Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Ini Sejarah dan Tugasnya

Sejarah, anggota dan tugas Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum

oleh Woro Anjar Verianty diperbarui 09 Feb 2024, 11:15 WIB
Diterbitkan 09 Feb 2024, 11:15 WIB
Ilustarasi DKPP
Ilustrasi logo DKPP. Foto (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) merupakan lembaga yang memiliki peran khusus dalam mengimbangi dan mengawasi kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) beserta jajarannya. DKPP didirikan sebagai mekanisme check and balance untuk memastikan transparansi dan integritas penyelenggaraan Pemilu di Indonesia. 

Sebagai bagian integral Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Pasal 109 tentang Penyelenggara Pemilu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) resmi terbentuk pada 12 Juni 2012 dengan anggotanya yang terdiri dari tujuh orang, masing-masing satu perwakilan dari KPU dan Bawaslu, serta tokoh masyarakat yang diajukan oleh DPR dan Pemerintah.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memiliki struktur yang representatif dengan anggotanya berasal dari berbagai unsur, termasuk perwakilan dari KPU dan Bawaslu, serta tokoh masyarakat yang dipilih oleh DPR dan Pemerintah. Melalui partisipasi beragam pihak, DKPP diharapkan dapat menjaga netralitasnya dalam menangani sengketa pemilu dan memastikan adanya keadilan dalam proses pengawasan penyelenggaraan Pemilu. 

Untuk informasi lebih lengkapnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber tentang sejarah, anggota dan tugas Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) pada Jumat (9/2/2024).

Sejarah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)

Pembacaan putusan oleh DKPP kepada Zubair Mooduto (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)
DKPP saat membacakan putusan pemecatan terhadap Zubair Mooduto, Anggota Bawaslu Pohuwato (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Sejarah pembentukan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) tidak dapat dipisahkan dari perjalanan Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (DK KPU) yang menjadi embrio bagi lembaga ini. Pada tahun 2008, Indonesia telah memiliki DK KPU, sebuah institusi etik yang difungsikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. 

Tugas utama DK KPU adalah menangani persoalan pelanggaran kode etik yang melibatkan penyelenggara Pemilu. Namun, meskipun memiliki peran penting, kewenangannya terbatas, hanya sebatas memanggil, memeriksa, dan menyidangkan, serta memberikan rekomendasi kepada KPU. Lembaga ini bersifat ad hoc, memberikan ruang untuk penanganan kasus-kasus tertentu, namun belum memiliki kekuatan yang memadai.

DK KPU pernah dipimpin oleh tokoh terkemuka, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH., yang berhasil mencatat prestasi positif. Beberapa terobosan dilakukan, termasuk keputusan untuk memberhentikan beberapa anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi/Kabupaten/Kota, termasuk salah satu mantan anggota KPU tahun 2010. Keberhasilan ini memberikan harapan baru bagi publik terhadap perubahan positif dalam penanganan pelanggaran etika dalam penyelenggaraan Pemilu.

Dengan melihat prestasi yang dianggap baik, Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), lembaga yudikatif, dan lembaga-lembaga pemantau Pemilu bersama-sama mendukung dan mendorong misi mulia ini. Langkah konkret diambil dengan meningkatkan kapasitas dan wewenang DK KPU, serta memastikan bahwa institusi ini tidak hanya memfokuskan diri pada kode etik KPU, tetapi juga terhadap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di berbagai tingkatan. 

Hasilnya terwujud dalam bentuk Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, yang memberikan dasar hukum bagi lahirnya Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum pada tanggal 12 Juni 2012 secara resmi. Dengan demikian, DKPP menjadi lembaga penting yang memiliki peran sentral dalam menjaga integritas dan etika penyelenggaraan Pemilu di Indonesia.

Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP)

Struktur anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) mencerminkan keragaman unsur yang terlibat dalam menjaga etika dan integritas penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia. Hingga saat ini, DKPP terdiri dari tujuh anggota yang berasal dari unsur Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta tokoh masyarakat yang diajukan oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pada periode 2012–2017, DKPP dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie sebagai Ketua, yang diangkat oleh DPR. Anggota lainnya berasal dari berbagai unsur, seperti Nur Hidayat Sardini, Saut Hamonangan Sirait, Abdul Bari Azed, Anna Erliyana, Valina Singka Subekti, Ida Budhiati dari KPU, dan Nelson Simanjuntak dari Bawaslu. Komposisi anggota ini menciptakan representasi yang seimbang dari berbagai lembaga terkait, memberikan dukungan dan kontrol yang efektif terhadap penyelenggara Pemilu.

Pada periode 2017–2022, Harjono memegang posisi Ketua DKPP yang diamanahkan oleh pemerintah. Anggota lainnya melibatkan tokoh seperti Idha Budhiati, Teguh Prasetyo dari DPR, Alfitra Salamm, Muhammad, Hasyim Asy`ari dari KPU, dan M. Afifuddin dari Bawaslu. Peran mereka sangat penting dalam menjaga keadilan dan kredibilitas dalam proses pemilihan umum di Indonesia.

Untuk periode 2022–2027, DKPP dipimpin oleh Heddy Lugito sebagai Ketua, yang mewakili unsur masyarakat. Anggota lainnya terdiri dari Muhammad Tio Aliansyah dari DPR, Ratna Dewi Pettalolo dari Bawaslu, J. Kristiadi, I Dewa Kade Wiarsa Raka, Yulianto Sudrajat dari KPU, dan Lolly Suhenty dari Bawaslu. Komposisi ini mencerminkan keterlibatan beragam unsur yang membawa pengalaman dan keahlian dari sektor masyarakat, legislatif, eksekutif, dan lembaga pengawas.

Dengan keberagaman unsur anggota, DKPP diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan adil dan transparan, memastikan bahwa setiap pelanggaran etika yang terkait dengan penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia dapat ditangani dengan penuh integritas dan keberlanjutan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya