Liputan6.com, Jakarta - Sejarah perjalanan seorang wali Allah sering kali dipenuhi kisah-kisah unik yang menginspirasi. Salah satunya adalah cerita tentang KH Hamim Thohari Djazuli atau yang lebih dikenal sebagai Gus Miek saat mondok di Pesantren Lirboyo.
Kisah ini menunjukkan bagaimana penglihatan mata batin seorang ulama mampu melihat potensi luar biasa pada diri seseorang.
Advertisement
Mengutip tayangan video di kanal YouTube @SPORTS_30626., diceritakan bagaimana Gus Miek, putra KH Djazuli, akhirnya menjadi santri di Pesantren Lirboyo berkat pandangan mata batin KH Mahrus Ali, pengasuh Pesantren Lirboyo.
Advertisement
Menjelang bulan Ramadhan, KH Mahrus Ali mendatangi Pesantren Al-Falah Ploso, tempat Gus Miek kecil berada. Kedatangannya bukan tanpa tujuan.
Ia datang untuk membawa Gus Miek ke Lirboyo, dengan keyakinan bahwa Gus Miek memiliki potensi besar sebagai wali Allah. Pandangan ini lahir dari mata batin KH Mahrus Ali, yang dikenal sangat tajam.
Baca Juga
Â
Beginilah Sikap Gus Miek di Pesantren Lirboyo
Mata batin lebih tajam daripada mata lahiriah, ujar narasi dalam video tersebut. Mata batin mampu melihat hal-hal yang tidak terbatas, bahkan menjangkau dimensi metafisika yang tidak bisa dijangkau oleh mata fisik.
Setelah dibawa ke Lirboyo, Gus Miek mondok di sana untuk pertama kalinya. Namun, perjalanan ini tidak berlangsung lama.
Ia hanya bertahan selama 16 hari sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang. Keputusan ini tentu menimbulkan tanda tanya, tetapi keunikan perilaku Gus Miek menunjukkan bahwa ia memiliki jalan hidup yang berbeda.
Saat mondok untuk kedua kalinya, Gus Miek kembali menunjukkan kepribadian yang unik. Ia sering menghindari guru-gurunya, lebih memilih tidur saat pelajaran berlangsung, bahkan terkadang meletakkan kitabnya di atas genteng.
Perilaku ini di luar kebiasaan santri pada umumnya, tetapi justru menjadi bukti bahwa Gus Miek memiliki cara pandang dan pendekatan yang berbeda terhadap ilmu agama.
Gus Miek juga sering bepergian daripada tinggal di dalam pesantren. Hal ini membuat beberapa orang bingung dengan tindakannya, namun mereka yang memahami jalan hidup Gus Miek melihatnya sebagai sesuatu yang sudah digariskan oleh Allah.
Kisah perjalanan Gus Miek di Lirboyo menjadi bukti nyata bahwa jalan hidup seorang wali Allah sering kali tidak sesuai dengan logika manusia. Hanya seorang wali yang mampu mengenali wali lainnya, seperti yang terjadi antara KH Mahrus Ali dan Gus Miek.
Advertisement
Ternyata Ini Pertimbangan Kiai Mahrus Ali
Keputusan KH Mahrus Ali untuk membawa Gus Miek ke Lirboyo bukan hanya berdasarkan pertimbangan logis, tetapi juga karena pandangan spiritual yang dalam. Hal ini menegaskan bahwa seorang ulama sejati tidak hanya melihat dengan mata fisik, tetapi juga dengan mata batin yang terhubung dengan Allah.
Perilaku Gus Miek yang unik selama di pesantren juga menjadi pelajaran bagi banyak orang. Ia menunjukkan bahwa setiap individu memiliki jalan hidup yang berbeda-beda, dan tidak semuanya bisa diukur dengan standar yang sama.
Meskipun hanya sebentar mondok di Lirboyo, pengalaman ini menjadi bagian penting dalam perjalanan hidup Gus Miek. Banyak pihak yang percaya bahwa ini adalah bagian dari rencana Allah untuk mempersiapkan Gus Miek menjalani misi besar di masa depan.
Cerita ini juga menjadi pengingat bagi umat Islam untuk tidak mudah menilai seseorang berdasarkan penampilan atau perilaku lahiriah semata. Ada banyak hal yang tidak terlihat oleh mata fisik tetapi memiliki makna yang mendalam.
KH Mahrus Ali dan Gus Miek adalah contoh nyata bagaimana hubungan spiritual dapat melampaui batasan duniawi. Pandangan mata batin KH Mahrus Ali mampu melihat potensi besar dalam diri Gus Miek, yang mungkin tidak disadari oleh orang lain pada waktu itu.
Kisah ini mengajarkan pentingnya kepekaan spiritual dalam memahami orang lain. Dengan kepekaan tersebut, seseorang dapat melihat potensi yang tersembunyi dan membantu mengarahkan individu tersebut menuju jalan yang lebih baik.
Bagi para santri dan umat Islam, cerita Gus Miek dan KH Mahrus Ali ini menjadi inspirasi untuk terus mendalami ilmu agama dan meningkatkan kepekaan spiritual. Dengan begitu, mereka dapat menjalani hidup dengan lebih bermakna dan sesuai dengan kehendak Allah.
Pada akhirnya, kisah ini mengingatkan kita bahwa perjalanan hidup seseorang tidak selalu bisa dimengerti dengan akal manusia. Hanya Allah yang tahu rencana terbaik untuk hamba-Nya, dan tugas manusia adalah terus belajar dan berserah diri kepada-Nya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul