Liputan6.com, Jakarta - Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia memiliki potensi menjadi poros maritim dunia. Artinya, kegiatan maritim yang melingkupi logistik dan lainnya bakal menjadikan Indonesia sebagai pusatnya.
Namun, dalam mengejar target ini, bergantung pada seberapa tingkat para pemangku kepentingan bagaimana maritim di Indonesia mampu membangun dukungan. Misalnya dengan infrastruktur penunjang kegiatan maritim di Indonesia.
Baca Juga
Manajer Timnas Indonesia Merasa Kecewa dengan Tagar 'Shin Tae-yong dan Erick Thohir Out', Sebut Tak Masuk Akal
Nagita Slavina Dikritik Saltum Saat Dampingi Raffi Ahmad Temui Menteri Lihat Wajah Baru Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta
Timnas Indonesia yang Gagal di Piala AFF 2024 Awalnya Direncanakan untuk Pertahankan Medali Emas di SEA Games
“Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar punya potensi jadi poros maritim dunia, salah satu pilar untuk ini terdapat pada kemampuan dalam kita membangun budaya maritim, baik dalam pengelolaan sumber daya laut, infrastruktur, dan konektivitas dari maritim guna kita menjadi poros maritim dunia,” kata Menteri BUMN Erick Thohir dalam Webinar Potret Masa Depan Industri Logistik Indonesia di Era Disrupsi, Selasa (23/11/2021).
Advertisement
Terkait konektivitas laut, Menteri Erick menyinggung terkait Tol Laut yang sejalan dengan visi Nawacita Presiden Joko Widodo. Tujuannya menghubungkan arus produksi dan distribusi dari ujung barat ke ujung timur Indonesia melalui jalur laut.
“Tentu sebagai sepertiga kekuatan ekonomi Indonesia, BUMN siap memikul amanah tersebut, demi mencapai merdeka berdaulat, salah satunya menjaga konektivitas dari Sabang sampai Merauke,” katanya.
Tantangan
Upaya-upaya yang disebutkan Menteri Erick tersebut tak terlepas dari beberapa tantangan yang dihadapi menjelang 2022. Artinya, tantangan ini menyasar langsung kegiatan logistik di Indonesia.
Pertama, adanya kerentanan rantai pasok global yang dipengaruhi oleh kurangnya kontainer, keterlambatan pengiriman dan adanya gap antara supply dan demand.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Perdagangan Global
Kedua, di sektor kebijakan perdagangan global, adanya tekanan perdagangan akibat penerapan sejumlah kebijakan seperti proteksionisme, perang dagang atau harga, dan peningkatan pajak.
“Baru saja saya rapat dengan Dubes Korea, pertama kali Korea kekurangan untuk pupuk urea untuk industri, minta kita ekspor kesana, dan ini tentu hal-hal yang terjadi saat ini,” katanya.
“supply chain, ini juga sangat memengaruhi, dimana kita diminta raw material kita dikirim ke luar negeri. Ini harus kita seimbangkan,” imbuh Erick.
Kemudian, poin ketiga, adanya global shock dengan adanya pelemahan ekonomi akibat pandemi Covid-19 yang berimbas kepada penurunan demand sejumlah komoditas. Misalnya, bahan baku industri, produk jadi industri (otomotif dan elektronik), barang impor dan ekspor, serta pertambangan.
“Tentu hal in karena tekanan tadi di atas ada global shock, harga komoditas makin tinggi, ini yang perlu kita antisipasi, jangan sampai kita tak siap sehingga kita dapat shock,” kata Erick.
Advertisement