Liputan6.com, Jakarta - Riset yang dilakukan oleh startup penyedia layanan kasir digital, Moka, mendapatkan fakta bahwa selama pandemi Corona, penurunan pendapatan harian di berbagai industri bisnis tidak dapat dihindari.
Tercatat pendapatan harian industri food and beverage (F&B) turun hingga lebih dari 40 persen. Namun dibalik itu, penggunaan jasa layanan antar meningkat hingga 30 persen.
Baca Juga
Jika melihat dari tren konsumsi di bulan [Ramadan](Berbeda dengan industri ritel, jasa kecantikan justru meningkat pendapatannya hingga 54 persen satu bulan setelah Ramadan. "") sebelum krisis pandemi Corona, terjadi peningkatan sebanyak 67 persen dari jumlah gerai F&B yang beroperasi di antara jam 2-4 pagi.
Advertisement
Dalam jangka waktu ini, konsumen cenderung memilih makanan praktis untuk sahur dan membeli untuk hidangan grup hingga 5 produk per transaksi.
Sementara itu, untuk industri ritel fesyen, terjadi peningkatan jumlah pendapatan hingga 50 persen, di mana tiga item terpopuler yang terjual selama [Ramadan](Berbeda dengan industri ritel, jasa kecantikan justru meningkat pendapatannya hingga 54 persen satu bulan setelah Ramadan. "") adalah tunik, hijab dan gamis yang berangsur-angsur menurun kembali setelah Ramadan usai.
Berbeda dengan industri ritel, jasa kecantikan justru meningkat pendapatannya hingga 54 persen satu bulan setelah Ramadan. Hal itu menunjukkan pola bahwa masyarakat seringkali melakukan perawatan kecantikan setelah Ramadan usai.
Meskipun pola konsumsi akan berbeda karena adanya pandemi Corona, bukan berarti tren [Ramadan](Berbeda dengan industri ritel, jasa kecantikan justru meningkat pendapatannya hingga 54 persen satu bulan setelah Ramadan. "") tahun lalu bisa dihiraukan sepenuhnya.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Fokus Belanja Online
Data Analyst Moka, Hutami Nadya, menjelaskan bahwa salah satu strategi yang dapat difokuskan adalah pembelanjaan online. Untuk memaksimalkan pembelanjaan dengan jasa antar, baik untuk F&B ataupun ritel dan service, pelaku usaha dapat berinovasi dengan membuat menu khusus delivery yang dapat dimasak, dan diolah sendiri oleh para konsumen sehingga dapat dimanfaatkan di waktu khusus seperti sahur dan buka bersama anggota keluarga di rumah.
Begitu juga dengan ritel dan jasa, pelaku usaha dapat membuat paket khusus untuk mendorong konsumen membeli secara online dan mengubah jasa menjadi suatu produk yang bisa digunakan oleh konsumen di rumah.
“Para pelaku usaha dapat memperhatikan tren yang kini sedang berlaku di masyarakat, misalnya kegiatan masak di rumah, bisnis F&B dapat shifting untuk menyediakan bahan baku makanan siap masak dengan opsi jasa pengantaran untuk mendukung social distancing," kata Hutami dalam keterangannya kepada Liputan6.com, Jumat (17/4/2020).
Selain itu, ia mengatakan kalau momen Ramadan adalah momen yang tepat untuk berbagi bersama yang lebih membutuhkan, bisa mulai dengan menambahkan opsi menu untuk didonasikan ke yang membutuhkan. Untuk mendapatkan cashflow positif, merchant juga bisa memberlakukan skema pay-it-forward untuk pelanggan.
Hutami menjelaskan, Pay-it-forward merupakan skema di mana pelanggan dapat membeli terlebih dahulu paket produk atau jasa dari suatu bisnis yang manfaatnya bisa dirasakan hingga beberapa waktu ke depan. Biasanya, pelaku usaha dapat mengaplikasikan potongan harga dengan bentuk berupa kupon untuk para pelanggan.
Skema ini diharapkan dapat membantu pelaku usaha untuk mendapatkan cashflow positif untuk membiayai rental tempat, gaji karyawan, cicilan modal usaha, asuransi, stok bahan baku, dana perbaikan dan pengeluaran lainnya.
Advertisement
Ubah Perilaku Konsumen
Kemudian, Associate Consultant Iventure Farid Fatahillah menambahkan, bahwa krisis wabah COVID-19 ini telah mengubah perilaku konsumen dan menciptakan kenormalan baru yang disebut “Stay at Home Economy”, yakni ekonomi yang digerakkan oleh pelaku ekonomi yang tinggal di rumah.
Inilah ekonomi yang sebagian sudah dijalani sekarang dan dalam beberapa minggu ke depan kita akan dipaksa menjalaninya secara penuh begitu wabah terus berkepanjangan.
“Bagi brand builder, bencana COVID-19 bukanlah semata great disaster tapi great correcter. Bencana kemanusiaan seperti COVID-19, kerusakan lingkungan, dan beragam persoalan sosial kian merajalela. Karena itu brand tak bisa cuci tangan. Brand harus peduli dan menjadi solusi. Setiap brand harus menjadi brand yang empatik. Ini adalah keharusan dan kenormalan baru," pungkas Farid.