Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tampaknya perlu menimbang kembali penyaluran bantuan sosial (bansos) dalam bentuk barang sembako. Pasalnya, penyaluran bansos semacam ini dinilai rawan penyelewengan seperti korupsi.
Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira mengatakan, bansos berupa sembako ini rentan disalahgunakan. Hal ini, kata dia, bukanlah hal yang baru dan bahkan sudah sering terjadi. Dimana ada potensi kongkalikong dalam proses pengadaan barangnya.
“Sembako ini sering berulang, sebenarnya bukan hal yang baru. sembako ini rentan, karena dalam pengadaan barang dan jasanya ini banyak pihak yang bisa bermain,” kata dia kepada Liputan.com, Selasa (8/12/2020).
Advertisement
“Karena dalam proses pengadaan Barangnya bisa suap menyuap untuk memenangkan perusahaan penyedia barangnya,” sambung dia.
Oleh karena itu, Bhima menyarankan kepada pemerintah agar bansos diberikan dalam bentuk uang tunai saja. Hal ini dinilai lebih transparan karena bisa ditelusuri melalui sistem perbankan.
“Dari dulu saya sepakatnya transfer tunai. Karena transaksinya melewati sistem keuangan itu bisa di-trace, ada laporannya kemudian juga data penerima itu kan dia harus bikin rekening di perbankan. Disitu semua data pribadinya tercatat,” kata Bhima.
Dengan begitu, jadi kecil kemungkinan terjadinya penyimpangan. Pengawasannya-pun akan jadi relatif lebih mudah karena diberikan langsung ke rekening penerima.
Dihubungi secara terpisah, ekonom senior Piter Abdullah menuturkan hal serupa. Menurutnya, pemerintah seharusnya bisa belajar dari kasus-kasus terdahulu dan segera membenahi sistem penyaluran bansos yang lebih transparan dan efisien.
“Pemerintah seharusnya membangun sistem penyaluran bansos yang sudah sepenuhnya memanfaatkan teknologi informasi digital dan disupport dengan data penerima yang lengkap,” ujar dia.
Dengan begitu, pengawasan dan pengecekan penyaluran bansos dapat dilakukan oleh semua pihak. di sisi lain, hal ini sekaligus mengurangi minat dan peluang penyelewengan.
“Selain itu perlu dipertimbangkan juga bansos tidak diberikan dalam bentuk barang sembako,” pungkas dia.
Ekonom soal Korupsi Mensos Juliari Batubara: Ini Kejahatan Luar Biasa
Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara resmi ditetapkan sebagai tersangka korupsi bansos COVID-19. Kasus ini disayangkan mengingat pada masa pandemi, kondisi keuangan negara sedang mengalami krisis.
“Sangat memprihatinkan, di tengah bencana covid-19 saat ini ada yg tega mengkorupsi bantuan sosial. Ini adalah kejahatan luar biasa yg harus ditindak tegas,” ujar ekonom senior, Piter Abdullah kepada Liputan6.com, Selasa (8/12/2020).
Piter menilai, korupsi bansos ini terjadi bukan dikarenakan kesalahan model bantuan. Sebab menurutnya, tidak ada model bansos yang sepenuhnya bebas dari potensi penyelewengan atau korupsi.
“Semua terpulang kepada oknumnya. Tetapi memang peluang penyelewengan itu semakin besar ketika sistemnya tidak dipersiapkan secara lebih baik apalagi bila tidak di support data penerima bansos yang baik,” kata dia.
Piter menekankan, korupsi bukan semata-mata soal seberapa besar nominalnya. Melainkan perbuatan keliru yang dengan sadar dan sampai hati dilakukan di tengah krisis.
“Nilai yg dikorupsi mungkin tidak terlalu besar. Tapi korupsi bukan masalah jumlah uang. Tetapi itikad yang ada di dalamnya. Apalagi dilakukan di tengah bencana,” kata Piter.
Lebih lanjut, Piter mengatakan pemerintah seharusnya bisa belajar dari kasus-kasus terdahulu dan segera membenahi sistem penyaluran bansos yang lebih transparan dan efisien.
“Pemerintah seharusnya membangun sistem penyaluran bansos yang sudah sepenuhnya memanfaatkan teknologi informasi digital dan disupport dengan data penerima yang lengkap,” ujar dia.
Dengan begitu, pengawasan dan pengecekan penyaluran bansos dapat dilakukan oleh semua pihak. di sisi lain, hal ini sekaligus mengurangi minat dan peluang penyelewengan.
“Selain itu perlu dipertimbangkan juga bansos tidak diberikan dalam bentuk barang sembako,” pungkas dia.
Advertisement