BNI Raup Laba Bersih Rp 3,66 Triliun di Kuartal I 2018

BNI mencatatkan penyaluran kredit sebesar Rp 439,46 triliun atau tumbuh 10,8 persen pada kuartal pertama tahun ini.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Apr 2018, 16:45 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2018, 16:45 WIB
20150811-Kinerja keuangan BNI
Aktifitas karyawan di kantor BNI di Jakarta, Selasa (11/8/2015). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mencatatkan laba bersih sebesar Rp 3,66 triliun pada kuartal Pertama 2018. Angka ini tumbuh 13,3 persen dibandingkan kuartal pertama 2017 yang sebesar Rp 3,23 triliun.

"Pertumbuhan laba tersebut ditopang oleh kinerja penyaluran kredit pada kuartal pertama 2018, yang meningkat sebesar 10,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017 atau lebih cepat dibandingkan pertumbuhan kredit di industri perbankan sebesar 8,2 persen per Februari 2018," ungkap Direktur Keuangan BNI, Anggoro Eko Cahyo dalam Konferensi Pers di Jakarta, Senin (23/4/2018).

Pertumbuhan kredit ini mendorong Pendapatan Bunga Bersih (Net Interest Income/NII) BNI tumbuh 9,5 persen. Laba BNI juga mendapatkan kontribusi dari pertumbuhan pendapatan non bunga (non interest income) sebesar 18,5 persen.

Dia mengatakan, BNI mencatatkan penyaluran kredit sebesar Rp 439,46 triliun atau tumbuh 10,8 persen pada kuartal pertama tahun ini, dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 396,52 triliun.

"Dengan penyaluran kredit tersebut, BNI mampu mencatatkan pendapatan bunga Bersih pada Kuanal Pertama Tahun 2018 sebesar Rp 8,5 triliun," kata dia.

BNI juga berhasil membukukan pendapatan non-bunga sebesar Rp 2,65 triliun pada kuartal pertama 2018 atau meningkat 18,5 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 2,23 triliun.

"Peningkatan pendapatan non-bunga ini didorong oleh peningkatan kontribusi fee (komisi) dari segmen business banking, antara lain komisi dari trade finance yang tumbuh 44,7 persen sekaligus menunjukkan geliat perekonomian yang tetap terjadi di Indonesia," jelas Anggoro.

Pendapatan non bunga BNI juga ditopang pertumbuhan transaksi pada bisnis consumer and retail, antara lain dari pengelolaan rekening, transaksi kartu kredit, serta transaksi kartu debit.

Pertumbuhan pendapatan non bunga ini jauh melampaui pendapatan non bunga di industri perbankan yang tumbuh negatif -4,2 persen.

Reporter: Wilfridus Setu Umbu

Sumber: Merdeka.com

4 Bank Ini Sudah Kurangi Ketergantungan Dolar AS

BNI
BNI. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Bank Indonesia (BI) bersama Bank Sentral Thailand dan Bank Negara Malaysia telah sepakat mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan dolar Amerika Serikat (AS). Hal ini kemudian dikenal dengan pengaturan local currency settlement (LCS) dan diatur oleh bank sentral dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 19/11/PBI/2017.

Kepala Departemen Pendalaman Pasar Keuangan BI Nanang Hendarsah, mengatakan empat dari tujuh perbankan yang mengikuti LCS, telah melakukan transaksi dengan perbankan Malaysia dan Thailand. Keempat perbankan tersebut antara lain, BNI, BCA, Bangkok Bank, dan Maybank.

"Ada tujuh bank, yang sudah aktif empat bank. Bank BNI, BCA, Bangkok bank, Maybank, sudah lakukan transaksi dengan eksportir dan importirnya. Antar bank sudah lakukan transaksi dan kami harap tiga bank lain melakukan juga. Yang belum itu Mandiri, BRI dan CIMB Niaga," ujar Nanang di Gedung BI, Jakarta, Jumat (13/4/2018).

Nanang mengatakan, hingga kini volume transaksi perbankan Indonesia dengan kedua negara mitra memang belum cukup banyak. Hal ini berbeda dengan volume transaksi Malaysia dan Thailand. Sebab, kedua negara tersebut telah lebih dahulu melakukan kerja sama sejak tiga tahun lalu.

"Antar bank sudah (mulai transaksi), walau angkanya masih kecil karena baru tiga bulan. Jangan bandingkan dengan Malaysia dan Thailand karena kedua negara itu sudah kerja sama tiga tahun. Kita masih terus mendorong transaksi ekspor impor menggunakan LCS," jelasnya.

Nanang menambahkan, BI terus melakukan sosialisasi terhadap eksportir dan importir agar menggunakan local currency. Namun demikian, hal tersebut masih sering mengalami kendala karena pengusaha di negara mitra kadang kala belum mau menggunakan local currency.

"Kendalanya kalau pihak di sana bisnis lawan di dua negara belum mau menggunakan local currency, maunya masih dolar AS. Tapi kan kami bekerja sama dengan Bank of Thailand dan Bank Negara Malaysia. Tentunya mendorong dunia usaha di sana untuk menggunakan tiga mata uang ini karena ini bukan kewajiban kan, masih opsional tapi kita dorong," tukasnya. 

 

Reporter : Anggun P. Situmorang

Sumber : Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya