Liputan6.com, Cilacap - Amalan yang pertama kali yang akan dihisab di hari kiamat ialah sholat. Jika baik sholatnya, maka termasuk ke dalam golongan orang-orang yang beruntung.
Salah satu permasalahan yang sering ditanyakan dalam kaitannya dengan ibadah sholat ialah perihal cara agar bisa khusyuk.
Advertisement
Baca Juga
Mungkin banyak di antara kita yang ketika sholat pikiran melayang kemana-mana. Alhasil, kita sulit sholat khusyuk.
Tentu saja, bagi sebagian orang khusyu dalam sholat merupakan hal yang sulit. Meski demikian, setidaknya untuk mencapai derajat khusyu tersebut perlu terus diupayakan.
Di antara salah satu upayanya ialah dengan mempraktikkan cara-cara yang dikemukakan oleh para ulama, salah satunya ialah Syaikh Izzuddin bin Abdissalam yang dijuluki shultanul ulama yakni rajanya para ulama.
Simak Video Pilihan Ini:
Cara Sholat Khusyuk Menurut Syaikh Izzuddin bin Abdissalam
Menukil NU Online, Syekh Izzuddin bin Abdissalam (wafat 660 H) dalam kitab al-Qawa’id al-Kubra atau yang populer disebut Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam menjelaskan, cara khusyuk dengan menggunakan kaidah likulli maqamin maqalun, “Di setiap gerakan, ada bacaan dan penghayatan masing-masing yang harus diseriusi”. Syekh Izzuddin menerangkan:
فإنّ المصلي مأمور إذا قرأ القرآن أن يلاحظ معانيه فإن كان في آية وعيد خافه وإن كان في آية وعد رجاه ولهذا قال سبحانه وتعالى: أَمَنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِداً وَقَائِماً يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ
Artinya, “Orang yang shalat diperintahkan menghayati makna setiap ayat al-Qur’an yang dibacanya. Bila saat itu ia membaca ayat tentang ancaman (bagi yang durhaka), maka akan berbuah rasa takut kepada-Nya; jika ayat yang dibaca mengandung janji pahala kebaikan, maka ia optimis mendapatkannya. Allah berfirman, ‘Apakah orang yang beribadah tengah malam, sujud dan berdiri karena takut (azab) akhirat dan mengharap rahmat Tuhannya—sama seperti orang yang bermaksiat kepada Allah dengan kekufuran atau maksiat lainnya—?’.” (Izzuddin bin Abdissalam, al-Qawa’id al-Kubra, juz I, halaman 353).
Yang dimaksud Syekh Izzuddin dari surat az-Zumar ayat 9 di atas adalah, orang yang tengah shalat adakalanya menghayati siksa, dan kadang juga menghayati keluasan rahmat Tuhannya. Artinya, ketika yang dibaca bertepatan dengan ayat rahmat, maka harus optimis. Begitu pun saat membaca ayat azab, orang yang shalat semestinya merasa takut kepada Allah secara mendalam. Inilah yang ia maksud dengan li kulli maqamin maqalun, harus proporsional dalam beramal.
Syekh Izzuddin yang bergelar sulthanul ulama atau raja ulama melanjutkan, bahkan saat membaca ayat yang menceritakan sifat-sifat Allah, orang yang shalat harus merenungkan sifat-sifat itu. Ketika ayatnya berbicara ihwal tawakal, maka harus bertekad melakukannya. Begitu pun saat ayat yang dibacanya membincang takzim, cinta, ketaatan dan seterusnya, maka ia dituntut untuk takzim, mencinta, dan bertekad menjalani ketaatan itu. Syekh Izzuddin mewanti-wanti agar tak berpaling dari menghayati ayat yang kita baca. Dalam al-Qawa’id al-Kubra disebutkan:
ولا يشتغل عن معنى ذكر من الأذكار بمعنى غيره من الأذكار وإن كان أفضل منه لأنه سوء أدب ولكل مقام مقال يليق به ولا يتعدّاه
Artinya, “Orang shalat tidak boleh berpaling merenungkan makna dzikir yang dibaca dengan makna zikir lainnya, walaupun dzikir tersebut lebih utama, sebab itu adalah adab yang buruk. Ingat, setiap gerakan ada bacaan dan penghayatannya masing-masing, hendaknya ia tidak melewatinya.” (Izzuddin bin Abdissalam, al-Qawa’id al-Kubra, juz I, halaman 354).
Advertisement
Ragam Definisi Khusyuk
Masih menukil NU Online, Syekh Muhammad bin Bir Ali al-Barkuli (wafat 981 H) menjelaskan:
هُوَ قِيَامُ الْقَلْبِ بَيْنَ يَدَيْ الْحَقِّ بِهَمٍّ مَجْمُوعٍ
Artinya, “Khusyuk adalah hati berdiri (menghadap) di hadapan Tuhan Yang Maha Benar dengan kesedihan yang besar.” (Muhammad bin Bir Ali al-Barkuli, at-Thariqah al-Muhammadiyah dicetak bersama al-Bariqah al-Mahmudiyah, juz III, halaman 98).
Selain itu, al-Barkuli juga mengutip kalam ulama yang mengatakan “tadzallul al-qulûb li ‘allamil ghuyûb”, atau khusyuk adalah kerendahan hati di hadapan Tuhan Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengawasi”.
Ulama kontemporer Syekh Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili dalam at-Tafsir al-Munir saat menafsirkan surah al-Mukminun ayat 2, "alldzina hum fi shalatihim khasyi’un", menyatakan:
وهو الخضوع والتذلل لله والخوف من الله تعالى ومحله القلب فإذا خشع خشعت الجوارح كلها لخشوعه إذ هو ملكها
Artinya, “Khusyuk adalah kepasrahan, kerendahan, rasa takut kepada Allah. Tempatnya di hati. Karenanya, orang yang hatinya khusyuk, tentu semua anggota badannya turut khusyuk. Sebab hatilah yang menguasai seluruh anggota badan.” Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili, at-Tafsir al-Munir, juz XVIII, halaman 14).
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul