Bos PLN: Di Daerah Terpencil, Biaya Sambung Listrik Tembus Rp 200 Juta

Biaya penyambungan listrik di daerah pedalaman dan terpencil bisa mencapai Rp 200 juta.

oleh Nurseffi Dwi Wahyuni diperbarui 12 Apr 2018, 12:45 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2018, 12:45 WIB
Dok Foto: Nurseffi Dwi Wahyuni/Liputan6.com
Dok Foto: Nurseffi Dwi Wahyuni/Liputan6.com

Liputan6.com, Nusa Dua - PT PLN (Persero) terus berjuang agar seluruh rakyat Indonesia termasuk yang tinggal di daerah terpencil bisa menikmati listrik. Meski untuk menerangi daerah tersebut membutuhkan perjuangan ekstra karena masalah geografis dan biaya yang tidak sedikit. 

Direktur Utama PLN Sofyan Basir menyebut, untuk menyambungkan listrik ke sebuah rumah di Pulau Jawa sekitar Rp 1 juta-Rp 2 juta. Sementara biaya sambung listrik di pedalaman Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Papua mencapai  Rp 150 juta-Rp 200 juta.  

Namun, dia memastikan biaya pelanggan di wilayah terpencil tersebut tidak dikenakan biaya sebesar itu. Pelanggan hanya membayar dengan biaya standar, karena PLN memberikan subsidi terhadap biaya pemasangan listrik tersebut.

"Di sana karena jumlah pelanggan sedikit, sementara mobilisasi peralatan sulit sehingga biayanya mahal," kata Sofyan dalam sambutannya di acara penandatanganan kesepakatan bersama tentang Penanganan Masalah Hukum Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara antara PLN dan Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung RI di Nusa Dua, Bali, Kamis (12/4/2018).

Sofyan menjelaskan, untuk menyediakan listrik bagi seluruh masyarakat Indonesia, PLN mendapat penugasan dari pemerintah untuk membangun pembangkit listrik. Mulai dari Fast Track Program-1 (FTP-1), Fast Track Program-2 (FTP-) dengan total kapasitas 7.000 megawatt (MW), transmisi 46 ribu kilometer sirkuit (kms), dan gardu induk dengan total kapasitas 109 megavolt ampere (MVa).

Dalam menjalankan tugas itu, PLN perlu dukungan dari Kejaksaan RI khususnya Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. Kejaksaan ini selaku Jaksa Pengacara Negara (JPN) membantu memberikan legal opinion dan bantuan hukum berupa penanganan masalah hukum atau pendampingan hukum kepada PLN.

"Kami ucapkan terima kasih kepada Kejaksaan karena program kami berjalan dengan baik di Indonesia," tuturnya. 

Sofyan meyakini bahwa legal opinion dari Jamdatun dapat menjadi acuan dan pendukung bagi suatu keputusan atau kebijakan yang diambil oleh manajemen PLN.

“Ini bagian dari salah satu bentuk kehati-hatian dalam mengambil putusan. Karena penafsiran hukum yang paling tepat adalah dari aparat penegak hukum,” tukasnya. 

Kawal Proyek 35 Ribu MW, PLN Gandeng Kejaksaan Agung

(Foto:Liputan6.com/Nurseffi Dwi W)
Penandatanganan kesepakatan bersama PLN dan Kejaksaan RI (Foto:Liputan6.com/Nurseffi Dwi W)

PT PLN (Persero) dan Kejaksaan Agung RI Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara menandatangani kesepakatan bersama tentang Penanganan Masalah Hukum Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, di Nusa Dua, Bali, Kamis (12/4/2018). Kerja sama ini dilakukan untuk mengawal penyelesaian proyek 35 ribu MW yang tengah digarap perseroan. 

Penandatanganan dilakukan oleh Direktur Utama PLN Sofyan Basir dengan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Republik Indonesia, Loeke Larasati A., yang diikuti dengan penandatanganan kesepakatan serupa antara General Manager dan Direktur Utama Anak Perusahaan PLN dengan Kepala Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia.

Hadir dan turut menyaksikan acara ini Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno bersama Jaksa Agung RI H.M. Prasetyo.

Kerja sama kedua pihak ini meliputi pemberian Bantuan Hukum, Pertimbangan Hukum, dan Tindakan Hukum Lainnya yang merupakan kewenangan Kejaksaan RI di bidang perdata dan tata usaha negara dalam rangka pemulihan dan penyelamatan keuangan/kekayaan/aset serta permasalahan lain dalam bidang hukum perdata dan tata usaha negara yang dihadapi oleh PLN.

Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, dalam melaksanakan percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, selain dukungan dari sisi regulator, PLN tetap membutuhkan dukungan dari berbagai pihak.

Salah satu adalah melalui kerja sama yang baik dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia agar pekerjaan besar ini dapat selesai sesuai target dan ketentuan yang berlaku.

"Semoga kerja sama ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh jajaran Direksi dan manajemen PLN sehingga tidak ada keraguan dalam mengambil keputusan korporasi," lanjut Rini.

Dirut PLN, Sofyan Basir menyatakan, kerja sama ini adalah bentuk transparansi yang dilakukan dan bentuk kehati-hatian PLN dalam membangun infratruktur ketenagalistrikan. Dukungan dari kejaksaan selama tiga tahun kemarin kepada PLN sangat sukses khususnya dalam pembebasan lahan, kontrak yang dikawal betul dari Sabang sampai Merauke dan juga terkait masalah legalitas dan juga akuntabilitas.

"Kami juga ucapkan terima kasih untuk kejaksaan yang sangat mendukung dan mengawal dengan baik program 35 ribu MW yang saat ini tengah kami kerjakan," ujar Sofyan.

Penugasan PLN Bangun Pembangkit Listrik

(Foto:Liputan6.com/Nurseffi Dwi W)
Penandatanganan kesepakatan bersama PLN dan Kejaksaan RI (Foto:Liputan6.com/Nurseffi Dwi W)

Sofyan Basir menambahkan, untuk menyediakan listrik bagi seluruh masyarakat Indonesia, PLN mendapat penugasan dari pemerintah untuk membangun pembangkit listrik.

Mulai dari Fast Track Program-1 (FTP-1), Fast Track Program-2 (FTP-) dan program 35 ribu Megawatt (MW) untuk memenuhi pertumbuhan listrik nasional. 

"Dalam menjalankan tugas itu, PLN perlu dukungan dari Kejaksaan RI khususnya Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. Kejaksaan ini selaku Jaksa Pengacara Negara (JPN) membantu memberikan legal opinion dan bantuan hukum berupa penanganan masalah hukum atau pendampingan hukum kepada PLN,” jelas Sofyan.

Sofyan meyakini, legal opinion dari Jamdatun dapat menjadi acuan dan pendukung bagi suatu keputusan atau kebijakan yang diambil oleh manejemen PLN.

"Ini bagian dari salah satu bentuk kehati-hatian dalam mengambil putusan. Karena penafsiran hukum yang paling tepat adalah dari aparat penegak hukum,” ujar dia.  

Lebih jauh, dia menjelaskan, bantuan hukum dalam hal ada masalah hukum melalui litigasi yang bersifat strategis dan mendapat perhatian publik, tentu kehadiran JPN selaku kuasa hukum PLN sangat diperlukan. 

"Juga termasuk bentuk kerja sama lainnya seperti mediasi. JPN menjadi mediator khususnya untuk penyelesaian hukum antar-BUMN yang dilakukan tidak melalui litigasi,” tambah Sofyan. 

Pada kesempatan yang sama Jaksa Agung Bapak HM Prasetyo mengatakan. peran PLN sebagai Perusahaan Milik Negara yang bergerak dalam bidang ketenagalistrikan memiliki tanggung jawab besar selaku pengelola dan penyiap penyedia daya listrik, guna mendukung seluruh sektor kehidupan usaha, rumah tangga dan ekonomi, di mana hal tersebut semata-mata ditujukan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat secara keseluruhan.

Lebih lanjut H.M. Prasetyo menuturkan, sebagai salah satu cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) UUD NRI 1945, maka keberadaan PLN sebagai penopang utama pengelolaan sumber daya listrik haruslah dijaga dan terbebas dari gangguan maupun hal-hal lain yang dapat menyebabkan timbulnya penyimpangan dalam pengelolaannya yang pada akhirnya dapat bermuara pada persoalan hukum.

"Penandatanganan kesepakatan bersama ini merupakan bentuk kepedulian dan tanggung jawab dari Kejaksaan RI baik secara konstitusional maupun institusional untuk berperan aktif dan maksimal, sehingga entitas perusahaan tidak akan terkena permasalahan hukum dalam menjalankan kegiatan usahanya, sepanjang setiap aksi korporasi tersebut sesuai dengan prinsip business judgment rule," tandas dia. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya