Liputan6.com, Jakarta - Pendakwah asal Papua Barat, Ustadz Fadlan Garamatan membagikan pengalamannya saat berdakwah di pedalaman Papua. Ia harus menghadapi berbagai tantangan saat dakwah di sana, mulai dari ditombak sampai ditangkap dan dijebloskan ke penjara.
Cerita diawali dari perjalanan Ustadz Fadlan dan rombongan dai ke sebuah desa yang sangat jauh, sekitar 179 KM dari Jayapura. Setibanya rombongan di desa tersebut, masyarakat di pedalaman Papua sudah tahu tentang Ustadz Fadlan dan tujuannya yang sempat bikin heboh warga sana.
“Saya berjalan dari mobil menuju rumah kepala suku, ternyata kepala suku berdiri di balik pintu rumah dengan tombak, lalu dia lempar tombak itu pas kena di betis kaki kiri saya dan saya terjatuh,” cerita Ustadz Fadlan dikutip dari YouTube Islam Fun, Kamis (22/8/2024).
Advertisement
Baca Juga
Rajin Sholawat tapi Tidak Sholat, Apakah Kelak Dapat Syafaat? Ini Kata Gus Baha dan Syekh Ali Jaber
Jodoh Sudah Ditentukan 50 Ribu Tahun sebelum Kita Diciptakan Kata Ustadz Hanan Attaki, Lalu Sekarang di Mana?
Resep Sederhana Rasulullah soal Rezeki, Hidup Bahagia bagikan Raja Dunia Menurut Imam Syafi'i
Ketika dia terjatuh, para dai ribut merencanakan perlawanan. Akan tetapi, Ustadz Fadlan mengingatkan bahwa tujuannya bukan berperang, melainkan berdakwah. Mendapat perlawanan adalah konsekuensi dalam berdakwah, dan tak perlu dibalas dengan cara serupa.
“Konsekuensinya dakwah ya begini. Jangankan Fadlan, nabimu rasulmu Muhammad SAW ketika berdakwah di Taif dilempar sampai tumitnya berdarah-darah. Apalah artinya kita ini,” katanya.
“Tugas kalian bukan melawan mereka tapi cabut tombak dari betis kaki ini,” pinta dia.
Para dai mencabut tombak dari betis Ustadz Fadlan. Kemudian kaki pendakwah Papua Barat itu dibungkus dengan baju kaos dalam, lalu dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat penanganan. Butuh tiga bulan sampai sembuh.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Kembali Berdakwah setelah Sembuh
Setelah sembuh dan dinyatakan sehat, ia sering lari pagi untuk melatih otot kakinya yang baru sembuh. Bukannya kapok, Ustadz Fadlan malah balik lagi ke kampung yang pernah membuat kaki dia terluka.
“Dai ribut. Ustadz kan sudah ditombak di sana, untuk apa kita ke sana?” ujarnya menceritakan.
“Kita ini berdakwah, bukan membangun kebencian. Kita harus kembali ke kampung itu,” jawab Ustadz Fadlan.
Ia mendapat perlakuan yang berbeda ketika datang untuk yang kedua kalinya. Selepas turun dari mobil, ia dan rombongan menuju rumah kepala suku. Di sana sudah ada anak tertua yang berdiri di depan rumah
“Saya tanya ada bapak kepala suku? Anaknya mengatakan, bapak kepala suku terserang penyakit malaria. Kami mau bawa ke kota (tapi) tidak punya mobil, tidak punya uang,” katanya.
Dengan inisiatifnya, Ustadz Fadlan membawa kepala suku ke rumah sakit. Ia menanggung biaya pengobatannya.
Ketika berniat membantu kepala suku, sebagian dai yang ikut Ustadz Fadlan sempat meminta pikir-pikir lagi, terlebih sudah pernah menyakitinya.
“Itu urusan lain. Urusan sekarang kita harus menyelamatkan bapak kepala suku,” jelasnya.
Advertisement
Hijrah dan Bersyahadat
Kemudian Ustadz Fadlan membawa kepala suku ke rumah sakit dan dirawat selama dua pekan. Ia juga memberi bekal hidup dan mengantarkan kembali ke kampung halaman setelah sembuh.
“Kami kembali ke kota, satu minggu kemudian baru kami mulai datang berdakwah di sana. Subhanallah, baru tiga hari kami bicara Islam, kepala suku ini bersama istri dan 13 anak ditambah 15 kepala keluarga di kampung itu hijrah mengucapkan dua kalimat syahadat,” kisahnya.
Akan tetapi, kabar itu terdengar hingga Jayapura. Akhirnya, ia dicari dan ditangkap tanpa proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Ia dijebloskan selama enam bulan di penjara.
“Alhamdulillah. menikmati 6 bulan itu dengan happy, tenang, bahagia. Keluar (dari penjara) tetap saja berdakwah. Kami bergeser berdakwah di atas ini (desa lain). Begitu berdakwah dua bulan, subhanallah Allah kasih hidayah kepada 30 kepala keluarga,” tuturnya.
“Ribut lagi (di) Jayapura, Fadlan ditahan lagi tanpa proses BAP untuk masuk penjara selama 9 bulan. Alhamdulillah, menikmati itu dalam suka dan duka dakwah,” kata dia.