 50 triliun," pungkas Budi.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya