Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Fernando Repi membeberkan, dalam 3-4 bulan terakhir, pengusaha ritel telah memasuki era post normal pandemi Covid-19.
Menurut dia, pengusaha ritel tidak memiliki pilihan lain untuk melanjutkan usaha, selain dengan memanfaatkan teknologi. Untuk itu, pemanfaatan omni channel menjadi solusi pamungkas untuk bertahan hidup di tengah wabah.
Baca Juga
"Awalnya, enggak pernah menyangka dalam tahun ini kita bisa (menjual) lewat social messaging. Kita pikir, ini untuk dua tahun ke depan, tapi ternyata harus dilakukan sekarang," ujar Fernando dalam webinar, Jumat (16/10/2020).
Advertisement
Sebagai informasi, omni channel ialah model bisnis lintas kanal yang memadukan layanan online dan offline. Jadi, selain memiliki gerai fisik, para peritel juga merambah ke kanal online dengan menjual produk di platform e-commerce, mobile commerce, dan media sosial.
Fernando melanjutkan, dengan adanya pembatasan sosial dan penerapan WFH, masyarakat cenderung berbelanja lewat omni channel yang menawarkan beragam pilihan transaksi. Biasanya, mereka berbelanja di e-commerce.
Lalu ke depan, peritel juga akan menerapkan konsep toko yang lebih kecil dan ramah lingkungan. Selain kesadaran konsumen akan tingkat higienitas toko yang semakin tinggi, kehadiran omni channel juga membuat gerai-gerai fisik tidak lagi jadi wadah utama untuk menjual produk.
"Kami juga akan lakukan focusing produk yang didukung dengan big data, sehingga produk yang dijual bisa lebih maksimal. Akan lebih banyak kolaborasi dengan digital payment, online delivery, dan sebagainya supaya memudahkan dalam berbelanja," katanya.
Adapun di kuartal 4 ini, Aprindo memproyeksi penjualan online bakal berkontribusi sebesar 5 hingga 6 persen terhadap total penjualan reguler. Angka ini tergantung dari strategi, kreativitas, dan kolaborasi ritel untuk memberikan pengalaman baru terhadap konsumen.
"Kita harap tahun depan keseluruhan ritel modern nanti (penjualan online) bisa berkontribusi hingga 20 persen," ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
PSBB Pukul Aktivitas Ritel dan Restoran di Jakarta
Kebijakan pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam menangani Covid-19, turut berimbas pada aktivitas perekonomian. Seperti pelonggaran dan pengetatan PSBB yang masing-masing memiliki implikasi terhadap perkembangan ekonomi. Termasuk aktivitas ritel dan restoran.
Bank Mandiri melalui Mandiri Institute mencatat kunjungan ke pusat belanja di bulan September sekitar 57 persen dari kondisi normal. Angka ini sama dengan kunjungan di bulan Agustus (57 persen).
“Kenaikan angka kunjungan di DKI tampaknya dipengaruhi oleh rencana Pemda DKI untuk memberlakukan PSBB jilid II. Hal ini memicu masyarakat untuk mengunjungi shopping mall sebagai bentuk antisipasi,” ujar Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro dalam media briefing, Kamis (24/9/2020).
Sementara itu, penurunan angka kunjungan pusat belanja terjadi di Kota Makassar, yang pada bulan September menjadi 58 persen, turun dari 66 persen di bulan Agustus.
Adapun tingkat kunjungan ke restoran mengalami kenaikan tipis di bulan September sebelum pengetatan kembali PSBB di DKI Jakarta.
Pada bulan September sebelum PSBB II DKI, tingkat kunjungan ke restoran tercatat mencapai 53 persen dari situasi normal, naik tipis dari 52 persen dari bulan Agustus.
“Dampak dari PSBB II langsung terasa di sektor jasa makanan dan minuman. Dengan mengambil sampel restoran yang sama, kami menemukan PSBB II menekan angka kunjungan ke restoran di DKI Jakarta hingga menjadi 19 persen dari angka kunjungan normal,” jelas Andry.
Dalam survei ini, Mandiri Institute menemukan hal menarik, dimana kunjungan ke restoran ke daerah sekitar—Depok, Tangerang dan Tangerang Selatan dalam satu minggu setelah PSBB II justru meningkat. “Angka kunjungan ke restoran di Tangerang Selatan naik hingga mencapai 59 persen pasca PSBB II,” kata dia.
Advertisement