Harga Emas Melonjak Terdorong Kenaikan Suku Bunga The Fed

Harga emas mendapatkan angin segar didorong dolar Amerika Serikat tertekan usai the Federal Reserve menaikkan suku bunga.

oleh Agustina Melani diperbarui 14 Des 2017, 06:45 WIB
Diterbitkan 14 Des 2017, 06:45 WIB
20151109-Ilustrasi-Logam-Mulia
Ilustrasi Logam Mulia (iStockphoto)

Liputan6.com, Chicago - Harga emas menguat usai melemah selama empat sesi perdagangan terakhir. Ditambah dolar Amerika Serikat (AS) tertekan usai the Federal Reserve atau bank sentral AS menaikkan suku bunga.

The Federal Reserve menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2017. Suku bunga bank sentral AS naik dari 1,25 persen menjadi 1,5 persen. Diperkirakan bank sentral AS kembali menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2018.

"Pernyataan kebijakan the Fed juga menunjukkan sikap berhati-hati dan dapat juga agresif. Diperkirakan inflasi tetap bertahan dan sangat rendah. Namun pertumbuhan ekonomi cukup dapat membuat bank sentral menaikkan suku bunga lebih tinggi," ujar Brien Lundin, Editor Gold Newsletter, seperti dikutip dari laman Marketwatch, Kamis (14/12/2017).

Ia menuturkan, tak heran bila reaksi terhadap emas positif. Hal itu sesuai yang diharapkan lantaran, harga emas cenderung tertekan usai kenaikan suku bunga pada akhir tahun.

"Rencana the Federal Reserve untuk memperketat suku bunga juga melihat kondisi ekonomi. Namun jika dilihat dari dua tahun terakhir diperlukan waktu beberapa hari dan minggu agar emas dapat kembali pulih," ujar dia.

Harga emas naik 0,6 persen atau US$ 6,9 menjadi US$ 1.248,60. Sebelumnya harga emas bergerak di kisaran US$ 1.255 per ounce. Berdasarkan data FactSet, harga emas berjangka naik hampir 9 persen sepanjang 2017, sebagian besar didukung ketidakpastian geopolitik.

Selama sesi perdagangan, harga emas cenderung bertahan jelang pengumuman the Federal Reserve. Selain itu, data tingkat harga konsumen juga menunjukkan kenaikan pada November 2017. Melambatnya inflasi menjadi tantangan bagi bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga.

Kepala Investasi Wolfpack Capital, Jeff Wright menuturkan, harga emas juga mendapatkan dukungan dari rilis tingkat harga konsumen atau inflasi.

"Dengan inflasi yang terus berlanjut. Ini akan perpanjang batas waktu untuk kenaikan suku bunga lebih besar pada kuartal II 2018," kata Jeff.

Harga emas juga menguat didorong indeks dolar AS turun 0,5 persen. Bursa saham AS pun variasi dengan indeks saham Dow Jones catatkan penguatan.

Di antara harga komoditas logam lainnya, harga perak naik 1,3 persen ke posisi US$ 15.869 per ounce. Harga tembaga menguat 1,1 persen menjadi US$ 3.054 per pound.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

The Fed Dongkrak Suku Bunga

The Fed
The Fed (www.n-tv.de)

Sebelumnya Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) menaikkan suku bunga 0,25 persen. Hal ini sudah diperkirakan oleh banyak pihak.

Akan tetapi, kebijakan the Fed tetap menaikkan suku bunga kembali pada 2018. Ekonomi pun diproyeksikan tumbuh lebih cepat.

Kebijakan the Fed tersebut merupakan masuk dari kebijakan akhir tahun 2017. Ini juga didorong dari data ekonomi relatif baik. Ini merupakan realisasi bagi bank sentral yang berjanji untuk melanjutkan pengetatan kebijakan moneter secara bertahap.

Setelah menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2017, the Fed diproyeksi akan naikkan suku bunga sebanyak tiga kali masing-masing pada 2018 dan 2019. Sebelum angka 2,8 persen tercapai dalam jangka panjang. Kebijakan itu tidak berubah sejak September.

"Aktivitas ekonomi meningkat dengan tingkat yang solid. Kenaikan data lapangan kerja yang solid,"ujar the Fed's policy committee dalam sebuah pernyataan.

Adapun tingka suku bunga the Fed naik 1,25 persen menjadi 1,5 persen pada pertemuan kebijakan the Fed pada Desember 2017. Sentimen itu pun berdampak positif ke bursa saham AS atau wall street.Namun imbal hasil surat berharga AS jadi tertekan.

Pejabat the Fed juga mengakui kalau ekonomi telah meningkat pada 2017. Ini ditunjukkan dari kenaikan perkiraan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan tingkat pengangguran di masa mendatang.

Produk Domestik Bruto (PDB) diperkirakan tumbuh 2,5 persen pada 2018. Angka ini naik dari perkiraan 2,1 persen pada September. Sementara itu, tingkat pengangguran turun menjadi 3,9 persen pada 2018 dibandingkan proyeksi terakhir 4,1 persen.

Namun inflasi tetap 2 persen,seperti target the Fed. Namun ada potensi inflasi kembali melemah sehingga menimbulkan kekhawatiran the Fed tidak melihat alasan untuk percepat kenaikan suku bunga yang diharapkan.

Ini berarti, reformasi pajak oleh Presiden AS Donald Trump jika disahkan Kongres akan berlaku tanpa bank sentral merespons dengan bentuk tingka suku bunga dan kekhawatiran lonjakan inflasi yang tinggi.

"Ini menunjukkan setidaknya beberapa anggota the Fed tidak melihat alasan untuk mempertahankan suku bunga dengan ekonomi tumbuh lebih kuat," ujar Kate Warne, Investment Strategist Edward Jones seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (14/12/2017).

Adapun pejabat the Fed melihat tingkat suku bunga naik menjadi 3,1 persen pada 2020. Angka ini di atas target yang diharapkan the Fed 2,8 persen. Ini mengindikasikan kemungkinan kekhawatiran tentang kenaikan tekanan inflasi dari waktu ke waktu.

The Fed juga menyatakan tetap konsisten untuk mengurangi neraca. Pihaknya tidak investasikan kembali surat berharga dan aset berupa sekuritisasi masing-masing US$ 12 miliar dan US$ 8 miliar per bulan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya