Negara Maju Takut Program Ketahanan Pangan Indonesia Ganggu Perdagangan Dunia

Indonesia sebagai koordinator G33 kencang menyuarakan public stockholding untuk memastikan ketahanan pangan. Djatmiko meneruskan, strategi ini sebenarnya sudah lama sekali dipraktikan oleh negara-negara maju anggota WTO.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 05 Mar 2024, 13:15 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2024, 13:15 WIB
Jokowi dan Syahrul Yasin Limpo.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo meninjau program lumbung pangan nasional atau Food Estate di Kabupaten Keerom, Provinsi Papua. (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Usul Pemerintah Indonesia guna mendorong strategi ketahanan pangan melalui kebijakan public stockholding dalam Konferensi Tingkat Menteri ke-13 (KTM 13) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 26-29 Februari 2024, belum mencapai konsensus.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag), Djatmiko Bris Witjaksono menjelaskan, public stockholding merupakan satu bentuk kebijakan untuk mengisi stok ketahanan pangan dari suatu negara. Namun, tujuannya bisa bermacam-macam.

"Untuk komersial bisa, ataupun untuk memastikan bahwa mereka punya cadangan bahan pangan pokok utama. Yang memang tujuannya untuk mendukung ketahanan pangan negara tersebut," ujar Djatmiko dalam sesi teleconference, Selasa (5/3/2024).

Indonesia sebagai koordinator G33 kencang menyuarakan public stockholding untuk memastikan ketahanan pangan. Djatmiko meneruskan, strategi ini sebenarnya sudah lama sekali dipraktikan oleh negara-negara maju anggota WTO.

"Jadi kita juga belajarnya dari negara-negara maju yang dulu mengajari kita, pada saat sebelum kita merdeka itu sudah ada. Kita negara berkembang belajar dari negara maju juga. Apakah selama ini negara maju itu mempraktikkan atau tidak, itu urusan terpisah," ungkapnya.

Sayangnya, ide kebijakan tersebut belum diamini oleh seluruh negara anggota WTO. Sebagian negara khawatir jika program ketahanan pangan digaungkan, itu berpotensi mengganggu pasar perdagangan internasional.

"Kalau itu seandainya dianggap mendistorsi perdagangan, nanti kan jadi problematik. Ini lah yang kita perjuangkan, karena suaranya ada negara yang punya pandangan lain, lebih kepada kekhawatiran sebenarnya, bahwa ini akan mendistorsi perdagangan," kata Djatmiko.

"Jadi battle-nya sebenarnya di situ. Tapi kita mengusung public stockholding, atau sebenarnya mengusung ketahanan pangan itu bisa memastikan bahwa tidak ada celah terjadinya kebocoran, yang pada akhirnya bisa mendistorsi. Kita memberi contoh, you can look to our experience," tegasnya.

Nagara Institute: 2024 Jadi Tahun Strategis untuk Perbaiki Ketahanan Pangan Indonesia

Presiden Jokowi ditemani Menteri Pertahanan Prabowo Subianto meninjau lumbung pangan atau food estate di Kabupaten Keerom, Provinsi Papua
Presiden Jokowi ditemani Menteri Pertahanan Prabowo Subianto meninjau lumbung pangan atau food estate di Kabupaten Keerom, Provinsi Papua. (Biro Pers Media dan Informasi (BPMI))

Sebelumnya, Nagara Institute menjelaskan 2024 menjadi tahun strategis untuk memperbaiki ketahanan pangan Indonesia dan penguatan input pertanian pangan. 

Tim Peneliti Nagara Institute, Mohamad D. Revindo menuturkan, hal ini terlihat dari momen kontestasi pemilu, di mana dalam debat calon presiden dan wakil presiden secara terbuka menyatakan konsen terhadap pertanian dan pangan.

 "Dalam debat inputnya juga disebut termasuk pupuk, perairannya disebut, sumber daya manusianya juga disebut. Namun sayangnya saya melihat semuanya itu mengacu pada pangan murah,” kata Revindo kepada wartawan, dalam acara Seminar Nasional Hasil Riset Nagara Institute, Selasa (20/2/2024). 

Revindo menambahkan, dalam Undang Undang Pangan Tahun 2012, mengarah pada pangan yang bergizi, tersedia, dan terjangkau, bukan pangan murah. Menurut Revindo, jika pangan dipaksa murah konsekuensinya adalah nanti pupuknya perlu disubsidi, harga berasnya harus murah sehingga petani tidak ada insentifnya untuk berproduksi. 

Revindo menuturkan, hal yang paling penting secara makro adalah kebijakan pangan, ketahanan pangan harus dipisah dengan kebijakan sosial. 

"Kebijakan pangan harus mengarah kepada keberlanjutan usaha petani dan ketersediaan produk berkualitas. Bahwa kemudian ada masyarakat yang tidak mampu kalau harga pangan-nya sedikit lebih tinggi, ya itu kebijakannya sosial jangan jadi kebijakan pangan murah," ujar Revindo. 

Infografis Optimisme KTT G20 di Tengah Krisis Pangan, Energi, Keuangan
Infografis Optimisme KTT G20 di Tengah Krisis Pangan, Energi, Keuangan (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya