Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Budi Supriyanto berpendapat bahwa pasal KUHP yang menjerat dokter Ayu Sasiary Prawani dan rekannya dengan vonis 10 bulan penjara perlu ditinjau ulang karena masih ada peraturan yang mengatur tentang praktik kedokteran.
"Kami menilai Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian dan Menyebabkan Sesoarang Meninggal Dunia perlu ditinjau ulang karena masih ada UU khusus yang mengatur tentang praktik kedokteran," katanya di Pekalongan, seperti dikutip dari Antara, Senin (2/12/2013).
Menurut dia, dokter adalah sebuah profesi mulia tetapi terkadang penghargaan yang mereka terima tidak senilai dengan aktivitas tugasnya yang mengutamakan kesembuahan para pasiennya.
Saat ini, kata dia, masih banyak profesi dokter yang ternyata gajinya masih di bawah upah minimum kota (UMK) sedang sebagian orang melihat keberadaan seorang dokter adalah sudah mapan.
"Kita jangan melihat dokter-dokter yang sudah mapan, seperti dokter spesialis dan dokter yang berada di perkotaan karena masih banyak dokter yang upahnya masih di bawah UMK. Itu kenyataan di lapangan sehingga kita harus mengakui kenyataan seperti itu," katanya.
Ia mengatakan majelis hakim yang memutuskan kasus dokter Ayu Sasiary dan rekannya diminta tidak hanya melihat hukum seperti yang tertera pada peraturan perundangan karena masih banyak penafsiran perbedaan dari orang-orang ahli hukum.
"Tidak masalah, kita hargai vonis dari Mahkamah Agung. Akan tetapi kami berpandangan majelis hakim jangan hanya melihat hukum seperti yang tertera pada peraturan perundangan saja," katanya.
Menurut dia, kasus yang menimpa dokter Ayu Sasiary semestinya terlebih dahulu diselesaikan melalui jalur hukum khusus, yaitu melalui majalis kehormatan dispilin kedokteran Indonesia.
"Kan ada majelis kehormatan dispilin kedokteran. Nah, melalui saluran itu dulu, baru jika tidak bisa diselesaikan diserahkan ke ranah hukum yang baru, yaitu diproses pidana," katanya.
(Abd)
"Kami menilai Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian dan Menyebabkan Sesoarang Meninggal Dunia perlu ditinjau ulang karena masih ada UU khusus yang mengatur tentang praktik kedokteran," katanya di Pekalongan, seperti dikutip dari Antara, Senin (2/12/2013).
Menurut dia, dokter adalah sebuah profesi mulia tetapi terkadang penghargaan yang mereka terima tidak senilai dengan aktivitas tugasnya yang mengutamakan kesembuahan para pasiennya.
Saat ini, kata dia, masih banyak profesi dokter yang ternyata gajinya masih di bawah upah minimum kota (UMK) sedang sebagian orang melihat keberadaan seorang dokter adalah sudah mapan.
"Kita jangan melihat dokter-dokter yang sudah mapan, seperti dokter spesialis dan dokter yang berada di perkotaan karena masih banyak dokter yang upahnya masih di bawah UMK. Itu kenyataan di lapangan sehingga kita harus mengakui kenyataan seperti itu," katanya.
Ia mengatakan majelis hakim yang memutuskan kasus dokter Ayu Sasiary dan rekannya diminta tidak hanya melihat hukum seperti yang tertera pada peraturan perundangan karena masih banyak penafsiran perbedaan dari orang-orang ahli hukum.
"Tidak masalah, kita hargai vonis dari Mahkamah Agung. Akan tetapi kami berpandangan majelis hakim jangan hanya melihat hukum seperti yang tertera pada peraturan perundangan saja," katanya.
Menurut dia, kasus yang menimpa dokter Ayu Sasiary semestinya terlebih dahulu diselesaikan melalui jalur hukum khusus, yaitu melalui majalis kehormatan dispilin kedokteran Indonesia.
"Kan ada majelis kehormatan dispilin kedokteran. Nah, melalui saluran itu dulu, baru jika tidak bisa diselesaikan diserahkan ke ranah hukum yang baru, yaitu diproses pidana," katanya.
(Abd)