UU Pilkada Terbit, Jokowi Terindikasi Bikin Kabinet Transaksional

Dengan Undang-Undang Pilkada, partai-partai yang mendukungnya mempunyai posisi tawar lebih tinggi.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 28 Sep 2014, 13:31 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2014, 13:31 WIB
Ilustrasi Jokowi-JK
Ilustrasi Jokowi-JK (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing mengindikasikan, Presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi akan melahirkan kabinet transaksional. Menurutnya, ada 3 indikasi kuat yang menjadi landasan Jokowi melakukan hal tersebut.

"Menurut pengamatan saya, ada indikasi kuat dia susun kabinet transaksional. Susunan yang digodok di belakang panggung politik. 18-16 masyarakat tidak dilibatkan. Hal sama akan terjadi pada siapa yang duduk di sana. Ketika dilakukan panggung belakang maka terjadi politik transaksional," ujar Emrus di Jakarta, Minggu (28/9/2014).

"Kalau di panggung depan, semua masyarakat bisa berwacana dan berpartisipasi. Misal diumumkan saya jadi menteri, maka masyarakat bisa melihat pantas atau tidak," tambah dia.

Selain itu, kata Emrus, disahkannya UU Pilkada telah menyudutkan Jokowi. Sebab, dengan Undang-Undang tersebut partai-partai yang mendukungnya mempunyai posisi tawar lebih tinggi.

"Sekarang Jokowi-JK yang butuh partai-partai di Koalisi Merah Putih. 80 Persen di daerah dikuasai mereka. Ketika pilkada tidak langsung digolkan maka menguatkan nilai tawar ke Jokowi," ungkap dia.

"Bahasa sehari-harinya gini. Kalau lu nggak mau, kita bisa dapat jabatan di daerah yang lebih kuat di menteri kok. Daripada menteri cuma 1, di daerah bisa dapat 3 kepala daerah," terang Emrus.

Indikasi ketiga adalah interest group atau kelompok kepentingan yang berada di balik Jokowi. Emrus menjelaskan kelompok tersebut mendanai kampanye Jokowi dan pasti ada timbal balik yang perlu diberikan.

"Dalam politik ada interest group yang membiayai kampanye, mereka istilahnya no free lunch," ujar Emrus.

Bila Jokowi mewujudkan kabinet transaksional, maka mantan walikota Solo itu dinilai tak berbeda dengan masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Transaksi atau Trisakti ya itu pilihan Jokowi. Kalau transaksional, maka Jokowi tak beda dengan SBY," tandas Emrus. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya