Wamenkeu Pikir-pikir Bebaskan Pajak Impor Komponen Ponsel

Wakil Menkeu menegaskan PT INTI sampai saat ini belum memproduksi Ponsel.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 23 Okt 2013, 21:05 WIB
Diterbitkan 23 Okt 2013, 21:05 WIB
ponsel-ilegal-130508b.jpg
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Bambang Brodjonegoro mengaku masih mempertimbangkan pemberian keringanan pajak impor komponen telepon seluler (Ponsel) yang selama ini dianggap memberatkan produsen dalam negeri.

Tak berkembangnya bisnis Ponsel buatan lokal dapat dilihat dari keputusan PT INTI yang merupakan produsen telepon genggam merek IMO, yang terpaksa menghentikan produksinya lantaran terganjal mahalnya pajak impor komponen dan hantaman nilai tukar rupiah.

"(Pengurangan pajak impor komponen) bisa jadi referensi. Tapi kami menunggu usulan dari Kementerian Perindustrian. Kalau tidak ada, bagaimana kami bisa merespon," tuturnya saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/10/2013).

Bambang mengatakan, Kementerian Perindustrian harus memahami inti dari roadmap industri Ponsel di tanah air, agar mampu membuat kebijakan tepat, termasuk soal pajak komponen impor.

"Kementerian Perindustrian harus tahu roadmap industri ponsel. Lagipula INTI belum bikin apa-apa kok. Belum sampai ke sana," tegas dia.

Diakuinya, pemerintah masih terus mengkaji rencana pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Ponsel pintar. Bahkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berharap dapat mengkombinasikan kebijakan PPnBM dengan penerapan International Mobile Equipment Identity (IMEI).

"Maunya sih begitu (pakai IMEI). Karena keuntungan dari rencana ini mencegah defisit neraca perdagangan," tukas Bambang.

Menteri BUMN Dahlan Iskan pernah meminta agar pajak impor komponen ponsel dikenakan nol persen. Selama ini, produsen Ponsel harus menanggung pajak impor komponen Ponsel sebesar 10% sementara importor ponsel utuh diberikan pembebasan pajak.

Kementerian BUMN pernah memaksa INTI untuk mencoba memproduksi ponsel. Namun ketika mulai memproduksi, ternyata diberlakukan sebagian komponen harus impor dan pajaknya 10%.(Fik/Shd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya