Bebas Tuduhan AS, RI Harus Ambil Peluang Genjot Ekspor Udang

Indonesia mengambil peluang dari kebijakan AS yang membebaskan dari penyelidikan countervailing duty terhadap impor produk udang beku.

oleh Nurmayanti diperbarui 15 Agu 2013, 11:05 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2013, 11:05 WIB
udang-beku-130815a.jpg

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta Indonesia mengambil peluang dari kebijakan Amerika Serikat (AS) yang membebaskan dari penyelidikan countervailing duty terhadap impor produk udang beku.

“Ini merupakan hasil upaya diplomasi perdagangan dimana pemerintah Indonesia secara konsisten melakukan tiga pendekatan dalam menangani kasus tuduhan countervailing duty sejak 8 bulan terakhir, yaitu pendekatan teknis dan substantif, pendekatan politis dan tekanan diplomatis,” ujar Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kemendag Iman Pambagyo, Kamis (15/8/2013).

Lebih lanjut, Iman menyatakan produk udang beku Indonesia juga menjadi berdaya saing karena sebagian besar negara kompetitor menghadapi hambatan masuk ke pasar AS, seperti terkena subsidy rate countervailing duty, antidumping dan kasus penyakit udang.

Dia menambahkan, pencapaian yang baik dari hasil diplomasi perdagangan ini tentunya tidak luput dari kerja sama dan koordinasi seluruh pihak, termasuk instansi pemerintah, pelaku usaha/asosiasi, dan pengacara handal.

“Hal ini kiranya dapat menjadi acuan kolaborasi yang baik dalam melakukan diplomasi perdagangan dan memperjuangkan kepentingan Indonesia di luar negeri,” kata Iman Pambagyo.

Seperti diketahui, Department of Commerce Amerika Serikat (AS) kemarin, Selasa (13/8), mengumumkan hasil akhir penyelidikan countervailing duty terhadap impor produk udang beku dari 7 negara, yaitu Ekuador, India, Malaysia, China, Vietnam, Indonesia dan Thailand.

“Hasil penyelidikan tersebut menunjukkan bahwa produk udang beku Indonesia dan Thailand tidak bersubsidi, sementara produk sejenis dari Ekuador, India, Malaysia, China, Vietnam ditemukan bersubsidi,” terang Atase Perdagangan RI di Washington D.C., Ni Made Ayu Marthini.

Final subsidy rate yang dikenakan terhadap impor udang beku asal Indonesia di bawah de minimis 2%, yaitu 0,23% dan 0,27% masing-masing untuk PT Central Pertiwi Bahari dan PT First Marine.

Sementara itu, final subsidy rate untuk China sebesar 18,16%; India 5,54-6,16%; Malaysia 10,8-54,5%; Vietnam 1,15-7,88%; Ekuador 10,13-13,51%; dan Thailand 1,41-1,52%.

“Dengan  final subsidy rate de minimis (di bawah 2% bagi negara berkembang), maka impor udang beku asal Indonesia dan Thailand bebas bea masuk pembalasan atas subsidi (CVD),”  lanjut Iman.

Berdasarkan data yang dimiliki pemerintah AS, impor udang dari ketujuh negara tertuduh CVD pada tahun 2012 hampir mencapai 90% dari total impor udang AS dan 75% dari keseluruhan konsumsi domestik AS. Ekspor udang Indonesia ke AS, menurut Made Marthini, mencapai nilai US$ 634 juta pada 2012.

Penyelidikan CVD terhadap impor udang beku di AS berawal dari permintaan Asosiasi Industri Udang di AS (COGSI) kepada Department of Commerce dan International Trade Commission (ITC) AS untuk melakukan penyelidikan CVD terhadap impor udang beku dari tujuh negara eksportir.

Permohonan tersebut diajukan pada 28 Setelah proses investigasi oleh Department of Commerce selesai, tahap selanjutnya ITC akan menyelidiki apakah ada material injury yang dialami industri udang AS karena adanya praktik subsidi tersebut.

ITC telah melakukan public hearing pada 13 Agustus 2013 kemarin dan akan mengumumkan hasilnya pada bulan September.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Bachrul Chairi menambahkan jika terbukti ada material injury, maka Ekuador, India, Malaysia, China, Vietnam akan dikenakan bea balasan atas subsidi yang dilakukannya. 

Dan hal ini bisa membuka kesempatan pasar yang luar biasa bagi Indonesia jika negara pesaing Indonesia  terkena countervailing duty (bea balasan atas praktik subsidi).

Sementara itu, jika ITC tidak menemukan adanya  injury, maka kelima negara yang terbukti melakukan subsidi tersebut bebas dari pengenaan bea masuk oleh AS. 

“Dalam hal ini, apapun keputusan ITC, Indonesia dan Thailand sudah berada di posisi aman karena telah terbukti tidak melakukan subsidi,” tandas dia. (Nur)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya