Liputan6.com, Jakarta Ratusan barang hasil penindakan dan bukti penyidikan pada 2018, 2019, dan 2020 dimusnahkan oleh Bea Cukai Wilayah Khusus Kepulauan Riau, Kamis (14/5). Pemusnahan tersebut merupakan bukti nyata pelaksanaan fungsi Bea Cukai selaku community protector.
Tak hanya itu, peran Bea Cukai sekaligus membatasi beredarnya barang yang dianggap mengganggu kesehatan jika dikonsumsi masyarakat, serta melindungi industri dalam negeri seperti minuman keras (miras), rokok, dan smartphone ilegal.
Kepala Kantor Bea Cukai Wilayah Khusus Kepulauan Riau, Agus Yulianto menjelaskan bahwa sebagai wujud nyata community protector, barang hasil penindakan sebagai eksekusi terhadap perkara yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus dimusnahkan.
Advertisement
"Pemusnahan ini dilakukan dengan berbagai metode seperti menggilas dengan alat berat, direndam air, serta pembakaran terhadap barang-barang tersebut," jelas Agus.
Agus juga menyampaikan, dalam kesemaptan kali ini Bea Cukai memusnahkan minuman keras ilegal yang terdiri dari 15.575 kemasan minuman keras ilegal, 2.507.762 batang rokok ilegal, dan 3.427 unit smartphone ilegal.
"Total nilai barang ditaksir mencapai Rp18,2 miliar dengan potensi kerugian negara mencapai Rp26,4 miliar," ujar Agus.
Selain nilai material tersebut di atas, terdapat juga nilai immaterial bila dibayangkan apabila barang tersebut beredar di pasaran bebas, bukan hanya terganggunya pertumbuhan industri dalam negeri, tapi juga dapat meningkatkan kerawanan sosial.
Bea Cukai terus menerus mengawasi peredaran barang kena cukai (BKC) yang ada di masyarakat serta barang-barang untuk melindungi industri dalam negeri. Diharapkan dengan pemusnahan ini, Bea Cukai bertanggung jawab untuk menindaklanjuti barang yang impornya tidak sesuai dengan ketentuan.
Dengan demikian, perusahaan yang bergerak pada bisnis Impor BKC dapat mematuhi peraturan yang berlaku. Bea Cukai juga berharap agar penindakan yang dilakukan dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang aturan kepabeanan dan cukai, sekaligus meningkatkan sinergi yang kuat antar instansi, tokoh adat, dan tokoh masyarakat.
(*)