Yen Jepang Amburadul, Jatuh ke Level Terlemah Sejak April 1990

Yen sempat menyentuh 160,03 terhadap USD, level terlemah sejak April 1990.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 29 Apr 2024, 14:15 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2024, 14:15 WIB
yen-jepang-130917b.jpg
yen-jepang-130917b.jpg

Liputan6.com, Jakarta Yen Jepang kembali melemah menjadi 160 terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada perdagangan Senin pagi (29/4) di Asia.

Melansir CNBC International, Senin (29/4/2024) Yen sempat menyentuh 160,03 terhadap USD, level terlemah sejak April 1990 ketika menyentuh 160,15, menurut data FactSet.

Mata uang tersebut menguat pada tengah hari dan diperdagangkan sekitar 156,5 terhadap dolar.

Commonwealth Bank of Australia mengatakan Kementerian Keuangan Jepang diperkirakan akan mempublikasikan statistik intervensi pasarnya pada hari Selasa (30/3) untuk tanggal 28 Maret hingga 26 April.

"Namun Kami belum melihat laporan media apa pun yang mengkonfirmasi intervensi tersebut," ungkap bank tersebut.

“Volatilitas JPY hari ini mungkin mencerminkan kegelisahan pasar di tengah tipisnya likuiditas. Kami kemungkinan besar tidak akan menerima komentar dari pejabat Jepang hari ini karena Jepang sedang berlibur," katanya.

Sebelumnya, pihak berwenang Jepang telah berulang kali memperingatkan terhadap pergerakan berlebihan pada Yen, namun belum membuat pengumuman resmi mengenai penguatan mata uang tersebut.

Beberapa pengamat pasar menduga pihak berwenang Jepang akan melakukan intervensi pada level 155, namun Yen kian melemah dan sudah melewati angka tersebut pekanlalu.

Seperti diketahui, pelemahan Yen terjadi seiring dengan berlanjutnya penguatan greenback karena ekspektasi penurunan suku bunga Federal Reserve terdorong kembali.

Yen telah diperdagangkan sekitar 150 atau lebih lemah terhadap dolar AS sejak Bank of Japan mengakhiri rezim suku bunga negatifnya pada bulan Maret 2024. Pada hari Jumat, bank sentral mempertahankan suku bunga dan sedikit menaikkan ekspektasi inflasi untuk tahun fiskal 2024.

 

Intervensi Yen Diperkirakan Tidak Mendalam

Ilustrasi yen Jepang
Ilustrasi yen Jepang (Wikipedia)

Vincent Chung, manajer portofolio asosiasi untuk strategi obligasi pendapatan terdiversifikasi T. Rowe Price, mencatat bahwa para pejabat tampaknya lebih fokus pada volatilitas mata uang, daripada tingkat tertentu.

"Laju depresiasi saat ini lebih kecil dibandingkan tahun 2022 sehingga respons intervensi mungkin kurang intens," kata Chung, seraya menekankan bahwa penetapan harga opsi (option pricing) menunjukkan pasar memperkirakan intervensi dapat dilakukan setelah pertemuan BOJ pada bulan Mei mendatang.

Pekan lalu, Frederic Neumann, kepala ekonom HSBC Asia dan salah satu kepala penelitian global di Asia, mengatakan hal yang lebih penting adalah memantau bagaimana Yen melemah.

Jika Yen mengalami depresiasi yang stabil, ekonom mengatakan mungkin tidak akan ada banyak penolakan dari otoritas Jepang.

Dalam konferensi pers hari Jumat, Gubernur BOJ Kazuo Ueda mengatakan volatilitas nilai tukar hanya akan mempengaruhi kebijakan moneter jika ada dampak signifikan terhadap perekonomian.

"Jika pergerakan Yen berdampak pada perekonomian dan harga yang sulit untuk diabaikan, itu bisa menjadi alasan untuk menyesuaikan kebijakan," kata Ueda,.

 

Franc Swiss dan Yen Jepang jadi Buruan Usai Israel Serang Iran

Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Seorang wanita berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Gelombang penghindaran risiko melanda pasar pada hari Jumat (19/4), investor kini berburu aset-aset aman tradisional seperti franc Swiss dan Yen Jepang menyusul laporan serangan Israel pada bandara di Iran.

Mengutip Investing.com, Jumat (19/4/2024) pasar pada awalnya bereaksi tajam terhadap berita tersebut, yang memicu aksi jual besar-besaran pada aset-aset berisiko, menyebabkan harga minyak dan emas dunia melonjak, dan memicu reli pada Treasury AS dan mata uang safe-haven.

Beberapa tindakan tersebut kemudian ditelusuri kembali karena hanya sedikit rincian yang muncul mengenai serangan terbaru Israel terhadap Iran.

Namun, franc Swiss, mata uang safe-haven tradisional, tetap menguat 0,35% hari ini di 0,9089 per USD, setelah menguat 1% di awal sesi.

Pergerakan franc Swiss lebih terasa terhadap euro, dengan mata uang Eropa tersebut melemah 0,4% terakhir pada 0,96685 terhadap franc, setelah sebelumnya merosot sebanyak 1,5%.

Adapun nilai tukar Yen Jepang yang naik sekitar 0,2% menjadi 154,38 per USD, setelah menguat lebih dari 0,6% sebagai reaksi spontan terhadap laporan serangan Israel ke Iran.

"Sangat jelas bahwa pasar sedang gelisah," kata Moh Siong Sim, ahli strategi mata uang di Bank of Singapore.

"Saya pikir pasar berada pada tahap ini dalam mode beralih ke aset-aset yang lebih aman. Saat ini, kita masih dalam situasi di mana kita tahu sesuatu telah terjadi. Namun kita perlu memahami tingkat pembalasannya," ujar dia.

Sementara itu, dolar Australia dan Selandia Baru yang sensitif terhadap risiko, jatuh ke posisi terendah dalam lima bulan.

Nilai Tukar AUD terakhir turun 0,3% menjadi $0,64015, sedangkan NZD turun 0,31% menjadi $0,58825.

"Saya pikir apa yang terjadi di Timur Tengah membuat titik perubahan inflasi global menjadi lebih nyata," ungkap Damien Boey, kepala strategi makro di Barrenjoey.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya