Liputan6.com, Jakarta Adalah besarnya energi seorang Anne Avantie yang selalu sukses mewujud nyata dalam gelar-gelar busana nan membekas cantik di benak penikmatnya. Fashion show Anne ialah tentang totalitas penggarapan sebuah “pertunjukan” di mana busana-busana yang dibawakan para model tetap menjadi hidangan utama namun dengan cara penyampaian yang naratif dan konseptual. Anne tampaknya sadar betul bahwa tiap koleksi hendaknya ditampilkan lengkap bersama konteks yang mengiringi penciptaannya.
Kali ini di hari final Indonesia Fashion Week 2015, Minggu 28 Februari 2015, konteks yang dibicarakan desainer asal Semarang itu adalah peristiwa terbakarnya Pasar Klewer, Solo, pada akhir Desember 2014. Pasar yang terletak di samping Keraton Surakarta itu merupakan pusat jual-beli batik dan simbol kota Solo dimana di dalamnya terdapat ribuan toko. Pilu Anne atas petaka kebakaran pasar bersejarah ini – tempat di mana masa mudanya sebagai desainer juga dihabiskan dengan mondar-mandir di sana – terepresentasi oleh lirih suara sinden yang kemudian diiringi oleh sebuah tarian Jawa yang dibawakan model senior Desi Mulasari.
Gerak teatrikalnya membawakan selendang merah dengan raut muka meratap secara resmi membuka `Pasar Klewer Riwayatmoe Kini` di stage 1 Indonesia Fashion Week 2015, Jakarta Convention Center. Dikenakan oleh Desi rancangan Anne berupa kebaya hitam klasik yang dipasangkan dengan kain hitam berhias perca batik-batik sisa tragedi bakaran Pasar Klewer. Ini adalah pendekatan desain yang secara simbolik membawa pemaknaan dari desainer tamatan SMP itu tentang caranya (dan ajakannya) menyikapi peristiwa pahit Pasar Klewer yang dilalap api.
Advertisement
Beberapa kebaya hitam serupa kemudian muncul masih dengan pemanis selendang merah. Pada desain kebaya-kebaya yang cenderung tradisional ini, karakter asimetris Anne langsung terlihat. Beberapa kebaya hitam itu memiliki sebelah lengan yang dibuat see-through. Strong dan independent, 2 karakter rancangan Anne Avantie yang kali ini bukan hanya bicara tentang identitas desain tapi juga aspirasinya soal bagaimana menghadapi cobaan. Busana two-pieces yang bagian atasnya berupa bustier batik dan dipasangkan dengan pencil pants berbahan sheer berhias mozaik batik sisa kebakaran pasar menyemburatkan kedua karakter itu.
Serupa dengan busana yang dikenakan oleh Kimmy Jayanti itu adalah rancangan-rancangan celana lain dengan berbagai variasi menarik, misalnya jubah panjang yang juga cantik dengan potongan-potongan batik atau bagian atas busana bercorak polkadot di bahan tembus pandang. Hal ini terlihat sebagai advokasi dari desainer perempuan kelahiran tahun 1954 terhadap sosok perempuan yang eksotik dalam apresiasi atas kekuatan dan kemandirian diri, a woman who fight for her existence. Srikandi yang sadar akan otonomi ketubuhan dan merayakan hal itu.
Mengenai hal terakhir yang dibicarakan ini dapat pula disebut busana-busana lain berbahan batik yang didesain bermodel sensual dan seductive in aesthetic way, misalnya atasan kebaya berbelahan dada sangat rendah dengan pelengkap sebuah cape hitam. Beberapa kreasi Anne di koleksi ini bisa disebut kinky. Nuansa cultural rebel seperti itu memang merupakan salah satu ciri Anne yang justru menjadi titik kekuatannya. Ide rancangan-rancangan Anne yang bergerak bebas mengeksplorasi maskulinitas-feminitas, tradisi-posttradisi, terakomodasi oleh skill Anne yang mampu melakukan mixing secara appropriate menghasilkan koleksi berisi busana-busana yang surprising, exciting, dan out of the box.
Anne moves in victory of cultural progress. Itulah yang membuat fashion show koleksi-koleksinya “mengundang” dan membuat mata terbuka selama acara berlangsung. Bahkan dengan pilihan warna yang lebih sederhana, Anne mampu menyuguhkan busana-busana yang extraordinary, yang membanggakan untuk dilihat oleh mata dunia fesyen mancanegara. Suguhan koleksi `Pasar Klewer Riwayatmoe Kini` dari Anne tampil dalam iringan musik tradisional yang intens dengan situasi panggung memendarkan sorotan merah lampu. Komplit dengan bahasa tubuh para model yang membawakan koleksinya secara tegas, Anne mengobarkan semangat melalui rangkaian busana yang ditutup dengan lagu `Badai Pasti Berlalu`.
(Fotografer: Panji Diksana - Liputan6.com)