Liputan6.com, Los Angeles - Pelatih tim NBA Golden State Warriors, Steve Kerr menyebut jika terjadi perang Amerika Serikat lawan Iran tidak ada gunanya. Kedua negara ini tidak memenangkan apa-apa bila melakukan perang, begitu menurut Kerr.
Kerr mengkritik tindakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang menjadi dalang utama pembunuhan jenderal top Iran, Qasem Soleimani di Baghdad, Irak, Jumat, 3 Januari 2020.
Kerr menyadari tindakan Donald Trump itu tidak perlu. Pasalnya, dia juga merasakan hal yang sama seperti keluarga Qasem Soleimani. Ayah Kerr, Malcolm Kerr, yang saat itu merupakan Presiden Universitas Amerika di Beirut ditembak mati pada 1984 oleh jihadis Islam di Beirut, Lebanon.
Advertisement
Dua kejadian itu membuat Kerr, yang lahir di Lebanon tapi punya paspor AS, menyebut Donald Trump tidak bakal memenangkan apa-apa bila berperang dengan Iran.
"Saya ingin mengingatkan orang untuk melakukan pekerjaan rumah mereka sebelum mengibarkan bendera secara membabi buta. Ini membuat diri kita menjadi berantakan, seperti yang kita lakukan di Irak," kata Kerr, seperti dikutip dari Rappler.
"Jika kita (AS) mengarah ke perang lain (melawan Iran), dampaknya bakal banyak buat keluarga, orang-orang, begitu drastis. Kita harus memahami apa yang terjadi dan mendukung para militer untuk menekan pemerintah kita melakukan hal yang benar," ujar pria berusia 52 tahun itu melanjutkan.
Â
Saksikan Video Amerika Larang Pesawat Melintas di Langit Iran dan Irak
Perang Menyesatkan
Lebih lanjut, Kerr mengatakan, rakyat AS sedang disesatkan oleh pemerintahnya sendiri. Kejadian di Iran seperti perang yang terjadi di Irak pada awal tahun 2000-an.
Perang dengan Irak itu memewaskan Saddam Hussein. Presiden kelima Irak itu dieksekusi mati pada 30 Desember 2006 di Kadhimiya, Irak.
"Yang bisa kita dukung adalah tidak terlibat dan berharap tidak mengirim tentara ke luar negeri untuk perang yang tidak bisa mendapatkan apapun," ucap Kerr menegaskan.
Â
Advertisement
Serangan Balasan Iran
Setelah AS menewaskan Qasem Soleimani, Iran melakukan serangan balasan. Iran mengklaim sekitar 80 tentara Amerika Serikat tewas dalam serangan rudal Iran pada Rabu (8/1) dini hari. Salah satu sumber Korps Pengawal Revolusi Iran (IRGC) mengklaim serangan tersebut menewaskan 80 tentara AS dan 200 lainnya terluka.
Jumlah korban tewas ini berbanding terbalik dengan pernyataan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Ia menyatakan serdadu AS di Irak dalam kondisi aman usai serangan rudal Iran.
Suka Kritik Donald Trump
Steve Kerr memang sering melontarkan kritik kepada kepemerintahan AS di bawah tangan Donald Trump. Kerr juga pernah menyebut Wakil Presiden AS Mike Pence berbohong soal keterlibatan Iran dan Qasem Soleimani dalam serangan teror pada 9 November 2019.
Pada Sabtu, 4 Januari 2019, Pence dalam akun Twitter-nya menyatakan Jenderal Iran Qasem Soleimani "membantu perjalanan 10 dari 12 pelaku teror 11 September ke Afghanistan.
Â
Advertisement
Mengancam Olahraga
Di luar dari itu, ancaman Perang Dunia III yang bakal muncul dari konflik Iran dengan ASÂ ini memang disebut-sebut mengancam beberapa olahraga lainnya. Liverpool Misalnya. Liverpool bisa saja batal menjadi juara Liga Inggris 2019/20, meski saat ini sudah unggul 13 poin dari pesaing terdekatnya, Leicester City. The Reds, sebutan Liverpool, terakhir kali menjadi juara Liga Inggris pada tahun 1990.
Ancaman Perang Dunia III ini membuat fans Liverpool khawatir penantian mereka selama 30 tahun untuk melihat trofi Liga Inggris sirna. Pasalnya, Inggris merupakan sekutu dari AS, yang saat ini terlibat konflik dengan Iran.
Piala Dunia 2022 Terancam Batal
Selain Liverpool, gelaran Piala Dunia 2022 di Qatar terancam batal digelar. Sebab, Qatar merupakan satu-satunya sekutu Iran di Timur Tengah. Sikap Qatar menjadi sekutu Iran dibenci negara-negara Timur Tengah karena dianggap mendukung aksi terorisme.
Hingga saat ini, seperti diberitakan The Sun, FIFA belum membuat suara soal terancamnya gelaran Piala Dunia 2022 di Qatar. Sikap diam FIFA ini sangat mirip pada 2010 setelah menunjuk Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.
Bahkan, orang dalam FIFA yang tidak disebutkan namanya mengatakan, mereka berdiam diri karena masih prematur untuk membuat keputusan. Terlebih, Piala Dunia di Qatar masih berjarak tiga tahun lagi, yakni November 2022.
Advertisement