Hukum Selingkuh dalam Islam dan Peraturan Perundang-undangan, Bisa Dipidana

Hukum selingkuh ternyata bisa membuat seseorang dipidana, hal ini merujuk pada pasal 284 ayat (1) KUHP.

oleh Husnul Abdi diperbarui 21 Jun 2023, 11:15 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2023, 11:15 WIB
Hukum Selingkuh dalam Islam dan Peraturan Perundang-undangan
Hukum Selingkuh dalam Islam dan Peraturan Perundang-undangan. (Sumber Foto: mirror.co.uk)

Liputan6.com, Jakarta Hukum selingkuh perlu dipahami setiap orang, baik merujuk pada agama maupun pada hukum suatu negara. Dalam agama Islam, hukum ini tentunya berdasarkan pada Al-Quran dan hadis, sedangkan di Indonesia hukum selingkuh dapat merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tepatnya pasal 284 ayat (1).

Fenomena perselingkuhan akhir-akhir ini viral di media sosial dan menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat. Biasanya, seseorang yang berselingkuh melakukan perbuatan yang mendekati zina atau bahkan melakukan perbuatan zina dengan selingkuhannya.

Hukum selingkuh ternyata bisa membuat seseorang dipidana, hal ini merujuk pada pasal 284 ayat (1) KUHP. Sementara itu, hukum perselingkuhan dalam agama Islam merujuk pada beberapa hadis yang berkaitan dengan kemunafikan dan perzinaan.

Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (21/6/2023) tentang hukum selingkuh.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pengertian Selingkuh

Pengertian Selingkuh
Pengertian Selingkuh

Sebelum mengenali hukum selingkuh, kamu perlu memahami pengertiannya terlebih dahulu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), selingkuh adalah menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang; tidak jujur; serong. Selingkuh juga dipahami sebagai tindakan menggelapkan uang; korup, juga menyeleweng. Jadi, selingkuh artinya dalam konteks pernikahan yaitu ketidakjujuran suami atau istri dalam hubungan suami istri.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, masyarakat umum mengenal pengertian selingkuh sebagai pengkhianatan seseorang terhadap pasangannya. Perselingkuhan biasanya diikuti dengan perbuatan zina atau perbuatan mendekati zina dengan orang lain yang bukan pasangannya.

Di Indonesia, hukum selingkuh telah diatur dalam KUHP secara khusus terkait adanya sanksi pidana suami atau istri selingkuh yang melakukan perzinaan. Suami atau istri yang terbukti melakukan perselingkuhan, salah satu yang dirugikan dapat melaporkan pasangannya tersebut melalui kepolisian. Laporan pasal 284 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana selama 9 bulan.


Hukum Selingkuh dalam Islam

Hukum Selingkuh dalam Islam
Hukum Selingkuh dalam Islam/Photo by Jeremy Wong Weddings on Unsplash

Selingkuh dalam Islam adalah perbuatan terlarang. Pada dasarnya, semua pengkhianatan, penyelewangan, dan kecurangan memang dilarang dalam agama Islam. Apalagi dalam hubungan suami istri, yang dianggap suci dan harus dijaga dengan sungguh-sungguh. Selingkuh dalam Islam dianggap sebagai tindakan yang sangat tercela dan dilarang keras. Melansir NU Online, Nabi Muhammad SAW melarang keras seseorang mengganggu keharmonisan rumah tangga orang lain, sebagaimana sabdanya pada sebuah hadis, yang artinya:

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata Rasulullah saw bersabda: "Bukan bagian dari kami, orang yang menipu seorang perempuan atas suaminya atau seorang budak atas tuannya" (HR Abu Dawud). 

Rasulullah SAW telah memperingatkan mengenai tanda-tanda orang munafik supaya setiap muslim menjauhinya. Hal ini juga bisa merujuk pada pengkhianatan dalam rumah tangga. Berikut bunyi sabda Nabi Muhammad SAW, yang artinya:

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi -Shallallahu ‘alayhi wa sallam- beliau bersabda: ‘Tanda orang munafik itu ada tiga: Jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia mengingkari dan jika dipercaya ia berkhianat’.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]

Setelah itu, dalil tentang selingkuh juga dapat merujuk pada hukum perzinaan. Di mana semua hal yang menjurus dan mengarah kepada perzinaan dilarang dalam syariat Islam. Dalilnya antara lain firman Allah dalam surat Al-Israa’ ayat 32, yang artinya:

“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Israa’: 32)

Dalil tentang selingkuh dalam Islam berikutnya adalah merujuk pada sabda Nabi Muhammad SAW berikut, yang artinya:

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari Nabi -Shallallahu ‘alayhi wa sallam-., beliau bersabda: ‘Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan seorang perempuan kecuali dengan mahramnya’, maka ada seorang laki-laki berdiri lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah, istriku mau pergi haji sementara aku tercatat harus pergi perang ini dan itu’. Maka beliau bersabda: ‘Pulanglah lalu pergilah naik haji bersama istrimu’.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Hadis lainnya terkait perselingkuhan yaitu seperti diriwayatkan Tirmidzi, yang artinya: 

“Rasulullah -Shallallahu ‘alayhi wa sallam- bersabda: ‘Ingatlah, janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan seorang perempuan melainkan setan adalah pihak ketiga mereka’.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Hibban)


Hukum Selingkuh dalam KUHP

Hukum Selingkuh dalam KUHP
Hukum Selingkuh dalam KUHP. (Image by Freepik)

Di Indonesia, hukum selingkuh telah diatur dalam KUHP secara khusus terkait adanya sanksi pidana suami atau istri selingkuh yang melakukan perzinaan. Melansir hukumonline, pasal 284 ayat (1) KUHP berbunyi:

Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:

1. a. Seorang pria yang telah kawin yang melakukan mukah (overspel) padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;

b. Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan mukah.

2. a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin.

b. Seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan Pasal 27 BW berlaku baginya.

Sementara itu pasal 284 ayat (2) KUHP berbunyi:

(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.

Bagi kamu yang belum tahu, Pasal 27 BW (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) - KUHPerdata (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) Pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja; dan seorang perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja.

Disebutkan juga bahwa pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai. Mengenai pasal 284 ayat (1) KUHP  ini, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 209), menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mukah atau zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya