Temui Harapan, Ada Investor Ingin Beli Merpati Airlines

PT Perusahaan Pengelola Aset menyatakan ada sejumlah investor yang berminat membeli Merpati Airlines.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 26 Mei 2018, 11:30 WIB
Diterbitkan 26 Mei 2018, 11:30 WIB
Pesawat Merpati
(Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Apa kabar nasib PT Merpati Nusantara Airlines (Persero)? Saat ini maskapai pelat merah ini tengah berada di fase antara hidup dan mati. Utang yang kini mencapai Rp 10,7 triiun menjadi misi Merpati untuk kembali terbang cukup sulit.

Namun hingga hari ini, ada sedikit harapan bagi Merpati. Setidaknya ada beberapa investor yang berminat membeli Merpati. Hal ini dari hasil penawaran yang diumumkan melalui koran-koran pada 17 April 2018.

"Dari hasil pengumuman itu ada beberapa investor yang menyatakan minatnya. Namun dilihat dari hal itu, paling potensial ada satu investor, ini investor dalam negeri tapi aliansinya luar negeri," kata Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) Henry Sihotang kepada wartawan, Sabtu (26/5/2018).

Investor tersebut diberikan waktu hingga 4 Juni untuk menyampaikan proposal rencana pengembangan Merpati ke depannya. Dari yang terpilih akan dibawa dalam proses persidangan PKPU yang tengah dialami Merpati. Sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) akan dilakukan pada 20 Juli 2018.

Jika dalam sidang PKPU tersebut Merpati dinyatakan layak untuk bangkit lagi. Hal itu menjadi titik awal perseroan untuk bisa kembali mengudara.

Henry menjelaskan, saat ini Merpati Nusantara Airlines masih memiliki tunggakan pembayaran pesangon karyawannya sebesar Rp 365 miliar dari total tunggakannya Rp 461 miliar. "Karena sebagian kita sudah bayarkan, sementara sisanya akan kita masukkan dalam proposal penawaran dengan investor," tambah dia.

Namun sebaliknya, jika hingga masa persidangan sejumlah investor tersebut mengundurkan diri atau proposal penawarannya ditolak, Merpati akan benar-benar dihapus dari daftar BUMN. (Yas)

 

Menteri Rini Prediksi 13 BUMN Masih Rugi pada 2017

20151006-Menteri BUMN Rini Soemarno di Komisi VI-Jakarta
Menteri BUMN Rini Soemarno saat mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi VI, Jakarta, Selasa (6/10/2015). Komisi VI menyetujui tambahan penyertaan modal negara (PMN) kepada 23 BUMN senilai Rp.34,32 triliun.(Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno mencoba memutar otak untuk mengatasi BUMN yang masih merugi hingga akhir 2017. Untuk mencari jalan keluar itu, dirinya mengumpulkan seluruh CEO BUMN di Parapat, Toba Samosir, Sumatera Utara, Kamis 21 Desember 2017.

Sampai akhir tahun ini setidaknya beberapa BUMN yang masih merugi antara lain PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, PT Kertas Leces (Persero), PT Dirgantara Indonesia (Persero) dan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero).

"Ada beberapa hal yang kita perdalam hari ini, salah satunya mengenai bagaimana menghadapi perusahaan yang merugi. Ada yang merugi sudah dari puluhan tahun, ada yang merugi karena memang operasionalnya sangat jelek," kata Rini di Samosir.

Rini Soemarno mengatakan, kerugian total BUMN mencapai Rp 13 triliun pada 2013. Kemudian pada 2016 kerugian sekitar Rp 5 triliun dan diperkirakan kerugian sekitar Rp 4 triliun pada 2017.

Dari total kerugian tahun ini, Rini Soemarno menuturkan, BUMN yang paling besar kerugiannya adalah Garuda Indonesia dan Krakatau Steel. Kerugian masing-masing BUMN di atas Rp 1 triliun.

Dua BUMN itu menjadi paling banyak merugi karena Garuda Indonesia tengah menghadapi persoalan persaingan bisnis. Untuk itu, Rini meminta efisiensi harus terus dilakukan Garuda Indonesia. Sementara untuk Krakatau Steel, kerugian lebih banyak disebabkan adanya dumping baja dari China.

"Tahun ini mungkin masih ada 12-13 BUMN (merugi). Dan nanti 2018 kita targetkan tidak ada lagi BUMN yang rugi," tutur dia. (Yas)

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya