Komisi Informasi Pusat Jelaskan Prosedur Pengaduan Terkait Kenaikan PPN 12%

Komisi Informasi Pusat menjelaskan bahwa masyarakat yang ingin mengajukan keluhan terkait kebijakan kenaikan PPN 12% harus melalui prosedur resmi yang telah ditetapkan.

oleh Fenicia Effendi diperbarui 25 Nov 2024, 15:30 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2024, 15:30 WIB
Anggota Komisi Informasi Pusat periode 2021-2025, Rospita Vici Paulyn.
Anggota Komisi Informasi Pusat periode 2021-2025, Rospita Vici Paulyn. (Liputan6.com/Fenicia Effendi)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Informasi Pusat (KIP) Republik Indonesia mengadakan press briefing bertema “Penegakan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dalam Isu Kenaikan PPN 12%” pada Senin (25/11/2024) di Aula KI Pusat, Jl. Abdul Muis No. 40, Jakarta Pusat.

Diketahui, Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025, kini tengah menjadi polemik dan menuai penolakan dari elemen masyarakat masyarakat. Maka menanggapi hal itu, Komisi Informasi Pusat menjelaskan bahwa masyarakat yang ingin mengajukan keluhan terkait kebijakan tersebut harus melalui prosedur resmi yang telah ditetapkan.

“Kalau dari Komisi Informasi, keluhan itu harus disampaikan secara resmi, jadi prosedurnya (masyarakat) harus menyampaikan keluhan dulu kepada badan publiknya, kalau pemerintah berarti melalui sat-nek,” ungkap Anggota Komisi Informasi Pusat periode 2021-2025, Rospita Vici Paulyn.

Jika badan publik tidak memberikan respons, masyarakat dipersilakan untuk mengadu kepada Komisi Informasi.

“Nah, setelah itu baru kalau tidak mendapat respons yang baik, baru bisa mengadu ke Komisi Informasi. Jadi prosedurnya harus seperti itu, karena tadi sekali lagi saya sampaikan Komisi Informasi itu sifatnya pasif,” lanjutnya.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), Komisi Informasi Pusat diminta untuk merespons isu-isu yang berkembang di masyarakat serta menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

“Kemarin kami baru habis RDP dengan Komisi 1. Dan kami diminta untuk merespon setiap isu-isu yang berkaitan dengan banyak orang. Karena di sini ada hak publik, ada hak masyarakat. Maka kami mencoba untuk merespons setiap persoalan yang terjadi di publik, supaya pemerintah bisa mendengarkan suara dari masyarakat melalui Komisi Informasi,” ungkap Vici.

Vici menjelaskan bahwa masyarakat sering kali belum mengajukan keluhan langsung ke Komisi Informasi karena prosedur mengharuskan keluhan diajukan terlebih dahulu kepada badan publik terkait.

“Cuman prosedurnya itu, masyarakat nggak bisa langsung ke Komisi Informasi. Jadi masyarakat harus ke badan publiknya dulu,” ujar Vici.

 

Bisa Ajukan Keluhan ke KIP

Namun, apabila badan publik tidak merespons, masyarakat dapat langsung mengajukan keluhan ke Komisi Informasi sesuai waktu kerja yang telah ditentukan.

“Kalau badan publiknya tidak merespon dengan baik, baru bisa ke Komisi Informasi. Nah itu prosedur seperti itu yang harus ditempuh oleh masyarakat. Dan itu diatur dengan waktu,” jelasnya.

Ia juga menambahkan bahwa waktu yang diatur dalam Undang-Undang KIP menyebabkan proses pengaduan menjadi lebih lama.

“Menurut Undang-Undang KIP cukup panjang. 10 hari kerja masa respon dari badan publik. Sehingga kadang-kadang pemohon informasi merasa terlalu lama, terlalu panjang waktu itu, sementara (masyarakat) butuh sesuatu yang direspon dengan cepat,” tutup Vici.

Mengapa Masyarakat Khawatir Terhadap kenaikan PPN?

Menurut Rospita Vici Paulyn, masyarakat khawatir dengan kenaikan PPN karena beberapa hal, yakni sebagai berikut:

  1. Beban Ekonomi yang Masyarakat, kenaikan PPN secara langsung cukup berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa. Tentunya hal ini mengkhawatirkan akan menurunnya daya beli terhadap masyarakat, terutama kelompok rentan yang pengeluarannya sebagian besar diarahkan untuk kebutuhan dasar seperti makanan dan transportasi.
  2. Minimnya Sosialisasi Kebijakan, sebagian besar masyarakat tidak memahami alasan kenaikan PPN maupun masyarakatnya.  Hal ini menunjukan adanya kesenjangan dalam komunikasi pemerintah terkait kebijakan publik. Sangat penting untuk pemerintah melakukan sosialisasi terhadap kebijakan ini karena sangat berdampak kepada masyarakat luas.
  3. Kurangnya Transparansi, banyak masyarakat merasa skeptis terhadap pengelolaan dana publik oleh pemerintah. Pendapat para pengamat pajak menyatakan bahwa reaksi negatif masyarakat terhadap kenaikan PPN mencerminkan rendahnya kepercayaan bahwa pajak yang mereka bayar akan kembali dalam bentuk fasilitas publik atau jaminan sosial.
  4. Pelemahan Daya Konsumsi Masyarakat, ditengah badai PHK dan deflasi, kenaikan PPN akan melemahkan daya konsumsi yang masih menjadi penopang terbesar bagi kinerja ekonomi masyarakat. Harga barang dan jasa akan naik, karena umumnya produsen dan penjual akan membebankan pajak tsb kepada para konsumen. 
Infografis Deretan Barang Kemungkinan Naik Setelah Berlaku PPN 11 Persen. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Deretan Barang Kemungkinan Naik Setelah Berlaku PPN 11 Persen. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya