Citizen6, Jakarta Bukit Onoboi yang terletak sekitar areal pegunungan Lidak kabupaten Belu tampak begitu gersang dan kering. Bukit bebatuan yang kering dengan batu-batuan gunung seakan tak bersahabat dengan manusia. Di bawah kaki bukit Onoboi itu yang berada di pinggiran Kota Atambua ibukota kabupaten Belu itu, ada sebuah panti asuhan anak-anak difabel yang dikelola oleh para biarawan Katolik dari kongregasi FCJM atau Fransiscanae Cordis Jesus et Mariae atau para misionaris fransiskan dari hati kudus Yesus dan Maria.
Kehadiran para biarawan ini seakan menjadi obat bagi para penyandang difabel yang ada di wilayah kabupaten Belu dan sekitarnya. Pasalnya terdapat puluhan anak yang berasal dari kalangan ekonomi lemah yang ditampung para suster untuk mendapatkan rehabilitasi pelayanan sebagai manusia. Terdapat para suster yang dengan setia melayani dan merawat anak-anak cacat itu dengan hati.
Baca Juga
Selain para Suster, terdapat dua orang relawan muda dari negeri Jerman. Dua relawan muda itu telah hampir setahun berkarya dengan hati di wilayah Onoboi. Dua relawan muda yang baru tamat SMA di negeri Jerman itu adalah Cathrine Oel dan Swea Austermeier yang datang dari benua seberang untuk membantu anak-anak difabel. Kecintaan mereka pada anak-anak itulah yang menghantar mereka akhirnya bisa menginjakan kakinya di tanah air khususnya Kabupaten Belu.
Advertisement
Keseharian mereka adalah membantu para suster dalam melakukan rehabilitasi dan merawat anak-anak difabel dengan penuh semangat. Kedua relawan inipun sedikit demi sedikit mampu berbahasa Indonesia walau masih terbata-bata dalam pengucapanya. Terkadang mereka tersenyum dan tertawa Akan kejenakaannya ucapan kedua gadis ini namun merekapun dengan senang hati terus melayani anak-anak Timor dengan sentuhan kasih. Kedua gadis yang baru menyelesaikan pendidikan menengahnya itu mengaku cukup bangga dan senang berada di Indonesia “Saya sangat senang dan mencintai anak-anak difabel.
Mereka ini perlu perhatian dan kasih sayang. Perawatan yang intensif harus bisa digalakan agar mereka bisa mendapatkan kembali kesembuhan. Yang paling utama adalah perhatian” tutur Cathrine yang diamini oleh Swea. Diakui oleh Cathrine yang sudah bisa berbahasa Indonesia itu bahwa dirinya dan rekannya Swea mendapatkan banyak pengalaman baik sebelum ke Indonesia maupun setelah berada di Indonesia. Ia mengakui bahwa pengalaman berada di Indonesia akan menjadi ongkos belajar bagi dirinya dan rekannya untuk menempuh jalur pendidikan selanjutnya, ungkapnya.
Dua srikandi muda Jerman itu akhirnya telah membuktikan diri mereka bahwa perbedaan bahasa, suku bangsa tak mampu memisahkan mereka untuk mau membagikan cinta dan pelayanan mereka bagi anak-anak Timor. Onoboi yang kering dan tandus akhirnya telah memancarkan sebuah cinta kasih yang berasal dari tangan-tangan yang mau melayani dengan hati.
Penulis:
Fransiskus Pongky Seran
Disclaimer:
Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.
Anda juga bisa mengirimkan link postingan terbaru blog Anda atau artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya keCitizen6@liputan6.com.
Mulai Selasa, 9 Mei 2014 sampai dengan 25 Mei 2014, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan tema "Pengalaman Pertama Berinternet". Ada 2 router DLink (DIR-605L) untuk 2 orang pemenang dan 4 merchandise ekslusif dari Liputan6. com. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini. Program menulis bertopik kali ini disupport oleh @DlinkID