Liputan6.com, Jakarta - Surah At-Taubah merupakan surah ke-9 dalam Al-Qur’an. Surah ini tergolong unik karena tidak diawali dengan lafal basmalah sebagaimana surah-surah lainnya.
Baca Juga
Advertisement
Keunikan ini tentu saja mendapatkan perhatian khusus dari para ulama yang pakar dalam bidang Ulumul Qur’an dan hadis untuk melakukan penelitian.
Dalam litelatur-literatur klasik yang ditulis para ulama generasi salaf banyak membahas penyebab surah tersebut tidak diawali dengan lafal basmalah.
Demikian juga tentang hukum membaca basmalah ketika membaca surah At-Taubah, para ulama juga membahas tentang hukumnya. Lalu bagaimana hukum membaca basmalah ketika membaca Surah At-Taubah ini dan apa yang menyebabkan surah ini tidak diawali dengan basmalah?
Simak Video Pilihan Ini:
Ragam Pendapat Tentang Hukum Membaca Basmalah Dalam Surah At-Taubah
Menurut KH. M. Sjafi'i Hadzami dalam buku 100 Masalah Agama, [Kudus; Menara Kudus, 1982], halaman 128, bahwa para para ulama fikih, tafsir, atau para muhadditsin telah sepakat bahwa membaca basmalah pada awal surah At-Taubah [baro'ah] hukumnya terlarang.
Kendati terlarang, para ulama berbeda pendapat terkait konsekuensi dari "dilarang" tersebut. Apakah maksud dari terlarang itu haram, atau justru terlarang itu maksudnya adalah makruh.
Dalam hal ini para ulama tidak ada kesepakatan, terhadap hukum membaca basmalah di awal surah At-Taubah tersebut.
Syekh Abu Bakar Syatha ad-Dimyathi dalam kitab I'anah at-Thalibin, Jilid 1, halaman 139 menyatakan bahwa membaca basmalah di awal surah At-Taubah dianggap haram, sementara di tengah surah tersebut dihukumi sebagai perbuatan makruh.
Sementara itu dalam kitab al-Budur az-Zahirah fi Qirati al-Asyar al-Mutawatirah, Jilid I, halaman 13 karya Abdul Fatah al-Qadhi, menyebutkan para ulama berbeda pendapat tentang hukum membaca basmalah di awal surat At-Taubah.
Ibnu Hajar dan al-Khatib berpendapat bahwa basmalah itu haram dibaca di awal surat At-Taubah, karena surat tersebut turun dalam konteks perang. Sedangkan al-Ramli dan pengikutnya berpendapat bahwa basmalah itu makruh dibaca di awal surat At-Taubah, tetapi tidak haram.
Pada sisi lain, terkait membaca basmalah di tengah surah At-Taubah, para ulama juga berbeda pendapat tentang konsekuensi hukumnya. Ibnu Hajar dan al-Khatib berpendapat bahwa basmalah itu makruh dibaca di tengah surat, karena tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa hal itu dianjurkan.
Sedangkan al-Ramli dan pengikutnya berpendapat bahwa basmalah itu sunnah dibaca di tengah surat, karena basmalah merupakan doa dan dzikir yang baik. Syekh Abdul Fatah al-Qadhi menjelaskan:
واختلفوا في حكم الإتيان بها؛ فذهب ابن حجر والخطيب إلى أن البسملة تحرم في أولها وتكره في أثنائها. وذهب الرملي ومشايعوه إلى أنها تكره في أولها وتسن في أثنائها كما تسن في أثناء غيرها.
Artinya: "Ulama berbeda pendapat tentang hukum membaca basmalah pada surah At-Taubah. Ibnu Hajar dan al-Khatib berpendapat bahwa basmalah haram dibaca di awal surat taubah dan makruh dibaca di tengahnya. Sementara itu, al-Ramlî dan para pengikutnya berpendapat bahwa basmalah makruh dibaca di awal surat At-Taubah dan sunnah dibaca di tengah At-Taubah, sebagaimana sunnah dibaca di tengah surat-surat lainnya."
Advertisement
Lanjutan tentang Hukumnya
Sementara itu, Imam Syaukani dalam kitab Nailul Authar, Jilid II, halaman 218 mengatakan bahwa basmalah bukan bagian dari surah At-Taubah dan Al-Anfal. Oleh karena itu, tidak perlu dibaca ketika hendak memulai membaca surat At-Taubah.
Pendapat ini diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Zubair, Thawus, Atha, Makhul, Ibnul Mubarak, dan sejumlah ulama lainnya. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Imam Ahmad, Ishaq, Abu Ubaid, sejumlah ulama Kufah dan Makkah, dan mayoritas ulama Irak.
Pendapat ini juga diriwayatkan oleh Al-Khathib dari Abu Hurairah dan Sa'id bin Jubair. Imam Syaukani menjelaskan:
(وقد اختلفوا) هل هي آية من الفاتحة فقط؟ أو من كل سورة؟ أو ليست بآية؟ فذهب ابن عباس وابن عمر وابن الزبير وطاوس وعطاء ومكحول وابن المبارك وطائفة إلى أنها آية من الفاتحة ومن كل سورة غير براءة، وحكي عن أحمد وإسحاق وأبي عبيد وجماعة أهل الكوفة ومكة وأكثر العراقيين، وحكاه الخطابي عن أبي هريرة وسعيد بن جبير، ورواه البيهقي في الخلافيات بإسناده عن علي بن أبي طالب والزهري وسفيان الثوري، وحكاه في السنن الكبرى عن ابن عباس ومحمد بن كعب أنها آية من الفاتحة فقط، وحكي عن الأوزاعي ومالك وأبي حنيفة وداود وهو رواية عن أحمد أنها ليست آية في الفاتحة ولا في أوائل السور. وقال أبو بكر الرازي وغيره من الحنفية: هي آية بين كل سورتين غير الأنفال وبراءة، وليست من السور بل هي قرآن مستقل كسورة قصيرة، وحكي هذا عن داود وأصحابه وهو رواية عن أحمد.
Artinya: "(Para ulama berbeda pendapat) apakah basmalah itu merupakan ayat dari surat Al-Fatihah saja? Atau dari setiap surat? Atau bukan merupakan ayat sama sekali? "Pendapat pertama: Basmalah merupakan ayat dari surat Al-Fatihah dan dari setiap surat kecuali surat At-Taubah. Pendapat ini dipegang oleh Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Zubair, Thawus, Atha, Makhul, Ibnul Mubarak, dan sejumlah ulama lainnya. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Imam Ahmad, Ishaq, Abu Ubaid, sejumlah ulama Kufah dan Makkah, dan mayoritas ulama Irak. Pendapat ini juga diriwayatkan oleh Al-Khathib dari Abu Hurairah dan Sa'id bin Jubair. Al-Baihaqi meriwayatkannya dalam kitab Al-Khilafiyah dengan sanadnya dari Ali bin Abi Thalib, Az-Zuhri, dan Sufyan Ats-Tsauri.
Al-Baihaqi juga meriwayatkannya dalam kitab As-Sunan Al-Kubra dari Ibnu Abbas dan Muhammad bin Ka'ab bahwa basmalah merupakan ayat dari surat Al-Fatihah saja." "Pendapat kedua: Basmalah bukan merupakan ayat dalam surat Al-Fatihah maupun dalam awal-awal surat. Pendapat ini dipegang oleh Al-Auza'i, Malik, Abu Hanifah, dan Daud. Pendapat ini juga merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad." "Pendapat ketiga: Basmalah merupakan ayat yang terletak di antara dua surat, kecuali surat Al-Anfal dan At-Taubah. Basmalah bukan merupakan bagian dari surat, melainkan merupakan Al-Qur'an tersendiri seperti surat pendek. Pendapat ini dipegang oleh Abu Bakar Ar-Raazi dan sejumlah ulama Hanafi lainnya. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Daud dan para sahabatnya, serta merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad."
Penyebabnya
Penyebabnya adalah karena surah ini memuat ancaman langsung dari Allah dan banyak ayat di dalamnya yang berkaitan dengan perang.
Alasan di balik hukum ini adalah karena surah At-Taubah dianggap mengandung ancaman dari Allah, yang jauh dari rahmat Allah. Pun di dalamnya terdapat banyak ayat yang berkaitan dengan perang.
Oleh karena itu, dikhawatirkan bahwa membaca basmalah di awal surah ini dapat dianggap tidak pantas atau tidak sesuai dengan konteks bacaan basmalah, yang mengandung rahmat dan kasih sayang Allah. Artinya, perang dan ancaman dalam surat ini mungkin membuat pembacaan basmalah di awal surah dianggap tidak tepat.
Syekh Abu Bakar Syatha menjelaskan:
أما هي فليست البسملة آية منها و تكره أولها و تسن أثناءها عند م ر و عند حجر تحرم اولها و تكره اثناءها اي لان المقام لا يناسب الرحمة لأنها نزلت باسيف
Artinya; "Adapun basmalah, maka ia bukanlah ayat dari surat At-Taubah, dan dimakruh untuk membaca basmalah di awal, dan disunnahkan untuk membacanya di tengah-tengahnya menurut Imam Muhammad ar-Ramli. Dan menurut Ibnu Hajar al-Haitami diharamkan basmalah pada permulaannya dan dimakruhkan dipertengahannya, maksudnya karena maqamnya tidak sesuai dengan Rahmat, karena surat tersebut turun bersama pedang".
Advertisement
Bagaimana Menyikapi Perbedaan Pendapat Ini?
Berdasarkan uraian di atas, hukum membaca At-Taubah para ulama berbeda pendapat. Lantas bagaimana menyikap perbedaan pendapat ini?
KH. M. Sjafi'i Hadzami dalam buku 100 Masalah Agama menganjurkan untuk tetap mendapatkan barakah, seyogianya sebelum membaca surah At-Taubah kita membaca taawwudz [a‘udzubillâhi minasy-syaitânir-rajîm].
Sebab bacaan ta'awwudz merupakan dzikrullah [dzikir pada Allah]. Untuk itu, setiap perbuatan yang diawali dengan membacanya akan mendapatkan perlindungan dari Allah SWT. Sebagaimana dalam riwayat:
كل أمر ذي بال لا يُبدأ فيه بذكر الله فهو أبتر
Artinya: "Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan menyebut nama Allah maka ia terputus (kurang) keberkahannya."
Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul