Liputan6.com, Jakarta - Datangnya pandemi Covid-19 memporakporandakan dunia. Tak hanya soal penyebaran penyakit, kecemasan bertambah ketika aktivitas ekonomi pincang dan mengancam kesejahteraan ke depan. Sebagian besar mata pencaharian lumpuh, terutama di sektor yang bergantung pada pergerakan masyarakat, seperti perdagangan.
Namun bagi Nurchaeti, pemilik pabrikan CV N&N Internasional, kegetiran ini harus diterjang. Bukan hanya demi kelangsungan hidupnya, namun orang lain yang menggantungkan nasib padanya.
Advertisement
Memang, sejak pandemi datang, bisnis yang digeluti Titi, panggilan akrab Nurchaeti, jungkir balik. Awalnya, perusahaan yang berdiri tahun 2016 itu memproduksi keripik buah. Produknya diminati pasar internasional. Belasan negara, termasuk negara Eropa dan kawasan Timur Tengah, mengimpor produk olahan Titi yang menawarkan citarasa nusantara. Membanggakan sekaligus membantu pendapatan negara.
Advertisement
Namun akhir Desember tahun lalu, China mengumumkan kasus Covid-19 pertamanya. Dunia mulai siaga. Akses antar negara ditutup, dan tentu saja, kegiatan ekspor impor terpengaruh. Gegaranya, penjualan produk Titi anjlok hingga 70 persen.
"Saya pikir, bagaimana karyawan tidak kehilangan pekerjaan dan tetap menghasilkan? Akhirnya, di tahun 2020, kami bikin divisi snack box dan lunch box," ujar Titi saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (11/3/2021).
Berkat keuletannya, divisi anyar yang digagas Titi mampu membalikkan pendapatan yang semula ambles jadi merangkak naik. Buktinya, Titi bisa membeli 2 ruko bisnis secara tunai untuk mengembangkan bisnisnya. Tak hanya itu, perusahaan Titi juga malah membuka rekrutmen untuk posisi baru, tanpa memangkas karyawan yang ada.
"Ini hikmah, saya bersyukur karena mendapat kesempatan keluar dari zona nyaman saya," pungkasnya.
Memang jadi prestasi yang patut diacungi jempol, namun bukan itu poin utamanya. Meski beberapa pengusaha mendulang rupiah lebih banyak di saat pandemi ketimbang di kondisi sebelum pandemi, namun pebisnis yang memberdayakan kelompok rentan dalam mengembangkan usahanya bisa dihitung jari.
Titi termasuk di dalamnya. Sebagai wanita yang pernah bekerja 3 tahun sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI), atau yang saat ini disebut Pekerja Migran Indonesia (PMI), Titi memahami betul kalau PMI butuh ruang untuk sekadar bekerja.
Sebanyak 70 persen karyawan CV N&N International berasal dari PMI yang sudah tidak bekerja lagi. Lalu 15 persennya berasal dari kalangan masyarakat yang minim titel pendidikan.
"Kami punya rumah belajar pekerja migran, siapapun yang mau belajar itu silakan, free. Kami ajarkan 1.000 orang tanpa biaya apapun, asal mereka mau belajar," katanya.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pelatihan
Pelatihan yang digelar terbukti memberi manfaat nyata. Beberapa muridnya bahkan bisa berbisnis sendiri dan memiliki 2 hingga 3 cabang. Beberapa karyawannya di perusahaan juga berhasil memiliki posisi penting meski tidak menamatkan pendidikan sekolah dasar.
Sisanya, ibu rumah tangga di lingkungan sekitarnya yang ikut memiliki pendapatan tambahan dan membantu ekonomi keluarga di tengah pandemi.
"Kami nggak lihat background, latar belakang, latar pendidikan. Mau kamu mantan preman, kalau mau berusaha, kita belajar sama-sama," ujarnya.
Menurut Titi, pemberdayaan masyarakat lebih dari sekadar mempekerjakan orang. Rantai manfaatnya sangat panjang, mulai dari membantu masyarakat bertahan hidup hingga mempengaruhi kemajuan negara sebesar Indonesia.
"Karena meskipun kita, diibaratkan punya usaha, mengajak 10 orang untuk bekerja sama kita, 10 orang saja, apakah itu bukan namanya menciptakan lapangan kerja? Kalau yang melakukan seperti ini banyak, pasti lebih banyak lagi lapangan kerja tercipta, dan masalah pengangguran akan berangsur teratasi," pungkasnya.
Advertisement