Liputan6.com, San Francisco - Kota terapung mungkin menjadi pilihan terbaik. Jika permukaan laut terus naik dengan kecepatan yang sekarang, maka Polinesia Prancis akan kehilangan 2/3 wilayah daratannya ditelan lautan. Karena itu, pemerintah setempat memutuskan untuk menimbang-nimbang memindahkan warganya ke kota terapung dalam arti sebenarnya.
Dalam minggu ini, pemerintah Polinesia Prancis menandatangani perjanjian dengan suatu firma perancangan yang berkedudukan di San Francisco, Amerika Serikat, untuk mengembangkan kota terapung pertama di dunia di Pasifik Selatan yang pembangunannya dimulai pada 2019.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari Science Alert pada Jumat (20/1/2017), Seasteading Institute, firma yang ditugaskan untuk mendirikan habitat masa depan tersebut tengah mengembangkan konsep kota-kota terapung selama 5 tahun belakangan ini dan sekarang telah mendapat persetujuan untuk membangun satu kota di perairan Polinesia Prancis.
Pengumuman firma pada Senin lalu berbunyi, "Pemerintah Polinesia Prancis telah secara resmi menandatangani persetujuan untuk membuat legislasi bagi Floating Island Project dengan Seasteading Institute."
"Proyek ini…dimaksudkan untuk mengahadapi kenaikan permukaan laut, sekaligus memajukan pertumbuhan teknologi dan ekonomi."
Menurut Stephanie Boltje kepada ABC News, mantan menteri dari pemerintahan di Pape'te, ibukota Polinesia Prancis, melakukan pendekatan kepada Seasteading tahun lalu. Setelah melihat rencana-rencana yang ada, pemerintah menandatangani perjanjian untuk memulai prosesnya.
Perjanjian tersebut yang ditandatangani oleh menteri Jean-Christophe Bouissou dari Polinesia Prancis mensyaratkan agar rencana-rencana itu tuntas dalam tahun ini, dan akan disertakan dalam rancangan legislasi. Jika disetujui sebelum akhir 2018, pembangunan dapat dimulai pada 2019.
Menurut Randolph Hencken, direktur eksekutif di Seasteading, rencana demikian bukan hanya mambantu para penduduk lokal dari pulau-pulau, semisal Tahiti yang paling padat penduduk di sana agar tidak perlu tergesa-gesa melarikan diri dari tenggelamnya rumah-rumah mereka pada beberapa dekade mendatang, tapi juga menawarkan pengalaman wisata unik untuk mendongkrak perekonomian.
"Kami merencanakan menggagas pulau-pulau terapung sebagai industri baru yang memuingkinkan orang tinggal sambil tetap memegang kedaulatan mereka, daripada harus mengungsi ke negara-negara lain," katanya kepada ABC News.
"Itulah alasan mengapa warga Tahiti sangat tertarik dengan kami. Mereka menginginkan ketahanan lingkungan hidup sekaligus kesempatan-kesempatan ekonomi."
Menurut firma itu, perairan sekitar Polinesia Prancis secara relatif tenang dan dangkal sehingga menjadi tempat yang cocok untuk mendirikan habitat terapun yang peramanen.
Mereka akan memulai dengan sejumlah tempat tinggal mungil untuk puluhan warga pertama, dan jika berhasil, akan mengembangkan kota terapung itu untuk menampung "ratusan bahkan ribuan orang."
Menuai Kritik
Rencana itu mengundang beberapa kritik. Seasteading bersikeras bahwa kota terapung mereka akan berkelanjutan, tapi sebagian penduduk lokal khawatir bahwa firma itu akan terlalu banyak meraup untung dari habitat tersebut dan bisa saja jadinya tidak seperti yang dijanjikan.
Marc Collins, seorang pebisnis Tahiti dan sekaligus mantan menteri pariwisata, mengatakan bahwa reaksi negatif terhadap proyek itu sudah diduga.
Katanya kepada The Guardian, "Warga Tahiti sudah muak dan lelah mendengar proyek-proyek maha besar dan massif yang tidak pernah jadi. Ada alasan bagi penduduk untuk waspada."
Masih harus ditunggu apakah segala sesuatunya berjalan sesuai rencana dalam beberapa bulan mendatang. Lebih bagus lagi kalau ada akses kepada rencana-rencana tersebut agar bisa dinilai kelayakannya.
Sementara ini, gagasan tersebut bisa dinikmati sebagai konsep seni, karena, jika berhasil dan sesuai rencana, kota terapung itu menakjubkan.
Advertisement