Liputan6.com, Jakarta Tradisi nyekar sebelum puasa telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Muslim di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa. Kebiasaan mengunjungi makam leluhur ini tidak hanya sekadar ritual tahunan, tetapi juga mengandung makna mendalam yang menghubungkan nilai-nilai keislaman dengan kearifan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Setiap menjelang bulan Ramadhan, umat Muslim berbondong-bondong melaksanakan tradisi nyekar sebelum puasa sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur dan persiapan spiritual menghadapi bulan suci. Tradisi ini memiliki berbagai penyebutan di berbagai daerah, seperti nyadran di Jawa Tengah, kosar di Jawa Timur, dan munggahan di tatar Sunda, namun esensinya tetap sama yaitu berziarah ke makam keluarga dan leluhur.
Menariknya, tradisi nyekar sebelum puasa ini telah mengalami akulturasi budaya yang harmonis antara ajaran Islam dan tradisi lokal. Para wali songo berperan besar dalam mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam tradisi ini, sehingga menjadikannya sebagai sarana dakwah yang efektif sekaligus melestarikan warisan budaya leluhur.
Berikut ini telah Liputan6.com rangkum penjelasan lebih lengkapnya, pada Kamis (16/1).
Sejarah dan Perkembangan Tradisi Ziarah Kubur di Indonesia
Sejarah mencatat bahwa tradisi ziarah kubur telah ada jauh sebelum Islam masuk ke Nusantara. Pada masa awal Islam, Rasulullah SAW sempat melarang praktik ziarah kubur karena kekhawatiran akan terjadinya kesyirikan. Namun seiring dengan pemahaman Islam yang semakin kuat, beliau kemudian membolehkan dan bahkan menganjurkannya sebagai sarana mengingat akhirat.
Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:
قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْآخِرَةَ
"Sesungguhnya aku dulu telah melarang kalian berziarah kubur. Maka (sekarang) ziarahlah karena akan bisa mengingatkan kepada akhirat."
Di Indonesia, tradisi ini mengalami perkembangan yang unik setelah masuknya Islam. Para wali songo dengan bijak memadukan nilai-nilai Islam dengan tradisi lokal yang sudah ada. Nyadran, sebagai salah satu bentuk tradisi ziarah kubur, biasanya dilaksanakan pada hari ke-10 bulan Rajab atau awal bulan Syaban.
Di masa sekarang, tradisi ini telah menjadi bagian integral dari persiapan menyambut Ramadhan. Masyarakat tidak hanya sekadar mengunjungi makam, tetapi juga membersihkannya, menaburkan bunga, dan yang terpenting adalah mendoakan para leluhur yang telah mendahului.
Advertisement
Hukum dan Keutamaan Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan
Dalam perspektif Islam, ziarah kubur memiliki landasan hukum yang jelas. Imam Nawawi al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zain menjelaskan beberapa keutamaan ziarah kubur, khususnya ziarah ke makam orang tua. Beliau menyebutkan bahwa siapa saja yang menziarahi makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari Jumat, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan mencatatnya sebagai anak yang berbakti.
Lebih lanjut, terdapat hadits yang diriwayatkan dalam Al-Mu'jam al-Kabir lit Thabrani yang menyebutkan:
مَنْ زَارَ قَبْرَ أَبَوَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا فِي كُلِّ جُمْعَةٍ غُفِرَ لَهُ وَكُتِبَ بَرًّا
"Barang siapa berziarah ke makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari Jumat, maka Allah mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang taat dan berbakti kepada kedua orang tuanya."
Namun perlu diperhatikan bahwa terdapat beberapa ketentuan khusus terkait ziarah kubur, terutama bagi kaum muslimah. Dalam kitab I'anatut Thalibin disebutkan bahwa ziarah kubur bagi wanita hukumnya makruh, mengingat kekhawatiran akan timbulnya kesedihan dan tangisan berlebihan yang tidak dianjurkan dalam Islam.
Tata Cara dan Adab Ziarah Kubur yang Sesuai Syariat
Dalam melaksanakan ziarah kubur, terdapat beberapa adab dan tata cara yang perlu diperhatikan agar sesuai dengan tuntunan syariat. Hal ini merujuk pada hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi nomor 973:
حديث بريدة قال : قال رسول الله صلى الله علية وسلم :"قد كنت نهيتكم عن زيارة القبور فقد أذن لمحمد في زيارة قبر أمه فزورها فإنها تذكر الآخرة"
"Saya pernah melarang berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad telah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang berziarahlah! Karena hal itu dapat mengingatkan kamu kepada akhirat."
Ketika berziarah, dianjurkan untuk mengucapkan salam kepada penghuni kubur dan mendoakan mereka. Selain itu, peziarah hendaknya menjaga adab dengan tidak duduk atau berjalan di atas makam, tidak melakukan perbuatan yang tidak sesuai syariat, serta menghindari praktik-praktik yang mengarah pada kesyirikan.
Ibnu Hajar al-Haytami dalam kitab 'al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra' menegaskan bahwa ziarah ke makam para wali dan orang shaleh merupakan sebuah kebaikan yang dianjurkan. Beliau menyatakan bahwa berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan, termasuk melakukan perjalanan khusus untuk tujuan tersebut.
Advertisement
Makna dan Nilai Spiritual dalam Tradisi Nyekar
Tradisi nyekar sebelum puasa mengandung berbagai makna dan nilai spiritual yang mendalam. Pertama, tradisi ini menjadi sarana untuk mengingatkan diri akan kematian dan kehidupan akhirat, sesuai dengan tujuan utama ziarah kubur dalam Islam. Hal ini menjadi persiapan spiritual yang baik sebelum memasuki bulan Ramadhan.
Kedua, tradisi ini menjadi momentum untuk menjalin silaturahmi dengan keluarga, karena biasanya dilakukan bersama-sama dengan anggota keluarga lainnya. Ini sejalan dengan semangat Ramadhan yang juga mengajarkan pentingnya memperkuat ikatan kekeluargaan.
Ketiga, ziarah kubur menjadi sarana berbakti kepada orang tua dan leluhur, bahkan setelah mereka wafat. Seperti yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar:
من زار قبر أبيه أو أمه أو عمته أو خالته أو أحد من قراباته كانت له حجة مبرورة, ومن كان زائرا لهم حتى يموت زارت الملائكة قبره
"Barang siapa berziarah ke makam bapak atau ibunya, paman atau bibinya, atau berziarah ke salah satu makam keluarganya, maka pahalanya adalah sebesar haji mabrur. Dan barang siapa yang istiqamah berziarah kubur sampai datang ajalnya maka para malaikat akan selalu menziarahi kuburannya."
Tradisi nyekar sebelum puasa merupakan warisan budaya yang telah mengakar dalam masyarakat Muslim Indonesia. Selama dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat, tradisi ini tidak hanya menjadi sarana mengenang dan mendoakan leluhur, tetapi juga mempersiapkan diri secara spiritual untuk menyambut bulan Ramadhan.