Liputan6.com, Jakarta - Dalam dunia seni bela diri profesional, cedera adalah salah satu hal yang tak terhindarkan. Jika sampai terjadi, dalam gradasi apapun, maka cedera pasti akan sedikit banyak mempengaruhi kemampuan maupun penampilan sang atlet dalam pertandingan.
Cedera yang lebih parah atau serius bahkan berpotensi mengancam kelangsungan karir seorang petarung profesional, jika tidak ditangani dengan baik. Namun cedera bukanlah akhir. Selalu ada pilihan untuk bangkit dari cedera dan mengatasi trauma, termasuk bagi atlet bela diri campuran yang berlaga di pentas global One Championship.
Anthony “The Archangel” Engelen, Rudy “The Golden Boy” Agustian, dan Egi Rozten berbagi kisah mereka tentang cedera dan cara mereka bangkit dari kondisi tersebut.
Advertisement
Jaga Kondisi Jadi Kunci Anthony Engelen
Anthony, yang berlaga dalam divisi featherweight, mengaku cukup beruntung karena bisa menjaga kondisi untuk menghindari cedera serius dalam pertandingan. Namun ia pun sempat mengalami beberapa lebam pada kaki serta kaki dan pelipis yang robek akibat serangan Bruno “Puccibull” Pucci di masa awal ia bergabung dengan One Championship.
“Saya belum pernah sampai harus dirawat atau mendapat pertolongan medis setelah sebuah pertandingan, selain kompres es atau proses pemulihan selama beberapa hari maupun hingga 1 pekan saja,” ujarnya dalam rilis yang diterima Liputan6.com.
Berdasarkan pengalamannya, istirahat dan merawat tubuh adalah kunci untuk menghindari dan mempercepat proses penyembuhan fisik.
“Beristirahat dan stretching serta makan dengan komposisi yang baik, itu cara mudah mengembalikan kondisi tubuh setelah dihantam atau cedera,” katanya.
“Secara mental, itu yang lebih sulit daripada unsur fisik. Ini bagian dari konsekuensi sebagai atlet, apalagi jika harus mengalami cidera atau kalah dalam pertandingan. Anda harus menyembuhkan diri dan segera bangkit,” lanjut perwakilan sasana Bali MMA.
Namun terkait penyembuhan trauma dan mental, dukungan dari orang terdekat akan sangat membantu.
“Sangatlah penting untuk memiliki pondasi pendukung yang kuat; bisa keluarga, teman-teman atau istri. Saya beruntung untuk memiliki semua elemen pendukung tersebut sehingga bisa lekas pulih fisik dan mental dari kondisi lebam atau kalah dalam pertandingan; semoga juga demikian dalam kondisi cedera,” tutur atlet berdarah Manado yang lahir di Belanda ini.
Advertisement
Rudy Agustian Menempuh Segala Jalan yang Ada
Salah satu cedera berat yang Rudy alami dan memberi kesan tersendiri adalah saat ia mengalami cedera rusuk, dari pukulan yang ia alami pada tubuhnya.
“Dari sekian banyak cedera, rusuk bergeser itu agaknya yang bikin saya paling menderita. Patah hidung, patah jari, atau hanya keseleo itu semua saya masih bisa beraktivitas walau agak mengganggu saja,” ujarnya.
“Saat rusuk geser, saya benar-benar tidak bisa apa-apa. Bangun tidur saja mesti dibantu; rasanya sakit, sesak, dan ada beberapa gerakan yang membuat rusuk itu seperti beradu dan gesernya kambuh. Itu seperti kena uppercut rasanya. Sialnya, saya kena sampai 3 kali di rusuk yang berbeda,” lanjut “The Golden Boy”.
Hal tersulit dari sebuah cedera adalah saat menyadari kebebasannya terenggut untuk sementara waktu karena harus beristirahat.
“Cedera rusuk itu bikin saya jadi tidak bisa apa-apa, benar-benar hanya di kamar dan main ponsel saja. Sempat takut jika tubuh tidak bisa kembali seperti normal lagi; merasa paranoid dan down juga,” ungkapnya.
“Saya sudah ke rumah sakit, sudah mendatangi pengobatan tradisional bahkan sampai ke Pandeglang. Saya diurut, dijampi, menjalani rontgen, dibalut lagi; semuanya sia-sia,” kenangnya.
“Ternyata cara pemulihannya hanya bedrest dan akan sembuh sendiri. Sembuh total akhirnya dalam waktu kurang dari 2 bulan, sebelumnya sudah mulai lumayan membaik dalam tempo kurang lebih 3 minggu hingga 1 bulan,” ujar perwakilan sasana Strive MAA / Golden Camp ini.
Namun Rudy bisa mengatasi hal tersebut dengan pikiran positif, yang membuatnya tak patah arang meski laga selanjutnya semakin mendekat.
“Saya merasa cukup stress dan saat itu sedang periode persiapan tanding. Jadi sungguh merasa kecewa sama semua yang terjadi. Saya selalu berpikir; semua pasti ada hikmahnya dan selalu melihat dari sisi positifnya maka badai pasti berlalu. Here I am; saya masih di sini, masih aktif dan makin bersinar!” pungkas petarung divisi flyweight itu.
Semangat Tinggi Bantu Egi Rozten Taklukkan Cedera
Salah satu cedera yang membekas bagi Juara tinju regional ini adalah luka pada ibu jari tangannya, yang terjadi dua tahun yang lalu.
“Cedera parah yang saya alami terjadi tepatnya pada 2018 awal. Itu terjadi dalam pertandingan tanpa persiapan, karena saya Sebagai fighter pengganti hanya dengan jeda waktu 8 jam pemberitahuan di hari H pertandingan,” ujarnya.
“Cedera yang saya alami terjadi di ibu jari tangan kanan saya, yang mengalami dislokasi parah. Mungkin karena adrenaline masih tinggi, maka setelah pertandingan berakhir barulah saya merasakan cedera tersebut” ungkapnya lagi.
Saat dihadapkan pada pilihan untuk menjalani operasi atau metode lainnya, Egi mengaku mempertimbangkan proses pemulihan. Jika langkah operasi ia ambil, maka ia merasa harus beristirahat lama.
“Saya langsung dibawa ke rumah sakit dan disarankan oleh dokter ortopedi untuk operasi. Saya berpikir bahwa akan terpaksa istirahat lama jika dioperasi. Maka saya putuskan untuk pulang dan mengobati dengan dengan terapi pijat tradisional,” lanjut perwakilan IndoGym ini.
“Dengan menjalani terapi cedera, saya mulai berangsur pulih. Saya mulai kembali dan bersemangat untuk kesembuhan fisik dan mental saya untuk pulih dari cidera. Saya bangkit untuk memikirkan pertandingan berikutnya,” tutup atlet divisi flyweight ini.
Advertisement