Liputan6.com, Jakarta Tak bisa disangkal, Muntilan adalah surga kuliner. Setidaknya bagi warganya. Dan kuliner-kuliner Muntilan ternyata mampu mencerdaskan otak. Meski tak ada penelitian ilmiah dan hanya dugaan-dugaan saja.
Sudah 20-an tahun saya tinggal di Semarang. Sebuah kota besar yang melihat Muntilan hanya menjadi sebutir ketumbar di tumpukan gudang wingko. Tak terlihat.
Butuh keberanian untuk merambah dan hidup di belantara peradaban kota yang diberkahi tiga dewa dengan minuman bernama congyang. Nyali memang ada, tapi lidah? Oh la la, sampai sekarang saya masih merasa gagal beradaptasi.
Advertisement
Malangnya nasib, dalam enam bulan terakhir, saya dimasukkan dalam grup WA dan BBM yang berisi teman-teman dari Muntilan. Mereka adalah kawan-kawan SMA. Banyak sekali di antaranya yang masih tinggal di Kota Muntilan. Tak heran kalau topik pembicaraan tiap hari adalah makanan.
"Makan siang di mana, Bro?" posting seorang teman memancing.
"Mangut beong barat RSPD kayaknya seru," jawab lainnya.
"Kayaknya lebih enak di pecelan Mak Uyih Sleko. Dijamin bisa ketemu Marjo," yang lain tak mau kalah.
Dari obrolan grup itu, berkumpullah para pemburu pokemon, eh pemburu kuliner itu di sebuah warung makan. Sedangkan anggota grup lainnya tetap masih bisa bersyukur kebagian foto-foto mereka. Lengkap dengan foto Marjo. Hmm...bagi yang belum tahu, Marjo adalah sosok kurang waras namun sangat dicintai nyaris seluruh warga kota, termasuk para pejabat dan aparat keamanan.
Apakah saya nelangsa? Hmmm... hati saya tidak. tempaan mental beradaptasi di kota congyang ini mampu membuat saya kuat. Tapi lidah saya? Oh la la....lidah dan lambung saya jadi menderita menyimak obrolan dan foto-foto mereka.
Kuliner Bikin Cerdas
Kuliner Muntilan memang mencerdaskan. Namun kecerdasan itu baru bisa dirasakan setelah tak lagi tinggal di Muntilan. Saat berada di Semarang ini, otak saya tak lagi berpikir itu-itu saja, tak hanya berpikir tentang "makan apa ya?".
Belum lagi soal Marjo. Meski orang luar Muntilan dan sebagian warganya menganggap sebagai orang kurang waras, ia adalah perekat siapa pun yang pernah tinggal di Muntilan atau masih tinggal di sana.
Pengin tahu kuliner yang ada di Muntilan dan membuat cerdas dan juga menjadi makanan favorit Marjo?
Yuk kita simak.
1. Pothil
Cemilan berbahan singkong ini kadang memiliki level kekerasan melebihi kerasnya hati pemimpin ISIS. Singkong diparut, kemudian dari parutan itu dikukus dan dibentuk seperti anting. Setelah dijemur, kemudian digoreng dengan minyak goreng yang hanya sekali pakai.
Konon, Pothil ini pula yang mengantar Kyai Raden Santri mampu bertahan bertempur dengan Belanda saat membantu Pangeran Diponegoro.
2. Kupat Tahu
Kupat tahu Muntilan sangat berbeda dengan ketupat tahu dari kota lain. Kupat tahu Muntilan disajikan dengan ringkas. Hanya ketupat, tahu goreng yang masih panas, setelah dicampur disiram dengan air gula berbumbu kacang pedas. Perbedaan utamanya adalah jumlah kacang yang sedikit sehingga tak mengancam kenaikan kadar kreatinin dalam ginjal.
Untuk "menipu" mata, maka rajangan kubis lembut yang dipadu dengan daun seledri menjadi pilihan. Akibatnya piring yang disajikan jadi kelihatan penuh.
3. Krasikan
Ini adalah makanan varian dari jenang atau dodol, terbuat dari gula merah pilihan, kemudian sebelum diangkat dicampur dengan tepung kasar beras ketan. Jelas butuh kecerdasan dan ketepatan waktu untuk membuat krasikan.
Makanan sumber gula ini juga menjadi saksi dan bekal para pejuang saat melawan Jepang. Bahkan saking awetnya, makanan ini bisa bertahan tanpa pengawet hingga enam bulan.
4. Tape Ketan
Bisa jadi tape ketan ada di semua tempat. Namun hanya tape ketan Muntilan yang memiliki branding dengan warnanya yang hijau muda. Pembedaan utamanya adalah pada rasa dan kandungan alkohoil sebagai hasil fermentasi beras ketan.
Tape ketan Muntilan nyaris memiliki kandungn alkohol nol persen. Kok bisa? Ya, karena proses fermentasinya yang menggunakan ragi tempe dan pewarnanya menggunakan daun katu.
Sebagai kota mungil di kaki gunung Merapi, tape ketan memang menjadi alternatif minuman penghangat. Tapi karena banyak pesantren di sana, maka terciptalah tape ketan yang halal seratus persen karena tanpa alkohol.
5. Buntil
Kuliner bernama buntil ini terbuat dari daun keladi, sehingga memiliki tekstur sangat lembut. Bentuknya sederhana. Hanya bumbu kelapa yang sudah dicampur dengan ikan asin (bisa teri, peda atau lainnya) kemudian dibungkus daun keladi. Setelah dikukus, baru kemudian dibumbui dengan bumbu komplit bersantan.
Bandingkan dengan buntil kota yang terbuat dari daun pepaya...wah jauh sekali sensasinya. Patilla di lidah seakan terus meminta agar tak berhenti.
Sebenarnya masih banyak kuliner-kuliner Muntilan yang mampu mencerdaskan otak saya. Namun dari kesemuanya itu, ternyata makanan-makanan itu disatukan dalam sebuah kenangan pada sosok orang yang dianggap tak waras, yakni Marjo.
Lelaki yang bertahan membujang dan setia berseragam tentara ini tak pernah berhenti bergerak. Ia mengayuh sepedanya, berkeliling menyapa setiap warga kota dan mengerjakan apa pun yang dibutuhkan warga
Apakah ia tak dituduh sebagai TNI gadungan? Oh tidak, bahkan seragam tentaranya juga diberi oleh para perangkat Koramil yang ia sambangi. Tulisan saya tentang Marjo, bisa dilihat di sini atau di sini dan di sini. Kegiatan Marjo ada di sini
Dari liputan itu, terlihat bagaimana Marjo sangat dicintai dan menjadi perekat serta magnet kangen warga Kota Muntilan yang kini menjadi diaspora.
penulis:
Edhie Prayitno Ige asli Muntilan mukim di semarang Twiter : @edhiepra1
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6