RUU KUP Segera Dibahas DPR, Tarif PPN Siap-Siap Naik Jadi 12 Persen

Revisi perpajakan akan segera dibahas bersama pemerintah dalam waktu dekat.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Jun 2021, 15:11 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2021, 13:50 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah menyatakan, pembahasan revisi perpajakan akan segera dibahas bersama pemerintah dalam waktu dekat. Paling tidak pada masa sidang yang berakhir pada 16 Juli 2021 mendatang.

Revisi aturan mengenai perpajakan, di dalamnya memuat mulai dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga tax amnesty jilid II. Adapun revisi sejumlah aturan itu tertuang dalam revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

"Akan ada perkembangan pembahasan untuk RUU KUP yang akan bergulir. Insyaallah pada sidang kali ini, tentu di Komisi XI," ujarnya dalam rapat panitia kerja (panja) asumsi dasar dan kebijakan fiskal dengan pemerintah, di DPR RI, Jakarta, Kamis (10/6).

Berdasarkan draf RUU KUP yang diterima merdeka.com, ada sejumlah aturan perpajakan yang akan dilakukan pemerintah. Mulai dari pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) minimum 1 persen pada perusahaan merugi, menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, hingga tax amnesty jilid II.

Untuk PPh minimum, perusahaan atau wajib pajak badan akan dikenakan PPh minimum jika memiliki PPh tidak melebihi 1 persen dari penghasilan bruto.

Selain itu, pemerintah juga akan mengenakan tarif PPh 35 persen bagi wajib pajak yang memiliki pendapatan kena pajak di atas Rp5 miliar dalam setahun.

Untuk PPN, selain menaikkan tarif menjadi 12 persen, pemerintah juga akan menghapus sejumlah barang dan jasa yang selama ini bebas PPN.

Untuk barang, ada dua kelompok yang akan dihapus dari kategori bebas PPN. Keduanya yaitu hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk batu bara, dan barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak atau sembako.

Sementara untuk kelompok jasa, ada sebelas kelompok jasa yang akan dihapus dari kategori bebas PPN. Di antaranya jasa pendidikan sekolah seperti PAUD, SD-SMA, perguruan tinggi, dan pendidikan luar sekolah seperti kursus.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Anak Buah Sri Mulyani Beri Bocoran soal Rencana Perubahan Tarif PPN

DJP Riau-Kepri Pidanakan 2 Pengemplang Pajak
Ilustrasi: Pajak Foto: Istimewa

Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, memberikan penjelasan tentang rencana pemerintah mengubah tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Tarif PPN akan disesuaikan untuk barang-barang tertentu.

Yustinus mengatakan, isu yang diangkat dalam rencana PPN bukan soal kenaikan dan tidak, tapi untuk mengurangi distorsi. Pemerintah disebut ingin memberikan fasilitas yang tepat sasaran.

Melalui rencana ini, PPN untuk barang-barang kebutuhan masyarakat yang mungkin saat ini dikenai pajak 10 persen, nantinya bisa turun menjadi 7 persen atau bahkan 5 persen.

"Sebaliknya barang-barang yang tidak dibutuhkan masyarakat banyak, tapi dikonsumsi oleh kelompok atas yang mungkin sifatnya terbatas itu bisa dikenai pajak lebih tinggi. Itu yang sekarang sedang dirancang, jadi isunya lebih pada bagaimana sistem PPN kita lebih efektif dan kompetitif menciptakan keadilan dan juga berdampak baik pada perekonomian," jelas Yustinus dalam webinar Infobank pada Kamis (3/6/2021).

Oleh sebab itu, menurut Yustinus, wacananya bukan soal kenaikan tarif PPN. Terlebih saat ini pandemi Covid-19, sehingga pemerintah tidak bisa mendorong atau mengejar penerimaan pajak secara agresif karena dinilai tidak bijak.

"Maka kita buatkan payung kebijakan yang mungkin penerapannya bisa satu hingga dua tahun lagi. Tapi kita siapkan sekarang mumpung kita punya kesempatan," ungkapnya. 

Sembako hingga Pasir Bakal Kena PPN 12 Persen, Ini Daftar Lengkapnya

Beras
Ilustrasi Beras (Istimewa)

Pemerintah berencana akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sejumlah bahan pokok (sembako). Ketentuan PPN sembako ini telah diterbitkan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Mengacu Pasal 4A RUU KUP, Kamis (10/6/2021), sembako dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN.

Sembako sebagai barang yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebelumnya tidak dikenakan PPN, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 144 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.

Dengan begitu, ada 13 kategori sembako pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 yang nantinya akan dikenai PPN, antara lain:

1. Beras dan Gabah

2. Jagung

3. Sagu

4. Kedelai

5. Garam Konsumsi

6. Daging

7. Telur

8. Susu

9. Buah-buahan

10. Sayur-sayuran

11. Ubi-ubian

12. Bumbu-bumbuan

13. Gula Konsumsi

Barang Hasil Tambang

Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Tidak hanya sembako, jenis barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya juga kini dihapus dari daftar pengecualian PPN.

Seperti dikutip dari PP Nomor 144/2000, berikut daftar hasil pertambangan/pengeboran yang akan dikenakan PPN:

1. Minyak Mentah (crude oil)

2. Gas Bumi

3. Panas Bumi

4. Pasir dan Kerikil

5. Batubara sebelum diproses menjadi Briket Batubara

6. Bijih Besi, Bijih Timah, Bijih Emas, Bijih Tembaga, Bijih Nikel, dan Bijih Perak serta Bijih Bauksit

Adapun besaran tarif PPN seperti diatur dalam Pasal 7 RUU KUP adalah 12 persen. Tarif PPN sendiri dapat diubah jadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya