Menemukan Jati Diri Lewat Badut

Menurut Justus Neuman, di dalam diri setiap orang ada unsur kelucuan. Ia percaya bahwa kelucuan yang ditampilkan seorang badut adalah cermin untuk mengetahui karakter suatu masyarakat.

oleh Liputan6 diperbarui 17 Okt 2005, 08:02 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2005, 08:02 WIB
171005alnbadut.jpg
Liputan6.com, Hobart: Justus Neumann, seorang badut senior di Hobart, Australia, belum lama ini mengatakan, badut adalah cermin masyarakat. Menurut Neumann, dengan memancing tawa, seorang badut dapat menyentuh isi hati penontonnya. Lebih jauh, mereka bahkan bisa menyelewengkan pikiran atau dengan perkataan lain mengaduk emosi penonton selama pertunjukan berlangsung.

Neumann menjelaskan, selain dapat memancing tawa, seorang badut yang baik juga dapat memainkan peran yang samar-samar. Menurut pria yang sejak kecil sudah menjadi badut ini, dalam diri setiap orang ada unsur kelucuan. Ini dibuktikan Neumann melalui sejumlah lokakarya di teater. Ia membantu orang lain menemukan ciri kebadutan dalam diri mereka masing-masing dengan cara membimbing melalui skenario-skenario tertentu. Selain itu melihat dari respons karakter kebadutan mereka.

Untuk menunjukkan jati diri kebadutan, setiap individu dianjurkan memakai kostum. Namun, tak terbatas pada stereotip hidung merah besar dan sepatu besar. Kostum pun perlu diperlakukan seperti topeng yang mampu membuat orang tertawa atau penasaran.

Dewasa ini, aksi badut tak terbatas pada pertunjukan panggung ataupun arena sirkus. Mereka kini juga ada di rumah sakit yang didatangkan khusus untuk menghibur pasien. Aksi badut dapat mengalihkan pikiran orang yang melihatnya atau membuat mereka tahu lebih banyak tentang jati dirinya. Meski terkesan rumit, misi badut pada akhirnya tercapai melalui gelak tawa berderai dari orang yang melihatnya.(BOG/Nlg)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya