CISDI Dorong Pemberlakuan Cukai Minuman Manis Jelang Pengesahan RAPBN 2024 Akhir September Ini

Organisasi non-profit CISDI mendorong pemerintah dan DPR untuk memberlakukan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tahun depan.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 19 Sep 2023, 15:00 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2023, 15:00 WIB
CISDI Dorong Pemberlakuan Cukai MBDK Jelang Pengesahan RAPBN 2024 Akhir September Ini
CISDI Dorong Pemberlakuan Cukai MBDK Jelang Pengesahan RAPBN 2024 Akhir September Ini. Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

Liputan6.com, Jakarta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2024 akan segera disahkan menjadi undang-undang pada akhir September ini.

Mengingat hal tersebut, organisasi non-profit CISDI mendorong pemerintah dan DPR untuk memberlakukan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tahun depan.

Dorongan ini dilatarbelakangi oleh bahaya MBDK terhadap kesehatan masyarakat. Ini dibuktikan dengan risiko diabetes serta penyakit tidak menular yang jumlahnya terus meningkat.  

“Jumlah kasus obesitas dan penyakit tidak menular di Indonesia meningkat signifikan sepuluh tahun terakhir. Sementara, instrumen yang diyakini bisa menekan angka peningkatan tersebut, yaitu cukai MBDK, masih terus ditunda," kata Chief Research and Policy CISDI, Olivia Herlinda dalam media briefing di Jakarta, Kamis 14 September 2023.

Sayangnya, saat ini masih ada pihak yang kontra terhadap pemberlakuan cukai pada MBDK karena dianggap merugikan industri dan ekonomi. Padahal, beberapa riset menyebut cukai MBDK memberi dampak baik terhadap industri.

Kenaikan harga MBDK sebesar 1 persen setelah cukai berpotensi meningkatkan permintaan air mineral sebanyak 0,33 persen, mengutip temuan peneliti CISDI Gita Kusnadi yang dilakukan pada 2022.

Selain itu, penerapan cukai MBDK juga akan menggeser konsumsi MBDK ke produk lebih rendah gula, seperti teh hijau kemasan tanpa gula. Hal ini dijumpai di Thailand dan Vietnam seperti yang ditemukan pula oleh Gita pada 2023.

Kerugian Penurunan Penjualan MBDK Bisa Tertolong dengan AMDK

Kerugian Penurunan Penjualan MBDK Bisa Tertolong dengan AMDK
Kerugian penurunan penjualan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) akibat cukai bisa tertolong dengan penjualan air minum dalam kemasan (AMDK). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dengan kata lain, pendapatan industri yang turun dari penjualan MBDK dapat tertolong dengan penjualan air minum dalam kemasan (AMDK).

“Jadi, pendapatan industri yang menurun dari MBDK bisa digantikan dengan pendapatan dari air minum dalam kemasan (AMDK) dan minuman rendah gula lain. Sebab, produsen MBDK biasanya memproduksi beberapa jenis minuman,” kata Health Economics Research Associate CISDI, Zulfiqar Firdaus.

Dari segi potensi penerimaan negara, cukai MBDK diperkirakan menyumbang Rp2,44 triliun sampai Rp3,62 triliun jika penerapannya memicu kenaikan harga produk minuman berpemanis sebesar minimal 20 persen.

Seharusnya Cukai MBDK Diterapkan Tahun Lalu

CISDI Dorong Pemberlakuan Cukai MBDK Jelang Pengesahan RAPBN 2024 Akhir September Ini
CISDI Dorong Pemberlakuan Cukai MBDK Jelang Pengesahan RAPBN 2024 Akhir September Ini

Juli lalu, pemerintah memutuskan untuk menunda penerapan pungutan cukai MBDK yang seharusnya berlaku tahun ini.

Alasannya, kondisi industri makanan dan minuman belum sepenuhnya pulih akibat dampak pandemi COVID-19 selama tiga tahun terakhir.

Padahal, pemerintah sebenarnya telah menargetkan pungutan cukai minuman berpemanis dalam penyusunan RAPBN 2023, tepatnya dalam Buku II Nota Keuangan.

Dikatakan, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi tahun 2022 hingga 5,31 persen dan memiliki ruang fiskal untuk memberlakukan cukai MBDK tahun ini.

“Pengesahan RAPBN 2024 menjadi momen yang sangat penting supaya pemerintah tidak lagi menunda penerapan pungutan cukai MBDK," kata Olivia.

Dampak Konsumsi MBDK Menurut Penelitian

CISDI Dorong Pemberlakuan Cukai MBDK Jelang Pengesahan RAPBN 2024 Akhir September Ini
CISDI Dorong Pemberlakuan Cukai MBDK Jelang Pengesahan RAPBN 2024 Akhir September Ini. (dok. Kolya Korzh/Unsplash.com)

CISDI bersama Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terus mendorong pemerintah dan DPR menerapkan cukai MBDK. Dengan alasan adanya dampak buruk minuman berpemanis terhadap kesehatan.

Studi meta analisis pada 2021 dan 2023 mengestimasi setiap konsumsi 250 mililiter MBDK akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 12 persen, risiko diabetes tipe 2 sebesar 27 persen, dan risiko hipertensi sebesar 10 persen (Meng et al, 2021; Qin et al, 2021; Li et al, 2023).

Mengadaptasi temuan World Bank (2020), penerapan cukai diprediksi meningkatkan harga dan mendorong reformulasi produk industri menjadi rendah gula sehingga menurunkan konsumsi MBDK.

Penurunan konsumsi MBDK akan berkontribusi terhadap berkurangnya tingkat obesitas dan penyakit tidak menular seperti diabetes, stroke, hingga penyakit jantung koroner.

Rekomendasi CISDI Soal Cukai MBDK

Berdasarkan sejumlah studi di atas, CISDI menyampaikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah dan DPR RI sebagai berikut:

  • Segera berlakukan cukai untuk produk MBDK minimal 20 persen berdasarkan kandungan gula untuk menurunkan konsumsi MBDK masyarakat hingga 17,5 persen.
  • DPR menyetujui usulan Kementerian Keuangan untuk menambahkan obyek cukai minuman berpemanis dalam kemasan di Undang-Undang APBN 2024.
  • Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian memberikan pendampingan dan sosialisasi untuk industri terdampak, termasuk UMKM.
  • Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengedukasi masyarakat mengenai bahaya mengkonsumsi minuman atau makanan berpemanis kadar tinggi.
  • Pemerintah, melalui BPOM, memperbaiki pengawasan dan penegakan peraturan serta standarisasi pelabelan informasi gizi pada produk MBDK untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan bahaya minuman tinggi gula.
infografis Makanan dan Minuman Manis yang Tepat untuk Berbuka Puasa
Makanan dan Minuman Manis yang Tepat untuk Berbuka Puasa (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya