Seputar Wayang Golek, Panduan Lengkap Mengenai Sejarah, Jenis hingga Nilai-Nilai Budaya

Wayang golek adalah seni pertunjukan tradisional khas Jawa Barat yang menggunakan boneka kayu 3 dimensi. Pelajari sejarah, jenis, dan nilai budayanya.

oleh Liputan6 diperbarui 07 Nov 2024, 10:02 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2024, 10:02 WIB
wayang golek adalah
wayang golek adalah ©Ilustrasi dibuat AI

Liputan6.com, Jakarta Wayang golek adalah salah satu bentuk seni pertunjukan tradisional yang berasal dari Jawa Barat. Kesenian ini menggunakan boneka kayu tiga dimensi yang dimainkan oleh seorang dalang untuk mementaskan cerita-cerita epik seperti Ramayana dan Mahabharata. Sebagai warisan budaya yang adiluhung, wayang golek tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga mengandung nilai-nilai luhur dan ajaran moral yang mendalam.

Berikut adalah seputar pembahasan secara komprehensif terkait wayang golek, lengkap dengan sejarah, jenis, dan nilai budayanya. Simak ulasannya.

Sejarah dan Perkembangan Wayang Golek

Asal-usul wayang golek tidak dapat dipisahkan dari perkembangan wayang secara umum di Nusantara. Wayang sendiri diperkirakan sudah ada sejak zaman pra-Hindu di Jawa, namun bentuknya masih sangat sederhana. Seiring masuknya pengaruh Hindu-Buddha, wayang kemudian berkembang menjadi media untuk menyampaikan ajaran agama dan nilai-nilai kehidupan.

Wayang golek mulai berkembang di Jawa Barat sekitar abad ke-16, bersamaan dengan masuknya pengaruh Islam ke wilayah ini. Para wali dan penyebar agama Islam memanfaatkan wayang sebagai sarana dakwah, dengan melakukan beberapa penyesuaian agar sesuai dengan ajaran Islam. Salah satu tokoh yang dianggap berperan penting dalam penciptaan wayang golek adalah Sunan Kudus, salah satu anggota Walisongo.

Pada awalnya, wayang golek hanya dipertontonkan di lingkungan istana atau kalangan bangsawan. Namun seiring waktu, kesenian ini mulai menyebar ke masyarakat luas. Perkembangan wayang golek di Jawa Barat tidak terlepas dari peran para bupati dan tokoh masyarakat yang mendukung kesenian ini.

Salah satu tokoh penting dalam perkembangan wayang golek adalah Dalem Karanganyar, bupati Bandung yang memerintah sekitar tahun 1829-1846. Beliau menugaskan seorang pengrajin wayang kulit bernama Ki Darman untuk membuat wayang golek dengan bentuk yang lebih menarik dan menyerupai manusia. Hasil karya Ki Darman inilah yang kemudian menjadi cikal bakal bentuk wayang golek seperti yang kita kenal sekarang.

Jenis-Jenis Wayang Golek

Dalam perkembangannya, wayang golek memiliki beberapa jenis yang berbeda berdasarkan bentuk, cerita, dan daerah asalnya. Berikut adalah beberapa jenis wayang golek yang populer:

  1. Wayang Golek Purwa: Jenis ini paling umum ditemui di Jawa Barat. Cerita yang dibawakan biasanya diambil dari epos Ramayana dan Mahabharata. Bentuk wayangnya memiliki mahkota dan pakaian yang lebih detail.
  2. Wayang Golek Cepak: Populer di daerah Cirebon, wayang jenis ini memiliki bentuk kepala yang lebih datar (cepak). Cerita yang dibawakan biasanya tentang sejarah penyebaran Islam atau legenda-legenda lokal.
  3. Wayang Golek Menak: Berkembang di Jawa Tengah dan Yogyakarta, wayang ini mengambil cerita dari Serat Menak yang berisi kisah-kisah pahlawan Islam.
  4. Wayang Golek Pakuan: Jenis wayang ini mengangkat cerita-cerita legenda Sunda seperti Sangkuriang, Lutung Kasarung, dan Mundinglaya Dikusumah.
  5. Wayang Golek Modern: Merupakan pengembangan dari wayang golek tradisional dengan menambahkan unsur-unsur modern seperti efek suara, pencahayaan, dan terkadang mengangkat tema-tema kontemporer.

Masing-masing jenis wayang golek ini memiliki keunikan tersendiri, baik dari segi bentuk fisik wayang, cerita yang dibawakan, maupun gaya pertunjukannya. Keberagaman ini mencerminkan kekayaan budaya dan kreativitas seniman wayang golek dalam mengembangkan kesenian tradisional ini.

Proses Pembuatan Wayang Golek

Pembuatan wayang golek merupakan sebuah proses yang membutuhkan keahlian, kesabaran, dan jiwa seni yang tinggi. Berikut adalah tahapan-tahapan dalam pembuatan wayang golek:

  1. Pemilihan Bahan: Kayu yang biasa digunakan adalah kayu albasia atau lame karena ringan namun kuat. Kayu harus dipilih dengan teliti untuk memastikan kualitasnya.
  2. Pembentukan Dasar: Kayu dipotong dan dibentuk menjadi bagian-bagian utama wayang seperti kepala, badan, dan tangan. Proses ini memerlukan ketelitian tinggi agar proporsi wayang tepat.
  3. Pengukiran: Bagian kepala wayang diukir dengan detail untuk membentuk wajah dan ekspresi karakter. Ini adalah tahap yang paling membutuhkan keahlian dan kreativitas pengrajin.
  4. Penghalusan: Setelah diukir, permukaan wayang dihaluskan menggunakan amplas untuk mempersiapkannya untuk proses pewarnaan.
  5. Pewarnaan Dasar: Wayang diberi warna dasar sesuai dengan karakter yang akan dibuat. Warna-warna yang umum digunakan adalah putih, merah, hitam, dan emas (prada).
  6. Pendetailan: Setelah warna dasar kering, dilakukan pendetailan wajah seperti mata, alis, kumis, dan ornamen-ornamen lainnya menggunakan cat yang lebih detail.
  7. Pembuatan Pakaian: Bagian bawah wayang diberi pakaian yang terbuat dari kain. Pakaian ini sering dihiasi dengan manik-manik atau payet untuk menambah keindahan.
  8. Pemasangan Aksesoris: Mahkota, perhiasan, dan aksesoris lainnya dipasang untuk melengkapi penampilan wayang.
  9. Pemasangan Tangkai: Tangkai kayu dipasang sebagai pegangan untuk memainkan wayang.
  10. Finishing: Tahap akhir meliputi pemeriksaan keseluruhan dan penyempurnaan detail-detail kecil.

Proses pembuatan satu set wayang golek bisa memakan waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, tergantung pada tingkat kerumitan dan jumlah karakter yang dibuat. Setiap wayang golek adalah hasil karya seni yang unik, mencerminkan keahlian dan dedikasi para pengrajinnya dalam melestarikan warisan budaya ini.

Struktur Pertunjukan Wayang Golek

Pertunjukan wayang golek memiliki struktur yang khas dan telah diwariskan secara turun-temurun. Meskipun ada variasi tergantung pada daerah dan gaya dalang, secara umum struktur pertunjukan wayang golek terdiri dari beberapa bagian utama:

  1. Tatalu: Pembukaan pertunjukan dengan alunan gamelan. Pada tahap ini, dalang dan sinden naik ke panggung.
  2. Murwa: Dalang membuka pertunjukan dengan narasi pembuka, biasanya berisi doa dan pengantar cerita.
  3. Jejer: Adegan pertama yang biasanya menampilkan suasana kerajaan atau pertemuan penting.
  4. Babak Unjal: Adegan yang menggambarkan persiapan atau perencanaan untuk menghadapi konflik utama.
  5. Paseban: Adegan pertemuan antara raja dengan para punggawa atau penasihat.
  6. Perang Gagal: Pertempuran awal yang belum menentukan, biasanya untuk memperkenalkan konflik.
  7. Goro-goro: Adegan hiburan yang menampilkan tokoh-tokoh punakawan seperti Semar, Cepot, dan Dawala. Biasanya berisi humor dan kritik sosial.
  8. Perang Kembang: Pertempuran yang lebih seru, biasanya melibatkan tokoh-tokoh utama.
  9. Perang Brubuh: Pertempuran puncak yang menentukan akhir cerita.
  10. Tancep Kayon: Penutupan pertunjukan, ditandai dengan ditancapkannya gunungan (kayon) di tengah kelir.

Selama pertunjukan, dalang tidak hanya memainkan wayang, tetapi juga menyanyikan suluk (nyanyian dalang), melakukan dialog antar tokoh dengan suara yang berbeda-beda, dan memimpin gamelan. Sinden dan nayaga (pemain gamelan) juga berperan penting dalam menciptakan suasana pertunjukan yang menghanyutkan.

Durasi pertunjukan wayang golek tradisional bisa mencapai 6-8 jam, dimulai dari malam hari hingga menjelang pagi. Namun, saat ini banyak pertunjukan yang dipersingkat menjadi 2-3 jam untuk menyesuaikan dengan selera penonton modern.

Nilai-Nilai Filosofis dalam Wayang Golek

Wayang golek bukan sekadar hiburan semata, tetapi juga mengandung nilai-nilai filosofis yang mendalam. Beberapa nilai penting yang terkandung dalam pertunjukan wayang golek antara lain:

  1. Keseimbangan Hidup: Konsep "Bhinneka Tunggal Ika" atau berbeda-beda tetapi tetap satu, tercermin dalam berbagai karakter wayang yang memiliki sifat dan peran berbeda namun saling melengkapi.
  2. Karma dan Dharma: Ajaran tentang sebab-akibat dan kewajiban hidup sering menjadi tema utama dalam cerita wayang.
  3. Kepemimpinan: Melalui tokoh-tokoh raja dan ksatria, wayang mengajarkan nilai-nilai kepemimpinan yang baik seperti kebijaksanaan, keadilan, dan pengabdian.
  4. Spiritualitas: Wayang sering mengangkat tema-tema spiritual dan hubungan manusia dengan Tuhan.
  5. Etika dan Moral: Setiap cerita wayang biasanya mengandung pesan moral yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
  6. Harmoni dengan Alam: Banyak cerita wayang yang mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan dengan alam.
  7. Pengendalian Diri: Tokoh-tokoh wayang sering digambarkan harus mengendalikan nafsu dan emosi mereka untuk mencapai tujuan yang lebih besar.
  8. Kesetiaan dan Pengorbanan: Nilai-nilai ini sering ditonjolkan melalui hubungan antar tokoh dalam cerita.

Nilai-nilai ini disampaikan melalui dialog, narasi, dan simbolisme dalam pertunjukan wayang. Dalang yang baik mampu mengemas nilai-nilai ini dalam bentuk yang menghibur sekaligus mendidik, membuat wayang golek menjadi media yang efektif untuk menyampaikan ajaran moral dan filosofi hidup.

Peran Dalang dalam Pertunjukan Wayang Golek

Dalang memiliki peran sentral dalam pertunjukan wayang golek. Ia tidak hanya bertindak sebagai penggerak boneka wayang, tetapi juga sebagai sutradara, narator, aktor suara, dan bahkan komentator sosial. Berikut adalah beberapa aspek penting dari peran dalang:

  1. Penguasaan Cerita: Dalang harus menguasai berbagai cerita wayang, baik yang bersumber dari epos Ramayana dan Mahabharata, maupun cerita carangan (pengembangan).
  2. Keterampilan Vokal: Seorang dalang harus mampu menghasilkan berbagai suara untuk memerankan puluhan karakter yang berbeda dalam satu pertunjukan.
  3. Improvisasi: Meskipun ada pakem (aturan baku) dalam pewayangan, dalang yang baik mampu berimprovisasi untuk menyesuaikan cerita dengan konteks dan audiens.
  4. Pengetahuan Musik: Dalang harus memahami iringan gamelan dan mampu memberikan aba-aba kepada para nayaga (pemain gamelan).
  5. Kecerdasan Linguistik: Penggunaan bahasa yang indah dan puitis, termasuk dalam suluk (nyanyian dalang) dan janturan (narasi), adalah ciri khas dalang yang baik.
  6. Pemahaman Filosofis: Dalang diharapkan memiliki pemahaman mendalam tentang filosofi hidup dan nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita wayang.
  7. Kepekaan Sosial: Banyak dalang yang menggunakan pertunjukan wayang sebagai media untuk mengkritik atau mengomentari isu-isu sosial dan politik terkini.
  8. Stamina Fisik: Mengingat durasi pertunjukan yang panjang, dalang harus memiliki stamina yang baik.

Untuk menjadi seorang dalang yang mahir, diperlukan proses belajar yang panjang dan dedikasi tinggi. Banyak dalang yang mulai belajar sejak usia muda, sering kali melalui sistem pewarisan keahlian dari orang tua atau guru. Namun, saat ini juga ada sekolah formal yang mengajarkan seni pedalangan untuk melestarikan tradisi ini.

Beberapa dalang wayang golek yang terkenal di Jawa Barat antara lain Asep Sunandar Sunarya, Ade Kosasih Sunarya, dan Dede Amung Sutarya. Mereka tidak hanya dikenal karena keterampilan memainkan wayang, tetapi juga karena inovasi yang mereka bawa dalam seni pedalangan, seperti penggunaan efek suara modern atau pengembangan cerita yang lebih kontemporer.

Fungsi Sosial dan Budaya Wayang Golek

Wayang golek memiliki berbagai fungsi penting dalam masyarakat Sunda dan Indonesia secara umum. Berikut adalah beberapa fungsi utama wayang golek:

  1. Media Pendidikan: Wayang golek sering digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran moral, etika, dan nilai-nilai kehidupan kepada masyarakat.
  2. Hiburan: Sebagai seni pertunjukan, wayang golek menjadi hiburan yang populer dalam berbagai acara seperti pernikahan, khitanan, atau perayaan desa.
  3. Pelestarian Budaya: Melalui pertunjukan wayang golek, cerita-cerita tradisional dan nilai-nilai budaya Sunda terus dilestarikan dan diwariskan dari generasi ke generasi.
  4. Kritik Sosial: Dalang sering menggunakan pertunjukan wayang sebagai media untuk menyampaikan kritik atau komentar terhadap kondisi sosial dan politik.
  5. Ritual dan Upacara: Di beberapa daerah, pertunjukan wayang golek masih menjadi bagian dari ritual adat atau upacara keagamaan, seperti dalam acara ruwatan.
  6. Diplomasi Budaya: Wayang golek sering ditampilkan dalam acara-acara internasional sebagai representasi budaya Indonesia.
  7. Pengembangan Ekonomi Kreatif: Industri wayang golek, baik dalam bentuk pertunjukan maupun kerajinan, menjadi sumber penghasilan bagi banyak seniman dan pengrajin.
  8. Terapi Psikologis: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menonton atau belajar wayang golek dapat memiliki efek terapeutik, membantu dalam pengembangan kepribadian dan kecerdasan emosional.

Dalam konteks modern, fungsi wayang golek terus berkembang. Misalnya, beberapa sekolah di Jawa Barat telah memasukkan pelajaran wayang golek dalam kurikulum muatan lokal mereka. Ini tidak hanya bertujuan untuk melestarikan budaya, tetapi juga untuk mengembangkan kreativitas dan kemampuan berbahasa siswa.

Selain itu, wayang golek juga mulai diadaptasi ke dalam bentuk-bentuk baru seperti film animasi atau pertunjukan virtual, memperluas jangkauannya ke generasi yang lebih muda dan audiens global. Meskipun demikian, tantangan tetap ada dalam menjaga relevansi wayang golek di tengah arus modernisasi dan globalisasi.

Perkembangan Wayang Golek di Era Modern

Wayang golek, seperti banyak bentuk seni tradisional lainnya, menghadapi berbagai tantangan di era modern. Namun, berkat kreativitas para seniman dan dukungan dari berbagai pihak, wayang golek terus berkembang dan beradaptasi. Berikut adalah beberapa perkembangan wayang golek di era modern:

  1. Inovasi Teknis: Banyak pertunjukan wayang golek modern yang menggunakan teknologi seperti pencahayaan LED, efek suara digital, dan bahkan proyeksi multimedia untuk meningkatkan daya tarik visual.
  2. Adaptasi Cerita: Selain cerita tradisional, banyak dalang yang mulai mengangkat tema-tema kontemporer seperti isu lingkungan, pendidikan, atau bahkan adaptasi dari film populer.
  3. Kolaborasi Seni: Wayang golek sering berkolaborasi dengan bentuk seni lain seperti tari modern, musik kontemporer, atau seni instalasi, menciptakan pertunjukan yang lebih beragam.
  4. Wayang Golek dalam Media Digital: Munculnya film animasi dan game yang terinspirasi dari wayang golek, memperkenalkan seni ini kepada generasi yang lebih muda.
  5. Pendidikan Formal: Beberapa institusi pendidikan tinggi di Indonesia telah membuka jurusan atau program studi khusus tentang seni pedalangan, termasuk wayang golek.
  6. Wayang Golek Mini: Untuk menyesuaikan dengan ruang dan waktu yang terbatas, dikembangkan format pertunjukan wayang golek mini yang lebih singkat dan kompak.
  7. Internasionalisasi: Wayang golek semakin sering tampil di panggung internasional, baik sebagai pertunjukan budaya maupun dalam festival seni dunia.
  8. Wayang Golek sebagai Cinderamata: Pengembangan wayang golek sebagai produk kerajinan dan cinderamata turut membantu mempopulerkan dan melestarikan seni ini.

Salah satu contoh inovasi yang menarik adalah karya almarhum Ki Asep Sunandar Sunarya, yang dikenal sebagai "dalang setan" karena keahliannya dalam memainkan wayang. Ia mengembangkan teknik memainkan wayang yang lebih dinamis dan ekspresif, serta sering mengangkat tema-tema sosial dalam pertunjukannya.

Meskipun ada perkembangan positif, wayang golek juga menghadapi tantangan seperti berkurangnya minat generasi muda dan persaingan dengan bentuk hiburan modern. Oleh karena itu, upaya pelestarian dan pengembangan wayang golek perlu terus dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari seniman, pemerintah, hingga masyarakat umum.

Wayang Golek sebagai Warisan Budaya Dunia

Pengakuan terhadap nilai penting wayang golek tidak hanya terbatas di Indonesia. Pada tanggal 7 November 2003, UNESCO, badan PBB yang menangani pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, secara resmi mengakui wayang Indonesia, termasuk wayang golek, sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Takbenda Manusia.

Pengakuan ini memiliki beberapa implikasi penting:

  1. Pengakuan Global: Wayang golek diakui sebagai warisan budaya yang memiliki nilai universal dan penting bagi kemanusiaan.
  2. Kewajiban Pelestarian: Indonesia memiliki tanggung jawab untuk melestarikan dan mengembangkan seni wayang, termasuk wayang golek.
  3. Peluang Promosi: Status ini membuka peluang lebih besar untuk mempromosikan wayang golek di kancah internasional.
  4. Dukungan Internasional: Memungkinkan adanya dukungan dan kerjasama internasional dalam upaya pelestarian dan pengembangan wayang golek.
  5. Peningkatan Kesadaran: Pengakuan ini meningkatkan kesadaran masyarakat, baik di Indonesia maupun internasional, akan pentingnya melestarikan seni wayang golek.

Sebagai tindak lanjut dari pengakuan UNESCO, pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah untuk melestarikan dan mengembangkan seni wayang, termasuk wayang golek. Beberapa upaya tersebut meliputi:

  • Pemberian bantuan kepada sanggar-sanggar wayang golek
  • Penyelenggaraan festival dan kompetisi wayang golek
  • Pengembangan kurikulum seni pedalangan di sekolah dan perguruan tinggi
  • Promosi wayang golek dalam acara-acara diplomasi budaya
  • Dukungan penelitian dan dokumentasi tentang wayang golek

Meskipun demikian, tantangan dalam melestarikan wayang golek tetap ada. Globalisasi dan perubahan gaya hidup masyarakat modern membuat seni tradisional seperti wayang golek harus bersaing dengan berbagai bentuk hiburan kontemporer. Oleh karena itu, diperlukan upaya kreatif dan berkelanjutan dari berbagai pihak untuk memastikan bahwa wayang golek tetap relevan dan diapresiasi oleh generasi mendatang.

Kesimpulan

Wayang golek adalah warisan budaya yang tak ternilai harganya, mencerminkan kekayaan tradisi, filosofi, dan kreativitas masyarakat Sunda khususnya dan Indonesia pada umumnya. Dari sejarahnya yang panjang hingga perkembangannya di era modern, wayang golek telah membuktikan diri sebagai bentuk seni yang adaptif dan relevan.

Sebagai media pendidikan, hiburan, dan pelestarian nilai-nilai budaya, wayang golek memiliki peran penting dalam membentuk identitas dan karakter bangsa. Pengakuan UNESCO terhadap wayang sebagai warisan budaya dunia semakin menegaskan nilai universal dari seni ini.

Namun, di tengah arus globalisasi dan modernisasi, pelestarian dan pengembangan wayang golek menghadapi tantangan yang tidak kecil. Diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak - seniman, pemerintah, akademisi, dan masyarakat umum - untuk memastikan bahwa warisan budaya ini tetap hidup dan berkembang.

Inovasi dalam pertunjukan, adaptasi cerita yang relevan dengan isu kontemporer, dan pemanfaatan teknologi modern adalah beberapa cara yang dapat ditempuh untuk menjaga daya tarik wayang golek bagi generasi muda. Pada saat yang sama, penting untuk tetap mempertahankan esensi dan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam seni wayang golek.

Dengan demikian, wayang golek tidak hanya akan tetap menjadi kebanggaan budaya Indonesia, tetapi juga akan terus memberikan kontribusi positif bagi pembentukan karakter bangsa dan pemahaman lintas budaya di tingkat global. Sebagai warisan leluhur yang adiluhung, wayang golek layak untuk terus dilestarikan, dikembangkan, dan diperkenalkan kepada generasi mendatang sebagai sumber inspirasi dan kebijaksanaan yang tak lekang oleh waktu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya