Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, menyebut program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk penanganan pandemi virus corona (Covid-19) yang disahkan lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 masih memiliki celah.
Aviliani menyoroti adanya konflik kepentingan antara bank peserta yang ditunjuk pemerintah untuk menyalurkan likuiditas, serta bank pelaksana yang bisa klaim kebutuhan uang hingga seberapa besar.
Menurut dia, yang menjadi perdebatan yakni terkait penempatan dana yang berpindah tangan dari bank peserta kepada bank pelaksana.
Advertisement
"Ibaratnya itu jeruk makan jeruk, karena dia harus mengevaluasi bank juga. Itu sebenarnya enggak boleh. Ada terjadi namanya conflict of interest, dimana bank peserta harus mengevaluasi bank pelaksana," kecamnya dalam sesi teleconference, Jumat (15/5/2020).
Oleh karenanya, Aviliani menilai pemerintah harus membuat peraturan turunan, baik dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) maupun Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) untuk mengatasi konflik kepentingan tersebut ditengah Covid-19.
"Harus ada governance yang terjadi, supaya nanti bank peserta enggak ketiban risikonya. Karena bisa jadi bank pelaksana hari ini bagus, sehat, diberikan likuiditas, besoknya bisa jadi enggak sehat," ujarnya.
Â
Melalui APBN
Kehadiran regulasi turunan itu disebutnya dapat bertanggungjawab kepada pelaksanaan penyaluran dana yang dipegang oleh bank peserta dan bank pelaksana.
"Jadi memang prinsip dasar dari PP ini adalah untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui anggaran pemerintah yaitu APBN, supaya terjadi stabilitas sistem keuangan," pungkas Aviliani.
Advertisement