Liputan6.com, Jakarta - Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P.Sasmita menuturkan, kekayaan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) yang jumbo menjadi sorotan publik menunjukkan pekerjaan rumah (PR) reformasi Kementerian Keuangan belum selesai.
Nama Rafael Alun Trisambodo, mantan Kepala Bagian Umum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Kantor Wilayah Jakarta Selatan menjadi perhatian publik. Hal ini seiring kasus dugaan penganiayaan sang anak Mario Dandy Satriyo kepada David Latumahina. Kasus penganiayaan tersebut menarik perhatian warganet hingga soroti gaya hidup mewah Mario Dandy. Di media sosial, Mario Dandy mengunggah barang mewah seperti Jeep Rubicon. Warganet seperti menelusuri kekayaan yang dimiliki Rafael Alun Trisambodo.
Sempat beredar di media sosial, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Rafael Alun Trisambodo. Tercatat kekayaan Rafael Alun Trisambodo mencapai Rp 56,10 miliar. Padahal Rafael Alun Trisambodo menjabat sebagai Kepala Bagian Umum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Kantor Wilayah Jakarta Selatan. Kekayaan Rafael mencapai Rp 56 miliar itu pun menjadi perhatian publik.
Advertisement
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menuturkan, pihaknya sudah pernah berkirim surat kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan (Itjen Kemenkeu) mengenai harta mencurigakan milik Rafael Alun Trisambodo.
Nawawi menuturkan, surat dikirim ke Itjen Kemenkeu pada 2020. Surat berkaitan dengan ketidaksesuaian harta Rafael dengan posisi yang diemban.
"KPK sebenarnya pernah mengirimkan surat pada Januari 2020 ke Irjen Kementerian Keuangan mengenai indikasi kekurangsesuaian profil yang bersangkutan ini dengan nilai harta kekayaan dalam LHKPN," tutur Nawawi dalam keterangannya, Jumat, 24 Februari 2023, seperti dikutip dari Kanal News Liputan6.com.
Ronny menuturkan, hal berkaitan dengan mantan pegawai Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo dapat membuat masyarakat antipati terhadap lembaga negara terutama Ditjen Pajak. Hal ini berpotensi pengaruh terhadap rasio penerimaan pajak atau tax ratio. Ia menuturkan, ada anggapan masyarakat kalau bayar pajak tetapi pemakaiannya disalah gunakan, padahal kemungkinan bukan seperti itu.
“Masyarakat jadi resistance bayar pajak, uang (pajak-red) buat begini, tetapi kenyataan tidak demikian. Tidak makan uang negara tetapi kurangi pembayaran pajak, misalkan pembayar pajak seharusnya bayar pajak Rp 1 triliun jadi Rp 200 miliar,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Minggu, 26 Februari 2023.
Pengamat: PR Reformasi di Kementerian Keuangan Belum Selesai
Ronny mengatakan, saat ini menjadi momen Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan reformasi besar-besaran di Kementerian Keuangan terutama Ditjen Pajak. Hal tersebut dapat menjadi warisan Sri Mulyani di Kementerian Keuangan. Ronny menilai, waktu sekitar dua tahun dapat dilakukan Sri Mulyani untuk reformasi seiring harta mantan pejabat Ditjen Pajak yang jumbo menjadi sorotan.
“PR reformasi di Kementerian Keuangan belum selesai. Ada pejabat di kantor pajak yang hartanya (dekati-red) Sri Mulyani. Jadi pertanyaan, hasil audit dipertanyakan,” ujar dia.
Selain itu, ia menilai, Sri Mulyani dan jajaran petinggi Kementerian Keuangan seharusnya mengetahui anak buah. Masyarakat, menurut dia mungkin curiga seiring gaya hidup yang ditampilkan pegawai Ditjen pajak tetapi tidak bisa membuktikan asal usul kekayaan. Kekayaan yang dilaporkan oleh pegawai Ditjen Pajak berkaitan dengan kelayakan dan kewajaran.
"PR Sri Mulyani reformasi Kementerian Keuangan. Kembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Ditjen Pajak. Ditjen Pajak lebih bersih, efektif dalam bekerja, dan tax ratio naik,” kata dia.
Puncak Gunung Es
Ronny menilai, hal yang berkaitan dengan Rafael Alun Trisambodo seiring memiliki harta jumbo adalah “puncak gunung es”. “Diduga banyak pejabat Ditjen Pajak. (Rafael Alun Trisambodo-red) bukan kasus tunggal. Kemungkinan di dalam lebih besar. Oleh karena itu perlu reformasi,” ujar dia.
Advertisement
Sri Mulyani Dinilai Perlu Bentuk Satgas Periksa Kewajaran Kekayaan Pegawai Pajak
Sebelumnya, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P.Sasmita menilai, Menteri Keuangan Sri Mulyani perlu membentuk satuan tugas (satgas) untuk memeriksa kewajaran dan kelayakan pegawai di Kementerian Keuangan terutama Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Hal ini setelah mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Rafael Alun Trisambodo mencatat kekayaan Rp 56,10 miliar.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diakses di e-lhkpn KPK untuk penyampaian laporan kekayaan pada 17 Februari 2022 untuk laporan 2021, Rafael mencatat kekayaan mencapai Rp 56,10 miliar. Sedangkan Rafael Alun Trisambodo menjabat sebagai Kepala Bagian Umum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Kantor Wilayah Jakarta Selatan II.
Fakta itu terkuak setelah kasus dugaan penganiayaan sang anak, Mario Dandy Satriyo terhadap David Latumahina menjadi sorotan. Warganet menyoroti gaya hidup mewah Mario yang memamerkan Jeep Rubicon. Hal tersebut juga membuat perhatian warganet untuk mencari tahu kekayaan yang dimiliki orangtua Mario. Beredar LHKPN Rafael Alun di media sosial dan diketahui kekayaan mencapai Rp 56 miliar, bahkan Jeep Rubicon belum dilaporkan di LHKPN tersebut.
Kekayaan Rafael beda tipis dengan pimpinan tertinggi di Kementerian Keuangan yakni Sri Mulyani. Berdasarkan LHKPN KPK, harta Sri Mulyani tercatat Rp 58,04 miliar.
Ronny menuturkan, melihat harta kekayaan Rafael yang beda tipis dengan pimpinan tertinggi di Kementerian Keuangan yakni Sri Mulyani, seharusnya laporan harta kekayaan bukan hanya dilaporkan saja. Menteri Keuangan Sri Mulyani dan jajaran Kementerian Keuangan, menurut Ronny perlu melakukan tes kelayakan dan kewajaran kekayaan pegawai Ditjen Pajak.
“Sri Mulyani dan jajaran harus lebih tahu anak buah. Kementerian Keuangan dan Ditjen Pajak tidak hanya menanyakan kewajaran untuk obyek pajak, tetapi tingkat kewajaran harus dipantau (kekayaan pegawai ditjen pajak-red). Sebelum dan sesudah menjabat. Laporan harta kekayaan memang diaudit setiap tahun,laporan harta, tetapi apakah dipantau tingkat kelayakannya,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (26/2/2023).
Ukur Kewajaran Harta Pegawai Ditjen Pajak
Ia menilai, Menteri Keuangan Sri Mulyani perlu membentuk Satgas Khusus untuk menertibkan dan mengukur kewajaran harta yang dimiliki pegawai Ditjen Pajak.
"Satgas ini untuk penertiban mengukur kewajaran harta pegawai Ditjen Pajak dan gaya hidup. Ini juga berkaitan dari etika. Melihat hartanya layak atau tidak. Jalankan gaya hidup sederhana atau foya-foya. Ini bagian dari reformasi, menertibkan perilaku dan kepemilikan harta pejabat,” tutur dia.
Rafael menuturkan, jika pegawai Ditjen Pajak tidak memberikan contoh kepada masyarakat dalam menerapkan gaya hidup sederhana dapat membuat kecemburuan sosial. Selain itu, sorotan yang terjadi melibatkan Ditjen Pajak, menurut Rafael, masyarakat dapat antipati untuk bayar pajak. Ia menilai, hal itu perlu diwaspadai karena dapat mempengaruhi rasio penerimaan pajak atau tax ratio. Masyarakat dinilai dapat enggan bayar pajak karena melihat sikap pegawai Ditjen Pajak.
“Bagi obyek pajak besar juga dapat berpikir kalau masih ada pihak-pihak di Ditjen Pajak yang bisa diajak untuk dapat hindari pembayaran pajak,” ia menambahkan.
Ia menuturkan, pengawasan internal juga masih kurang di Kementerian Keuangan sehingga ditemukan harta kekayaan pegawai yang tidak wajar. Selama ini, ia menilai, pejabat hanya melaporkan tetapi tidak kembali dicek mengenai asal kekayaan, apakalah layak kekayaannya.
"Audit tidak sampai kewajaran dan kelayakan. Oleh karena itu perlu ditertibkan karena tidak tersentuh LHKPN dan BPK. Selama ikuti Undang-Undang tetapi tidak dipertanyakan,” kata dia.
Ronny mengatakan, Ditjen Pajak merupakan ujung tombak negara dalam memungut fiskal dan mengetahui pendapatan negara. Oleh karena itu, ia menilai Satgas Khusus perlu ada untuk menilai kewajaran dan kelayakan harta pegawai Ditjen Pajak agar mencegah pegawai Ditjen pajak kongkanglikong dengan obyek pajak yang ingin hindari pembayaran pajak.
Advertisement