Makna Bungo Lado, Tradisi Unik Perayaan Maulid Nabi di Sumatera Barat

Tradisi Bungo Lado merupakan tradisi turun temurun masyarakat Padang Pariaman yang mengandung nilai-nilai dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

oleh Wanda Andita Putri diperbarui 25 Sep 2023, 18:18 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2023, 18:18 WIB
Makna Bungo Lado, Tradisi Unik Perayaan Maulid Nabi di Sumatera Barat
Makna Bungo Lado, Tradisi Unik Perayaan Maulid Nabi di Sumatera Barat(pariamantoday.com)

Liputan6.com, Jakarta - Hari kelahiran seseorang menjadi salah satu momen yang selalu dinantikan. Apalagi kelahiran dari manusia yang menjadi suri tauladan. Dalam Islam, salah satu perayaan hari kelahiran yang kental sekali dengan budaya Islam yakni Maulid Nabi.

Maulid Nabi merupakan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, anak dari Abdullah dan Aminah, yang diutus sebagai sosok agung dengan misi kenabian dalam Islam. Momen kelahiran Rasulullah ini jatuh pada 12 Rabiul Awal dalam kalender Islam atau Hijriah.

Berdasarkan perubahan terbaru SKB 3 Menteri, Maulid Nabi Muhammad 2023 diperingati pada 28 September 2023. Peringatan ini merupakan ungkapan cinta masyarakat muslim kepada Nabi Muhammad SAW yang dirayakan dengan beragam cara di berbagai daerah di Indonesia.

Tentunya, setiap daerah memiliki tradisi khusus yang menjadi ciri khas dari daerah tersebut dalam memperingati atau merayakan Maulid Nabi, salah satunya di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat yang memiliki tradisi unik Bungo Lado.

Seperti yang dikutip dari Journal of Education, Cultural and Politics, tradisi bungo lado merupakan tradisi turun temurun masyarakat Padang Pariaman yang mengandung nilai-nilai dalam ajaran Islam.

Tradisi ini dilakukan untuk menggambarkan kebahagiaan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW yang kemudian dijadikan wadah untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, seperti mengumpulkan sejumlah uang untuk pembangunan masjid.

Tradisi ini biasanya dilakukan di masjid-masjid tua atau masjid yang sudah lama berdiri dan selalu menjadi pusat perayaan tradisi bungo lado ini.

Mengenal Tradisi Bungo Lado

Ilustrasi maulid Nabi Muhammad saw.
Ilustrasi maulid Nabi Muhammad saw.. (Photo Copyright by Freepik)

Secara harfiah, dalam bahasa Minangkabau kata “bungo” berarti bunga dan “lado” berarti lada atau cabai sehingga secara denotasi “bungo lado” berarti “bunga cabai.” Namun, konotasi dari bungo lado ini ialah “pohon uang.”

Tradisi perayaan Maulid Nabi ini dilakukan dengan membuat sejenis pohon hias yang dihiasi dengan uang kertas berbagai nominal.

Uang yang ada di pohon tersebut kemudian dirajut atau dipasangkan pada sebuah ranting layaknya daun. Uang yang di pasang pada bungo lado berjumlah sangat besar mencapai 10 juta setiap satu pohon.

Uang yang terkumpul dari tradisi ini akan disumbangkan untuk pembagunan maupun penyediaan fasilitas masjid sebagai bentuk rasa syukur. Bagi masyarakat Padang Pariaman, tradisi bungo lado ini merupakan representatif dari ajaran Islam yang terkandung dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 148 yang memerintahkan umat manusia untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.

Orang yang bertugas dalam pelaksanaan tradisi bungo lado ini harus memiliki kemampuan dalam bertutur kata yang baik secara mental, moral, dan tingkah laku. Dalam tradisi Minangkabau, mereka disebut sebagai Cadiak Pandai, Bundo Kanduang, Alim Ulama, dan para wali nagari setempat.

Hal ini dikarenakan pada saat pelaksanaan bungo lado ini banyak hal yang harus diperhatikan sampai pada penguasaan makna-makna dari bacaan dan pepatah yang disampaikan pada tradisi ini sehingga diperlukan orang yang benar-benar paham dalam pelaksanaan tradisi bungo lado ini.

Makna dalam Tradisi Bungo Lado

Ilustrasi Maulid Nabi.
Ilustrasi Maulid Nabi. (Photo by Freepik)

1. Nilai Sosial

Makna dari nilai sosial adalah nilai yang menjadi dasar dari timbulnya hubungan timbal balik yang baik dalam masyarakat. Nilai sosial dari tradisi ini dimaksud karena adanya anak laki-laki dari Nagari Parit

Melintang (salah satu nagari di Kabupaten Padang Pariaman) yang mempunyai istri dari luar Nagari Parit Melintang.

Dengan adanya tradisi bungo lado ini maka dipanggillah menantu perempuan tersebut untuk datang ke rumah mertuanya agar membantu membuat jamba atau makanan secara bersama-sama untuk pelaksanaan tradisi bungo lado.

Dalam tradisi bungo lado masyarakat juga melakukan aktivitas menghias tempat minum kopi yang mencerminkan nilai sosial yaitu saling bekerja sama. Selain itu, nilai sosial lainnya dari tradisi ini ialah memiliki aktivitas musyawarah dengan tujuan supaya tradisi ini berjalan dengan lancar.

2. Nilai Ekonomi

Makna dari nilai ekonomi dalam tradisi bungo lado ini adalah nilai yang terlihat dalam masyarakat yaitu menyumbangkan uang untuk pembangunan masjid dengan jumlah yang beragam. Masyarakat menyumbangkan nomial uang dengan sukarela tergantung dengan kondisi kemampuan atau ekonomi mereka.

Nilai adat dalam tradisi bungo lado menjadi aspek yang penting. Dalam pepatah yang mengatakan “sakik dek urang sakik lo dek awak, sanang dek urang sanak lo dek awak, baban dek awak taraso lo dek urang, baban dek urang taraso lo dek awak.”

Makna nilai adat di sini adalah membantu dengan kemampuan yang kita miliki. Hal tersebut terlihat dari bungo lado yang membantu dalam penyumbangan dan kesusahan masyarakat untuk melaksanakan tradisi tersebut secara bersama-sama.

3. Nilai Agama

Dalam tradisi bungo lado, nilai agama terlihat dari sumbangan uang oleh masyarakat dengan tujuan untuk pembangunan masjid, memakmurkan masjid dan mendapat pahala.

Sumbangan bisa membersihkan harta yang didapat selama satu tahun oleh masyarakat sehingga dengan adanya tradisi bungo lado ini menjadikan masyarakat berpartisipasi dengan berinfak. Hal ini menjadi landasan dari nilai agama yang terdapat di dalam tradisi bungo lado.

infografis Journal_Tradisi Islam Sudah Melekat pada Kartini Sejak Kecil
infografis Journal_Tradisi Islam Sudah Melekat pada Kartini Sejak Kecil (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya