Tantangan Terbang Lagi untuk Merpati Cukup Berat

Merpati Nusantara Airlines mengaku siap terbang lagi 2019. Namun, misi ini ternyata menjadi tantangan yang cukup berat.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 15 Nov 2018, 08:40 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2018, 08:40 WIB
Pesawat Merpati
Pesawat Merpati

Liputan6.com, Jakarta - Merpati Nusantara Airline mengaku siap terbang lagi 2019. Namun, diperkirakan misi ambisiusnya itu tak akan mudah dijalankan. Mengapa demikian?

Pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan banyak tantangan yang menanti Merpati. Sebagai perusahaan baru, Merpati harus memiliki fokus bisnisnya apakah akan bergerak di kelas Low Cost Carrier (LCC), premium class atau pesawat penerbangan perintis.

Dikatakan Alvin, dalam lima tahun terakhir industri maskapai dihadapkan pada situasi yang sulit. Mulai dari meningkatnya harga avtur hingga kurs dolar Amerika Serikat (AS) yang terus menguat.

"Coba perhatikan 5 tahun akhir industri penerbangan di Indonesia tidak ada pemain baru. Bahkan pemain lama berguguran atau konsolidasi. Misalnya Sriwijaya saja kode share dengan Garuda Indonesia. Industri penerbangan saat ini sudah mencapai tahap dewasa," kata Alvin kepada Liputan6.com, Kamis (15/11/2018).

Bahkan, dia memperkirakan ke depan hanya ada dua maskapai sebagai pemain besar di dalam negeri yaitu Garuda Indonesia dan Lion Air. Sementara maskapai lainnya akan dipaksa situasi untuk konsolidasi.

Tidak hanya itu, tantangan lain yang harus dihadapi Merpati persoalan Sumber Daya Manusia (SDM). Merpati berencana menggunakan pesawat buatan perusahaan Rusia, jenis MC-21.

"Kemudian, dia bilang mau menggunakan pesawat Rusia. Pesawat Rusia ini kan daya tariknya rendah. Kan menyangkut kemantapan pengguna jasa. Pesawat Rusia saat ini track record safety-nya tidak bagus. Kita lihat airline Rusia menggunakan Airbus dan Boeing," tambah Alvien.

"Belum lagi kalau pakai pesawat buatan Rusia pilotnya mau dari mana. Kita itu tidak punya pilot dengan pesawat itu, juga SDM maintenance-nya. Makanya saya tidak yakin," Alvin melanjutkan.

Untuk itu, sampai saat ini pihaknya masih belum bisa memahami apa keuntungan bagi investor kembali menghidupkan kembali Merpati.

"Dengan dana Rp 6,4 triliun logikanya mending buat perusahaan baru, tidak ada resiko hukum, tidak ada tanggungan kewajiban, dan sebagainya," pungkas Alvien.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya