Liputan6.com, Jakarta Lebaran atau Idul Fitri bagi masyarakat Sunda bukan sekadar hari raya keagamaan, melainkan perayaan yang dibalut dengan beragam tradisi unik dan sarat makna. Tradisi Lebaran Sunda ini telah diwariskan turun-temurun, memperkaya khazanah budaya Indonesia. Dari kegiatan saling mengirimkan makanan hingga ritual sungkeman, setiap tradisi menyimpan nilai-nilai luhur yang patut kita lestarikan. Mari kita telusuri lebih dalam kekayaan tradisi Lebaran Sunda yang penuh dengan kearifan lokal.
Tradisi Lebaran Sunda menunjukkan betapa kentalnya nilai kekeluargaan dan penghormatan antar sesama. Berbeda dengan daerah lain di Indonesia, perayaan Idul Fitri di Jawa Barat memiliki ciri khas tersendiri yang membedakannya. Masyarakat Sunda memiliki cara unik dalam merayakan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa, mencerminkan identitas budaya yang kuat dan tetap lestari hingga saat ini. Memahami tradisi Lebaran Sunda berarti memahami jati diri masyarakat Sunda itu sendiri.
Artikel ini akan mengupas tuntas berbagai tradisi Lebaran Sunda, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan. Kita akan membahas tradisi-tradisi seperti Nganteuran, Hajat Walilat, Munggahan, Ngadulag, Sungkeman, dan Nyekar. Selain itu, kita juga akan mengkaji makna dan nilai-nilai yang terkandung di balik setiap tradisi tersebut. Dengan memahami tradisi Lebaran Sunda, kita dapat lebih menghargai keberagaman budaya Indonesia dan melestarikan warisan leluhur.
Advertisement
Lebih jelasnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum informasi lengkapnya, pada Selasa (18/2).
Nganteuran: Silaturahmi Lewat Sajian Khas Lebaran
Salah satu tradisi unik Lebaran Sunda yang paling dikenal adalah Nganteuran. Satu atau dua hari sebelum Lebaran, masyarakat Sunda saling mengirimkan makanan khas Lebaran kepada keluarga dan tetangga. Makanan yang dikirim biasanya berupa ketupat, sambal goreng, opor ayam, dan berbagai lauk pauk lainnya, yang dikemas rapi dan diantarkan langsung. Ini bukan sekadar berbagi makanan, melainkan simbol silaturahmi dan berbagi kebahagiaan.
Nganteuran mencerminkan pentingnya hubungan sosial dan penghormatan antar anggota masyarakat, terutama dari yang muda kepada yang lebih tua. Tradisi ini mirip dengan tradisi nyorog di Betawi, tetapi dengan nuansa dan kekhasan tersendiri yang membedakannya. Nganteuran juga menjadi ajang mempererat tali persaudaraan dan memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat Sunda.
Dalam tradisi Nganteuran, nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan juga terlihat jelas. Proses menyiapkan makanan hingga mengantarkannya seringkali dilakukan secara bersama-sama, menunjukkan semangat kebersamaan yang tinggi di tengah masyarakat Sunda.
Tradisi ini juga mengajarkan pentingnya berbagi dan kepedulian terhadap sesama, terutama kepada mereka yang kurang mampu. Tidak jarang, masyarakat Sunda juga mengirimkan makanan kepada tetangga atau kerabat yang membutuhkan.
Advertisement
Hajat Walilat dan Munggahan: Tradisi Lama dan Persiapan Ramadan
Selain Nganteuran, masyarakat Sunda juga memiliki tradisi Hajat Walilat, yaitu saling berkirim makanan pada malam takbiran. Makanan yang dikirim merupakan sebagian dari masakan yang disiapkan untuk Lebaran. Tradisi ini, meskipun kini mulai jarang dilakukan, menunjukkan nilai sosial yang tinggi dan semangat berbagi di tengah masyarakat.
Sementara itu, Munggahan merupakan tradisi yang dilakukan sebelum bulan Ramadan. Kata 'unggah' dalam bahasa Sunda berarti 'naik', menunjukkan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT. Meskipun tidak spesifik Lebaran, Munggahan merupakan bagian dari rangkaian tradisi menyambut bulan suci Ramadan yang berujung pada perayaan Idul Fitri.
Kedua tradisi ini, Hajat Walilat dan Munggahan, menunjukkan betapa masyarakat Sunda mempersiapkan diri secara spiritual dan sosial dalam menyambut bulan Ramadan dan Idul Fitri. Tradisi-tradisi ini mengajarkan pentingnya bersyukur dan berbagi kepada sesama.
Meskipun beberapa tradisi mungkin telah mengalami perubahan atau bahkan mulai tergerus oleh perkembangan zaman, esensi dari nilai-nilai sosial, kekeluargaan, dan spiritualitas yang terkandung di dalamnya tetap dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Sunda.
Ngadulag dan Sungkeman: Seni dan Hormat Kepada Orang Tua
Ngadulag merupakan tradisi pemukulan bedug di masjid pada waktu-waktu tertentu, seperti menjelang dan selama bulan Ramadan hingga Idul Fitri. Ngadulag merupakan bentuk kegiatan seni yang menambah semarak suasana Lebaran dan menjadi bagian integral dari perayaan Idul Fitri di masyarakat Sunda.
Tradisi Sungkeman, umum di Indonesia, juga menjadi bagian penting dalam perayaan Lebaran Sunda. Anak-anak meminta maaf dan restu kepada orang tua dan anggota keluarga yang lebih tua. Tradisi ini memperkuat ikatan keluarga dan nilai-nilai hormat kepada orang tua.
Baik Ngadulag maupun Sungkeman, kedua tradisi ini memperlihatkan bagaimana masyarakat Sunda menghargai seni dan menghormati leluhur serta orang yang lebih tua. Tradisi-tradisi ini menjadi perekat sosial dan memperkuat nilai-nilai moral dalam masyarakat.
Tradisi ini mengajarkan pentingnya saling memaafkan dan menghormati orang tua sebagai wujud rasa syukur dan bakti kepada orang tua.
Advertisement
Nyekar: Menghormati Leluhur
Tradisi Nyekar atau ziarah kubur dilakukan sebelum atau sesudah Lebaran untuk mengunjungi dan mendoakan keluarga atau sanak saudara yang telah meninggal. Tradisi ini menunjukkan penghormatan kepada leluhur dan pentingnya mengingat kematian.
Nyekar merupakan tradisi yang mengajarkan pentingnya mengingat jasa-jasa leluhur dan mengingatkan kita akan kematian. Dengan mengunjungi makam leluhur, kita dapat merenungkan kehidupan dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian.
Tradisi ini juga mempererat hubungan antar generasi dan memperkuat rasa kebersamaan dalam keluarga. Nilai-nilai spiritual dan moral yang terkandung dalam tradisi Nyekar sangat penting untuk dijaga dan dilestarikan.
Melalui tradisi Nyekar, masyarakat Sunda menunjukkan kepedulian dan penghormatan terhadap leluhur dan keluarganya yang telah meninggal dunia.
Kesimpulan: Tradisi Lebaran Sunda yang kaya akan nilai-nilai kearifan lokal dan kental dengan nuansa kekeluargaan, patut kita lestarikan. Dari Nganteuran hingga Nyekar, setiap tradisi menyimpan makna mendalam yang memperkuat ikatan sosial dan spiritual masyarakat Sunda.
