Liputan6.com, Jakarta - Drama perselingkuhan antara suami Norma Risma, Rozy Zay, dan mertua yang viral di media sosial terkuak oleh warga sekitar.
Warga mencium gelagat tak wajar antara Rozy Zay dan mertuanya yang berduaan di dalam rumah. Rasa curiga pun semakin nyata ketika ada seorang warga mengaku melihat keduanya tanpa busana di rumah tersebut.
Baca Juga
Warga pun melakukan penggerebekan dan benar saja, menantu dan mertua itu tidak mengenakan pakaian lengkap.
Advertisement
Terkait penggerebekan suami selingkuh dengan mertua yang dilakukan warga, kriminolog Haniva Hasna memberi tanggapan.
Menurut kriminolog yang karib disapa Iva, warga setempat atau tetangga itu berfungsi sebagai agen sosialisasi, kontrol sosial atau pengendalian sosial.
Fungsinya, lanjut Iva, mengatasi atau mencegah terjadinya perilaku menyimpang di masyarakat.
Pada dasarnya, pengendalian sosial dilaksanakan untuk mengarahkan individu maupun kelompok agar bertindak sesuai norma sosial.
Idealnya, masyarakat melakukan upaya preventif dengan tujuan:
- Melakukan pencegahan terjadinya perilaku menyimpang
- Mengurangi risiko dan dampak penyimpangan
- Mencegah terjadinya gangguan stabilitas di masyarakat.
"Dengan melakukan pengendalian sosial preventif, diharapkan masyarakat dapat menghindari perilaku menyimpang dan bertindak sesuai norma," kata Iva kepada Health Liputan6.com melalui pesan teks belum lama ini.
Iva pun menilai aksi yang dilakukan masyarakat sudah sangat tepat.
"Aksi yang dilakukan oleh masyarakat sudah sangat tepat walaupun sudah terjadi penyimpangan. Setidaknya, ada upaya kontrol sosial yang akan jadi pembelajaran bagi warga lain untuk berperilaku sesuai norma dan aturan hukum yang berlaku di masyarakat," Iva menambahkan.
Bisa Dibawa ke Ranah Hukum
Iva pun mengatakan, korban yang dirugikan, dalam hal ini Norma Risma, bisa melaporkan kasus ini kepada polisi.
"Pada dasarnya upaya hukum pidana adalah upaya terakhir (ultimum remedium) dalam penyelesaian suatu masalah," kata Iva.
"Maknanya adalah apabila suatu perkara dapat diselesaikan melalui upaya lain seperti kekeluargaan, musyawarah, negosiasi dan mediasi, maupun perdata, maka hendaklah diselesaikan terlebih dahulu melalui jalur atau upaya-upaya lain tersebut,"Â Iva menambahkan.
Namun, bila dikembalikan pada hukum yang berlaku, pihak yang dirugikan memang dapat melaporkan pasangannya yang terbukti selingkuh melalui kepolisian.Â
Jalur hukum bisa ditempuh Norma Rismala lantaran perselingkuhan termasuk pelanggaran pasal 284 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana selama sembilan bulan.
Namun, jika tidak melakukan pelaporan pun, hukuman sosial akan tetap diterima oleh pelaku.
Advertisement
Terkait Perselingkuhan
Sebelumnya, Iva juga menjelaskan tentang perselingkuhan secara umum. Menurutnya, perselingkuhan (infidelity) merupakan pelanggaran sebuah kepercayaan, penghianatan sebuah hubungan serta pemutusan sebuah kesepakatan.
Faktor-faktor yang menyebabkan perselingkuhan secara umum terjadi karena masalah dalam pernikahan, ketidakpuasan emosional dan seksual, lamanya pernikahan, kehadiran anak (baik yang hadir maupun tidak), kepribadian, perilaku seksual (sexual attitude), dan pasangan idaman lain (PIL).
Masalah mendasar yang seringkali bertumpang tindih dalam menghasilkan sebuah masalah dalam pernikahan, antara lain kekuasaan (power) serta kepercayaan dan keintiman.
Dalam hal ini, kata Iva, sering melibatkan tentang seks, keuangan, dan komunikasi.
Selain disebabkan menjadi interaksi sehari-hari pada pasangan, masalah ini juga rentan menimbulkan ketidakpercayaan, ketidakjujuran dan kurangnya saling memahami antara pasangan.
Â
3 Tipe Perselingkuhan
Bila dilihat dari tipenya, ada beberapa perselingkuhan yang terjadi dalam masyarakat.
Pertama, perselingkuhan yang terjadi hanya satu kali, biasanya tidak direncanakan, dan tanpa ikatan emosional.
Kedua, perselingkuhan petualangan, termotivasi oleh hasrat untuk memiliki pengalaman seksual baru, kehidupan yang berbeda-beda, murni bertujuan seksual tapi dapat bersamaan dengan ikatan emosional.
Ketiga, perselingkuhan jangka panjang memiliki tahapan yang sama seperti tahapan pernikahan.
"Dengan melihat kronologi yang disampaikan oleh korban, pelaku melakukan komunikasi terlebih dahulu, merencanakan perbuatan terlarang dan dilakukan sejak sebelum terjadinya pernikahan. Artinya, perbuatan ini tidak bisa disebut dengan khilaf semata tapi termasuk dalam kategori kedua atau bahkan ketiga," katanya.
Â
Advertisement